Bab 34

1838 Words
Zeline kembali masuk ke dalam kamar milik Kinara. Untuk sesaat Zeline terpaku di ambang pintu, menatap seluruh ruang kamar yang ukurannya jauh lebih kecil dari kamar mandi di kamarnya. Sejujurnya Zeline sama sekali tidak keberatan dengan kehidupan sederhana yang dimiliki oleh Kinara, Zeline sangat menikmati segalanya, namun malam hari terasa sangat berat untuk dilalui. Setelah bekerja sepanjang hari, biasanya Zeline akan menghabiskan waktu untuk melakukan perawatan kulit dan pijat kepala, atau dia juga bisa pergi ke perpustakaan di rumahnya untuk menenangkan pikiran. Tapi di rumah Kinara tidak ada fasilitas semacam itu. Bahkan untuk mandi air hangat saja, ibunya Kinara harus memasak air panas terlebih dahulu. Zeline tidak ingin membuat wanita itu kerepotan, jadi dia memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Rumah Kinara memang tidak besar, beberapa ruangan di dalam rumah itu juga kurang layak untuk ditinggali, tapi entah kenapa Zeline merasa nyaman ketika tinggal di rumah ini. Rasanya seperti tidak ada waktu untuk kesepian. Ayah dan ibunya selalu bergantian untuk berbicara dengannya seakan mereka tidak pernah kehabisan topik pembicaraan. Zeline melihat dengan jelas jika mereka bahagia ketika berbicara dengannya, oleh sebab itu Zeline juga menikmati pembicaraan mereka. Hingga tanpa terasa, waktu berjalan dengan sangat cepat. Mau tidak mau Zeline harus kembali ke kamar Kinara untuk istirahat hingga besok pagi. Masalahnya, Zeline sudah sempat berbaring di ranjang Kinara setelah ia selesai manding, dan punggungnya langsung terasa pegal. Zeline tidak ingin merendahkan atau menghina kamar Kinara, tapi pada kenyataannya Zeline memang merasa tidak nyaman jika harus tidur di ranjang tersebut. “Kinara? Ada apa?” Zeline menolehkan kepalanya dengan cepat dan menatap ayahnya Kinara dengan senyuman manis. “Tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang tidak mengantuk..” Jawab Zeline. “Tidak mengantuk?” Zeline menganggukkan kepalanya. “Kalau begitu.. bisakah kita bicara? Ibumu sudah tidur, sepertinya dia kelelahan. Tapi ada sesuatu yang ingin ayah bicarakan denganmu. Ini tentang uang tempo hari..” Seketika itu juga Zeline menyesal karena mengatakan jika ia tidak mengantuk. Pembicaraan dengan ayahnya Kinara memang terasa menyenangkan, tapi jika harus membicarakan hal serius yang tidak Zeline pahami, bisa-bisa ayahnya Kinara merasa curiga. Tapi jika Zeline menolak, ia takut membuat ayah Kinara merasa tersinggung. Saat ini Zeline sedang berada di posisi sulit. “Tentu..” Zeline menjawab dengan ragu. *** “Mengenai uang p********n pemeriksaanmu, ayah akan berusaha untuk mengembalikannya.” Zeline mengangkat kepalanya, menatap ayah Kinara dengan kebingungan. Bukankah tadi mereka sudah membicarakan hal ini? “Ayah, mereka sama sekali tidak keberatan jika aku tidak membayar uang itu..” Zeline mencoba menjelaskan dengan tenang. Kinara sepertinya sangat ingin membayar hutang biaya pemeriksaan tersebut hingga orang tuanya bertekat untuk tetap membayar biaya pemeriksaan. Uang sebesar tujuh juta bukanlah jumlah yang terlalu besar untuk Zeline. Tanpa bermaksud merendahkan atau meremehkan, tapi kalaupun yang itu dikembalikan, maka tidak ada berpengaruh pada kehidupan Zeline. Lagipula sekarang ia sudah memiliki kehidupan Kinara, sepertinya tidak ada lagi hal yang diinginkan oleh Zeline. “Tapi itu akan membuatmu merasa tidak nyaman. Lagipula ayah merasa jika mereka pasti juga—” “Ayah, sudahlah, jangan mengkhawatirkan hal itu. Mereka sama sekali tidak keberatan.” “Lalu kenapa mereka tidak pernah datang ke sini lagi? Kamu melarang mereka datang berkunjung?” Zeline bergeming, untuk sesaat ia juga memikirkan hal yang sama. Kenapa Dareen dan Kinara—Dareen dan Zeline tidak pernah datang berkunjung ke sini? Apakah Kinara sedang berusaha untuk menghindarinya? “Kalian bertengkar?” Zeline menggelengkan kepalanya. Selama ini Dareen jarang mengajak Zeline mengunjungi Kinara, justru Zeline yang lebih sering mengajak pria itu. Dareen tipe orang yang ramah tapi juga tidak terlalu suka mencampuri kehidupan orang lain. Ketika Kinara menolak bantuan Zeline dan Dareen pada saat mereka akan datang ke rumah sakit, sejak saat itu Dareen mengatakan jika lebih baik mereka sedikit menjauh dari Kinara. Menurut Dareen Kinara merasa tidak nyaman dengan keberadaan mereka. Zeline menghargai pendapat Dareen, jadi dia berhenti mengajak Dareen mengunjungi Kinara. “Kamu menangis?” Zeline segera mengusap air matanya. Ketika mengingat tentang Dareen, Zeline tidak bisa menahan kesedihannya. Memang benar jika Zeline tidak menikmati kehidupannya. Dia lelah dengan jam-jam panjang yang ia habiskan untuk melakukan pemotretan. Selain itu, Zeline juga merasa kecewa dengan kedua orang tuanya. Sejak awal mendengar kabar perceraian mereka, Zeline memang tampak selalu mendukung keputusan yang dibuat oleh kedua orang tuanya. Zeline memahami bagaimana sulitnya keadaan ibunya setelah ia mengetahui penghianatan ayahnya, oleh sebab itu Zeline tidak pernah mengungkit alasan perceraian mereka. Zeline hanya selalu diam, dia mengikuti apapun yang direncanakan oleh orang tuanya. Namun kadang Zeline merasa lelah dengan semuanya. Zeline terlampau lelah hingga tidak tahu lagi harus melakukan apa. Lalu tiba-tiba ia mendapatkan kesempatan untuk menukar kehidupannya dengan Kinara. Memang terasa sangat membingungkan, tapi Zeline menikmati kehidupan barunya. Menjadi Kinara tidak semudah yang Zeline kira. Ia harus bekerja keras sepanjang hari untuk menghasilkan uang yang jumlahnya sangat sedikit, Zeline harus menyesuaikan diri dengan gaya hidup keluarga Kinara yang sangat sederhana, dia juga harus mandi kamar mandi yang jauh dari kata layak, tapi Zeline menikmati semua ini. Zeline merasa senang karena akhirnya dia bisa menikmati waktu untuk mengobrol dengan anggota keluarganya, dia bisa makan tanpa perlu khawatir pada kenaikan berat badan, dia bisa tersenyum dan tertawa lepas tanpa takut pada paparazi yang mengintai kehidupan pribadinya. Namun di balik semua kesenangan itu, Zeline merindukan Dareen. “Apa yang terjadi? Mereka mengatakan hal buruk kepadamu?” Ayahnya Kinara kembali berbicara. “Tidak, tentu saja tidak. Mereka orang yang baik..” Zeline menjawab sambil tersenyum. “Aku hanya merasa emosional setelah bekerja sepanjang hari.” “Maaf karena membuatmu harus bekerja sepanjang hari, Kinara.” Zeline segera menghapus air matanya yang kembali menetes. Ia juga menggelengkan kepala ketika mendengarkan permintaan maaf dari ayahnya Kinara. “Aku sudah dewasa, wajar jika aku harus bekerja. Ayah tidak perlu khawatir..” Zeline mencoba untuk tersenyum. Ayahnya Kinara menghela napas panjang. Dalam sorot matanya, Zeline bisa melihat ada sebuah beban yang masih ia sembunyikan. Pria itu seakan berusaha terlihat baik-baik saja padahal saat ini ia sedang merasa rapuh. “Ada apa, ayah?” Tanya Zeline. “Mulai sekarang kamu tidak perlu memikirkan tentang hutang. Biarkan ayah yang mengurus hutang tersebut. Bagaimanapun caranya, ayah akan bekerja keras untuk memenuhi p********n hutang kita.” Zeline mengernyitkan dahinya. Hutang apa lagi yang sedang dibicarakan oleh ayahnya Kinara? “Dareen dan Zeline tidak akan menerima p********n—” “Bukan hutang kepada mereka, tapi hutang kepada renternir.” Zeline termenung. Keluarga Kinara memiliki hutang kepada renternir? “Ayah tahu kamu akan marah jika ayah membicarakan tentang hutang. Tapi ayah lihat hari ini suasana hatimu sedang baik, jadi ayah memutuskan untuk mencoba berbicara denganmu.” Zeline masih tetap terdiam. Ia mendengarkan dengan seksama mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Kinara. Memiliki hutang adalah hal yang wajar, sekalipun dibesarkan oleh orang tua yang kaya, Zeline terbiasa dengan sistem hutang di bank, namun mengambil hutang dari renternir adalah suatu hal yang akan mendatangkan masalah besar. Zeline tahu betapa sulitnya keluar dari jeratan renternir. “Uang yang kamu dapatkan dari toko di pasar, itu adalah uangmu. Simpan uang itu baik-baik agar suatu saat kamu bisa menggunakannya untuk membiayai hidupmu sendiri. Jika kamu lelah bekerja, jangan terlalu memaksakan diri. Dalam satu hari kamu tidak harus selalu mendapatkan pembeli.” Zeline semakin termenung, ia merasa terharu dengan nasehat yang diberikan oleh ayahnya Kinara. Jarang ada orang tua yang mendukung anaknya untuk mulai mengurangi ambisi mereka. Kebanyakan orang tua memberikan tekanan dengan dalih nasehat. Mereka mengatakan jika orang tua pasti menginginkan hal yang terbaik untuk anak mereka sehingga setiap anak harus mengikuti nasehat orang tua. Zeline setuju dengan poin bahwa orang tua menginginkan hal yang terbaik, namun tidak ada satupun orang yang tahu mana yang terbaik untuknya selain orang itu sendiri. Orang tua tidak selalu benar dan anak tidak selalu salah. “Bagaimana jika hutang kita semakin banyak? Berapa jumlah uang yang harus kita bayar setiap bulan?” Tanya Zeline. “Sudahlah, kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Seperti yang sudah ayah katakan, membayar hutang adalah tanggung jawab ayah. Kalimatmu beberapa hari lalu masih teringat jelas di pikiran ayah, terima kasih karena sudah mengingatkan ayah, Kinara..” Ayahnya Kinara mengulurkan tangan dan mengusap kepala Zeline dengan pelan. Apa? Apa yang Kinara katakan kepaa ayahnya? “Memang benar jika menjadi ayah bukan hal yang mudah, tapi menjadi juga bukan hal yang mudah. Belakangan ini ayah baru menyadari hal itu. Maaf karena sering membuatmu terbeban dengan masalah ekonomi keluarga..” Zeline merasa jika matanya memanas. Untuk seorang pria yang memegang tanggung jawab sebagai kepala keluarga, ucapan maaf yang kali ini ia ucapkan benar-benar membuat hati Zeline tersentuh. “Seharusnya ayah mampu memberikan kehidupan yang baik untukmu, tapi ayah tidak memilih seperti apa ayah dilahirkan. Kamu juga demikian.. Jika boleh memilih, kamu pasti memilih dilahirkan sebagai Zeline, bukan? Ayah melihat dengan jelas jika kamu sering menatapnya dengan pandangan kagu.” Zeline merasa tercekat. Ia tidak pernah memperhatikan cara Kinara menatapnya. Benarkah selama ini Kinara ingin mendapatkan kehidupan seperti dirinya? Lalu secara tidak sengaja Zeline juga menginginkan kehidupan Kinara. Mereka memang dua orang yang tidak tahu bagaimana caranya bersyukur. “Ayah merasa terkesan dengan perubahanmu, Kinara. Sekalipun membuay ayah dan ibu merasa terkejut, kamu sekarang berubah menjadi perempuan yang sangat baik.” Ayahnya Kinara tersenyum dan kembali mengusap kepala Zeline. “Apakah aku terlihat aneh, ayah?” Tanya Zeline. Jujur saja Zeline ingin mendengarkan penilaian orang lain mengenai dirinya. Zeline tidak tahu bagaimana dia harus bersikap seperti Kinara, beberapa kali ia mendengar komentar mengenai sikap dan sifatnya yang berubah drastis. Dan Zeline selalu panik ketika ada yang mengatakan jika ia terlihat berbeda. “Ayah tidak pernah melihatmu setenang ini sebelumnya..” Komentar tersebut semakin membuat Zeline overthingking. Jadi seharian ini semua orang yang mengenal Kinara menganggap sikapnya sangat aneh? Zeline tidak bisa membayangkan bagaimana caranya menjalani hari-hari sebagai Kinara. Jujur saja Zeline mulai menikmati kehidupan sederhana keluarga Kinara yang terasa sangat menyenangkan. Tapi jika semua orang menganggapnya aneh, Zeline tidak yakin jika penyamarannya akan bertahan lama. Jujur saja Zeline juga tidak tahu apa yang akan terjadi jika penyamarannya terbongkar. Hal seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya, Zeline tidak pernah mendengarkan pengalaman pertukaran jiwa seperti yang ia alami saat ini. Atau mungkin ada beberapa orang yang pernah mengalaminya tapi mereka memutuskan untuk menyembunyikan pengalaman mereka? Pikiran Zeline terlalu sulit untuk memahami bagaimana konsep pertukaran kehidupan yang ia alami dengan Kinara. “Apakah aku terlihat aneh?” Zeline kembali bertanya. “Tentu saja tidak. Kamu terlihat tenang, itu membuat kami merasa asing. Tapi kami sangat menyukai perubahanmu saat ini.” Ayahnya Kinara kembali tersenyum. “Tapi kamu juga harus taku jika ayah dan ibu menyukaimu apa adanya. Baik saat kamu tenang ataupun saat kamu mulai bersikap seperti biasanya..” Pria itu menatap Zeline dengan tulus. Untuk yang kesekian kalinya Zeline harus menerima fakta bahwa selama ini orang tua Kinara menyayangi putri mereka bukan karena ia baik, tapi karena mereka memang menyayangi Kinara apa adanya. Dengan segala sikap dan sifat yang ia miliki, dengan segara baik dan buruk yang ia lakukan. Orang tua Kinara tidak pernah memandang siapa putrinya, tapi mereka selalu menyayangi Kinara. Akhirnya Zeline kembali menyadari jika sampai kapanpun ia tidak akan bisa memiliki kehidupan orang lain. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD