Part 8

1305 Words
“Oke,” setuju Olivia. “Aku akan menyuruh seseorang untuk membereskan barangku di apartemen. Di mana kamarmu?” Pandangan Leo menjadi lebih dingin. “Untuk apa kau tinggal di kamarku? Sepertinya kau lupa posisimu di rumah ini. Kau bukan lagi istriku. Jadi kau bisa memilih kamar tamu di rumah ini sesukamu dan lakukan apa pun yang kauinginkan tanpa menggangguku.” “Aku tak ingin tinggal di kamar tamu.” Wajah Leo mengeras dengan penolakan tak tahu diri Olivia. “Aku memang bukan lagi istrimu. Tapi aku  juga bukan tamu di rumah ini.” “Kepercayaan diri yang kau gunakan untuk menutup rasa tak tahu malumu benar-benar membuatku kehilangan kata-kata, Olivia,” dengus Leo. “Aku sudah menjadi bagian keluarga ini, mau tak mau kau harus mengakuinya. Aku ibu dari anakmu. Ibu dari cucu pertama keluarga Sinaga dan layak diperlakukan istimewa.” Riana mendengus keras dan menggeleng-gelengkan kepala, reaksi yang tak dipedulikan oleh Olivia. Tama dan Amira hanya diam dengan perdebatan masalah kamar yang seharusnya tak menjadi seserius ini. Melihat kemarahan yang berusaha ditahan oleh Leo, Amira hanya mewanti-wanti tindakan Leo. Takut jika pria itu berbuat kasar lagi pada Olivia. Seumur hidup, ia belum pernah melihat pertengkaran sepasang pria dan wanita yang begitu menegangkan selain hanya dalam sandiwara di televisi. Bahkan rumah tangga yang hancur dengan ayah Lita pun, belum pernah ia bertengkar hingga bersuara tinggi seperti itu. Apalagi hingga sampai bermain tangan. Rumah besar ini dibangun setelah pernikahan Amira dan Tama. Lantai dua khusus kamar Lita, Leo, dan Riana yang jelas memiliki luas yang sama besar dengan kamar utamanya di lantai satu. Lengkap dengan ruang ganti dan kamar mandi lengkap dengan jacuzzi, juga balkon. Lebih besar ketimbang tiga kamar tamu di lantai satu dan tentu saja lebih spesial. “Hanya setelah anak itu terbukti anakku,” desis Leo. “Pilihanmu hanya satu, ikuti aturan di rumah ini atau kau angkat kaki sekarang juga.” “Kau bisa tinggal di kamarku.” Lita menyela ketegangan di antara Leo dan Olivia. Keduanya langsung menoleh ke arah Lita. “Kau tak perlu melakukannya, Lita,” protes Riana yang sama tercengangnya dengan Leo. Membayangkannya saja membuat perutnya mual harus bersebelahan kamar dengan Olivia. Seringai tipis tersungging di salah satu sudut bibir Olivia. Kemudian wanita itu mengangguk setuju. “Baiklah. Kamarmu pasti lebih bagus dan luas dari kamar tamu di rumah ini, kan? Bisa kau tunjukkan arahnya.” Lita beranjak. Mengabaikan tatapan protes Leo dan Riana kemudian mengarahkan Olivia menuju lantai dua. “Di sini.” Lita membuka pintu kamarnya. “Masih ada beberapa barangku, tapi aku akan segera menyuruh pelayan untuk memindahkannya ke paviliun.” “Dan di situ pasti kamar Leo?” Olivia menunjuk pintu kamar di samping kiri kamar Lita. Yang kebetulan memang kamar Leo dan di sebelah kanan kamarnya kamar Riana. Lita mengikuti arah pandangan Olivia dan mengangguk. Olivia melangkah menghampiri pintu tersebut, langsung membukanya dan masuk. Tepat saat itu Leo dan Riana muncul di ujung tangga. Dengan protes keberatan yang begitu jelas di wajah keduanya untuknya. “Di mana dia?” tanya Riana setelah melongok ke dalam kamar Lita dan tak melihat Olivia. Pandangan Leo langsung terarah ke pintu kamarnya. Seketika wajah pria itu mengeras dan langsung menyusul Olivia. “Kenapa kau malah menawarkan kamarmu untuk wanita tak tahu diri itu?” Lita hanya menghela napas. “Dia sedang hamil dan butuh kenyamanan.” Lita berharap alasannya tak terdengar dibuat-buat. Ia hanya tak ingin mendengar perdebatan Leo dan Olivia yang semakin memuncak dan membuat kedua orang tua mereka semakin khawatir. “Kau benar-benar tak memikirkan diriku, ya? Dan keputusan Leo memang sudah tepat tidak membiarkan kamarnya dikuasai oleh wanita itu. Itu karena Leo tak ingin memiliki hubungan apa pun lagi dengan wanita itu. Leo tak ingin jejak wanita itu membekas di hidupnya. Juga di kamarnya.” “Ini hanya kamar, Riana.” “Wanita tak tahu diri seperti itu pasti akan meminta lebih. Belum cukup sehari menginjakkan kaki di rumah ini sudah ingin menguasai kamar utama di rumah ini. Selanjutnya kau bisa menebak apa yang akan terjadi. Dia akan berbuat seperti majikan di rumah ini dan mengatur-atur ...” rentetan Riana terhenti ketika suara keras Leo dan erangan Olivia terdengar. “Keluar kau dari kamarku!” “Sakit, Leo.” Leo menyeret Olivia keluar kamar dan mendorong wanita itu keluar. Jantung Lita nyaris putus melihat Olivia yang terhuyung ke belakang dan tak bisa menyeimbangkan tubuh. Beruntung wanita itu tidak jatuh terjengkang ke belakang dan langsung bisa berdiri dengan kedua kakinya sendiri.  “Jangan pernah kau menginjakkan kaki di ruangan ini. Sekali pun,” ancam Leo dengan menunjukkan satu jarinya di depan wajah Olivia. Yang memegang pergelangan tangan yang baru saja dicengkeram oleh Leo. “Kau benar-benar tak punya hati, Leo. Apa kau tahu aku sedang hamil?” “Aku hanya perlu tahu, tapi aku tak butuh peduli, kan?” Leo membanting pintu kamarnya tertutup kemudian berjalan ke arah tangga dan menghilang dari pandangan. Olivia berjalan ke arah Lita sambil memegang pergelangan tangannya yang memerah. Semerah wajahnya yang diselimuti rasa malu berkali-kali diperlakukan kasar seperti di hadapan Lita dan Riana. Lita berpura tak melihat, Riana tampak sedikit puas. “Kalian bisa meninggalkanku sekarang. Aku ingin istirahat,” ucapnya melewati keduanya dan langsung masuk ke kamar Lita. “Jadi kapan barang-barangmu bisa dipindahkan? Secepatnya aku ingin mengganti dekorasi di kamar ini. suasananya terlihat membosankan.” Riana tampak mendelik dan mulutnya sudah siap meluncurkan u*****n, tapi Lita segera bersuara, “Secepatnya.” “Oke. Sekalian bilang pada pelayan untuk membawakan makan pagi untukku ke atas. Aku tak boleh sering-sering naik turun tangga,” tambah Olivia. “Kau bisa tinggal di kamar bawah demi kebaikan bayimu, kan?” sembur Riana. Olivia hanya melirik sejenak pada Riana, sama sekali tak terpengaruh dengan cibiran wanita itu dan menutup pintu kamar. “Kau lihat, kan?” Mata Riana membulat tak percaya. Kakinya sudah terangkat hendak menendang pintu yang langsung dicegah oleh Lita. “Biarkan saja, Riana,” kata Lita. “Itulah masalahmu, Lita. Kau terlalu baik pada siapa pun.” “Lalu apakah menurutmu aku akan menikah dengan Leo dan mengembalikan keutuhan keluarga kita jika aku memikirkan kepuasan diriku sendiri?” Riana terbungkam. Mulutnya membuka lalu menutup kembali. “Juga seharusnya kau yang menikah dengan Samuel.” Ekspresi wajah Riana seketika berubah sedih. Ia langsung merangkul Lita. “Oke, maafkan kata-kataku.” Lita tak mengangguk. Ingin mengatakan pada Riana bahwa ia tak pernah menyesali apa pun yang pernah terjadi padanya dan kakak tirinya itu tak perlu merasa bersalah. Entah kenapa kata-kata itu keluar, ia hanya merasa kesal pada Leo dan kekesalannya terlampias begitu saja. “Aku hanya mengkhawatirkanmu. Aku tak suka melihatmu diperlakukan seperti itu olehnya. Kau tahu aku sangat peduli padamu, kan?” Lita mendesah palan, mengurai rangkulan Riana dan mengangguk. “Lupakan kata-kataku.” Riana menggeleng. “Aku tak pernah lupa apa yang telah kaulakukan untukku. Juga untuk Leo dan ayahku. Kami tak bisa membayangkan akan jadi apa jika ayah tidak bertemu dengan ibumu yang sangat menyayangiku dan Leo seperti menyayangimu. Tanpa membeda-bedakan kita bertiga.” Lita hanya diam. Sejujurnya keluarga Riana juga telah memberi banyak hal untuknya dan mamanya. Masa kecilnya tak kesepian karena Leo dan banyak hal indah yang ia lalu dalam keluarga ini. Meski pernikahannya dan Samuel terjadi karena perjodohan yang seharusnya diperuntukkan Riana. Saat itu pun dia juga tak keberatan dengan pernikahan tersebut. Berpikir mungkin Samuel adalah sosok suami yang telah dicarinya selama ini. Tak dipungkiri, ia sudah jatuh hati pada pria itu pada pandangan pertama. Pria lembut, tampan, dan memperlakukan wanita dengan sangat lembut. Tanpa menyangka bahwa itu hanyalah topeng yang diperlihatkan Samuel saat di depan kedua orang tuanya. “Tapi percayalah, Lita. Orang seperti dia tak layak mendapatkan sedikit pun kebaikanmu. Kau harus berhati-hati padanya. Leo tak pernah salah memperlakukan seseorang seperti seharusnya.” Leo sudah berubah, batin Lita. Dan ia tak berminat membahas Leo dan Olivia lagi. “Aku harus turun.” 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD