Bab 35

1640 Words
Tatapan mata Kinara tidak pernah bisa lepas dari Dareen yang sedang duduk di hadapannya. Pria itu menyuapi Kinara dengan semangkuk bubur yang diberikan oleh rumah sakit. Untuk beberapa hari ke depan, dokter menyarankan agar Kinara mengurangi makanan berat agar tidak mengganggu proses pemulihannya. Kinara diminta untuk mengkonsumsi buah, bubur, dan roti untuk sementara waktu. Mungkin bagi Zeline mengkonsumsi roti dan bubur sudah membuatnya kenyang sepanjang hari, tapi tidak dengan Kinara. Ia tidak akan pernah bisa merasa kenyang sebelum menghabiskan sepiring nasi. “Kamu benar-benar membuatku senang. Biasanya kamu tidak mungkin bisa menghabiskan semangkuk bubur. Jangankan semangkuk, saat sehat saja kamu tidak akan mungkin bisa menghabiskan setengahnya.” Dareen mengusap sudut bibir Kinara dengan lembut, pria itu juga memberikan beberapa vitamin dan obat yang harus diminum di pagi hari setelah ia selesai makan. Seperti yang sudah Dareen katakan sebelumnya, pria itu benar-benar tidak pernah meninggalkan ruangan perawatan barang hanya sedetik saja. Setelah pria itu kembali dari kantin rumah sakit kemarin malam, Dareen sama sekali tidak pernah meninggalkan Kinara. Sejujurnya Kinara merasa senang karena bisa melihat Dareen sepanjang waktu. Tapi entah kenapa hati Kinara merasa sesak setiap kali menatap pria itu. Dareen selalu menyadari perubahan sifat Zeline padahal selama berada di dekat pria itu, Kinara sudah berusaha untuk berbicara pelan dan besikap tenang seperti Zeline. Kepribadian Kinara benar-benar bertolak belakang dengan Zeline yang anggun dan penuh sopan santun. Kinara merasa sangat kesulitan karena ia harus membiasakan diri dalam waktu yang sangat singkat. “Ada apa, Zeline?” Dareen segera memijat bahu Kinara ketika ia hampir memuntahkan obat yang baru saja ia minum. Kinara tidak terbiasa meminum obat menggunakan air. Ketika sakit, ibunya akan menyiapkan pisang agar Kinara bisa menelan obatnya. Saat di hadapan Dareen, Kinara tidak ingin terlihat aneh. Jadi ketika pria itu memberikan segelas air, Kinara berusaha keras untuk menelan obat dan vitaminnya. Sepertinya Zeline terbiasa menelan obat menggunakan media air, sehingga Kinara tidak memiliki pilihan selain mencoba melakukan hal yang sama seperti yang Zeline lakukan. “Ak—aku.. aku tidak mengerti kenapa aku kesulitan menelan obat ini. Kurasa tenggorokanku masih belum sepenuhnya pulih.” Kinara berusaha untuk membuat alasan. Dareen kembali mengusap bahunya, berusaha untuk menenangkan Kinara dengan cara yang lembut. “Kamu mau aku memotong obat ini menjadi bagian yang lebih kecil?” Tanya Dareen. Kinara menatapnya dengan tidak yakin. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana jik Dareen merasa curiga dengan perubahan kekasihnya? “Kurasa aku tidak ingin minum obat untuk saat ini.” Kinara akhirnya memilih untuk menolak obat yang diberikan oleh Dareen. “Zeline, hari ini kita diizinkan pulang jika keadaanm sudah membaik. Agar kamu segera membaik, kamu harus meminum obat.” Penjelasan tersebut dikatakan dengan sangat lembut oleh Dareen. Kinara kembali terpana. Ia tidak pernah diperlakukan selembut ini oleh seorang pria. Rasanya sangat menyenangkan ketika mendapatkan perhatian dari sosok pria yang ia sukai. Dareen berhasil membuat Kinara kehilangan kata-kata. “Zeline.. Bagaimana jika kita mencoba sekali lagi?” Tanya Dareen sambil mengecup puncak kepalanya. Kinara memejamkan matanya, benar-benar mulai menikmati waktu yang ia habisakn bersama dengan Dareen. Tidak ada yang salah dengan kedekatan mereka, saat ini Kinara sedang menjadi Zeline, jadi wajar jika mereka berbicara seperti sepasang kekasih, bukan? “Dareen? Bisakah kamu memberiku pisang?” Tanya Kinara dengan sedikit ragu. “Pisang?” Dareen tampak kebingungan. “Aku ingin mencoba menelan obat menggunakan pisang. Bisakah kamu memberikan aku pisang?” Dareen benar-benar terlihat bingung ketika Kinara mengutarakan keinginannya. Tapi pria itu berusaha untuk mengendalikan ekspresinya dalam waktu yang sangat cepat. “Kita tidak memiliki buah pisang di sini, aku hanya membeli anggur dan jeruk. Baiklah, aku akan mencoba membeli buah pisang di sekitar rumah sakit. Tidak masalah jika aku meninggalkanmu sendirian?” Tanya Dareen. Kinara menganggukkan kepalanya dengan cepat. Bubur yang baru saja ia makan terasa sangat enak di lidahnya. Kinara tidak ingin memuntahkan makanan enak, jadi sebaiknya ia mengutarakan apa yang ia butuhkan. Lagipula, berapa kalipun Kinara mencoba, dia tidak akan pernah berhasil menelan obat mengunakan air. Kinara sudah sering mencoba ketika ia masih tinggal di rumah orang tuanya, dan selama ini dia tidak pernah berhasil. “Tidak masalah. Entah kenapa aku sedang ingin memakan pisang..” Kinara menambahkan alasan agar permintaannya terdngar masuk akal. “Wow, aku sangat suka dengan nafsu makanmu. Pertahankan kemajuan ini, Zeline!” Dareen tertawa sambil kembali mengusap kepalanya. Dari apa yang Kinara rasakan selama beberapa jam terakhir saat ia bersama dengan Dareen, sepertinya pria itu menyukai physical touch sebagai love language-nya. Kinara sebenarnya tidak terlalu keberatan dengan setiap sentuhan yang diberikan oleh Dareen, tapi ia hanya merasa sedikit tidak biasa. “Apakah terlihat aneh jika aku makan terlalu banyak?” Tanya Kinara. Dareen mengernyitkan dahinya sesaat. “Tidak ada yang aneh. Kenapa orang harus aneh karena nafsu makannya meningkat? Aku justru senang karena akhirnya kamu memiliki keinginan untuk memakan sesuatu. Biasanya kamu hanya akan duduk dengan tenang setiap kali kita berada di tempat makan, tanpa terlihat mengingkan sesuatu.” Kinara menundukkan kepalanya. Bagaimana dia bisa bersikap seperti itu? Kinara tidak pernah bisa menahan dirinya setiap kali berhadapan dengan makanan enak. Nafsu makannya sangat besar, apalagi jika menyangkut makanan mahal yang terlihat menarik. Mungkin selama ini Zeline bersikap tidak peduli pada makanan karena ia sudah terbiasa melihat dan merasakan berbagai makanan mahal, tapi Kinara tidak seperti itu. “Aku akan pergi sebentar, jika membutuhkan sesuatu kamu bisa menghubungiku.” “Dareen!” Kinara menarik pergelangan tangan Dareen untuk menghentikannya. “Ya?” Jari Kinara saling terpilin di dalam pangkuannya. Ia merasa ragu untuk mengutarakan sesuatu yang membuatnya merasa terganggu sejak kemarin. “Ada sesuatu yang kamu butuhkan?” Tanya Dareen. “Begini.. apakah kamu tahu password ponselku?” Kinara menekan rasa ragu di hatinya. Jika ia tidak bertanya, maka dia tidak akan pernah bisa menggunakan ponsel Zeline. “Password ponselmu?” Dareen terlihat kebingungan. “Tentu saja tidak. Untuk apa aku harus mengetahui password ponselmu?” Jadi Dareen dan Zeline tidak saling bertukar password ponsel meskipun mereka sepasang kekasih? “Apakah ada masalah?” Dareen mulai menatap Kinara dengan serius. “Ya, aku tidak bisa membuka ponsel itu karena aku melupakan passwordnya.” Kinara akhirnya memilih untuk menjelaskan kesulitannya. Tidak akan ada yang bisa membantu Kinara jika bukan Dareen. Sepertinya Zeline tidak memiliki teman dekat, dia juga tidak terlalu diperhatikan oleh orang tuanya. Satu-satunya orang yang bisa diandalkan adalah Dareen. “Bagaimana bisa kamu melupakan password ponselmu sendiri?” Dareen menampilkan ekspresi terkejut. Kinara mengendikkan bahunya. Tentu saja Kinara tidak lupa, dia hanya tidak tahu. “Maafkan aku.. ini cukup mengejutkan mengingat kamu adalah orang yang teliti dan selalu mengingat segala detail kecil dalam hidupmu.” Dareen terkekeh pelan. “Tapi jangan khawatir, aku akan mencoba memperbaiki ponselmu. Jika tidak bisa diperbaiki, mungkin kita bisa membeli ponsel yang baru. Apakah ada data penting di ponsel tersebut?” Kinara mengerjapkan matanya. Bagaimana bisa Dareen mengatakan dengan mudah jika mereka bisa membeli ponsel baru? Kinara mengenali merk ponsel Zeline, dia tahu seberapa mahal ponsel tersebut. Harganya hampir 30 juta rupiah, rasanya sangat berlebihan jika dia harus membeli ponsel yang baru. Tapi Kinara memang sangat membutuhkan ponsel untuk melakukan komunikasi. Ya, Kinara sadar jika dia sendiri tidak tahu akan berkomunikasi dengan siapa. Tapi manusia tidak bisa hidup tanpa ponsel, bukan? Apalagi sekarang Kinara sedang berada di tubuh Zeline. Sebagai seorang model terkenal, Zeline pasti aktif di media sosial. “Aku tahu jika kamu memiliki banyak data penting di ponsel itu. Baiklah, sebaiknya kita membeli ponsel baru setelah kamu sembuh. Biarkan ponsel itu tetap dalam keadaan terkunci, kamu bisa mencoba untuk mengingat passwordnya nanti.” Dareen tersenyum dengan santai. “Bagaimana mungkin kita bisa membeli ponsel baru?” Tanpa sadar Kinara menyuarakan isi pikirannya. “Kenapa tidak?” Dareen terkekeh ketika mendengarkan keluhan Kinara. Seketika itu juga Kinara menutup mulutnya. Seharusnya ia bisa mengendalikan mulutnya sendiri. “Maksudku, kenapa kita harus membeli ponsel baru jika ponselku masih bisa digunakan?” Tanya Kinara dengan tatapan kikuk. “Bagaimana bisa digunakan jika ponsel itu terkunci? Apakah kamu sudah mengingat passwordnya?” Kinara menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Mungkin untuk saat ini aku tidak perlu menggunakan ponsel. Aku tidak terlalu membutuhkan ponsel..” Kinara tertawa pelan. “Kamu sungguh tidak membutuhkan ponsel? Benarkah?” Kinara mengerjapkan matanya. Setiap jawaban yang ia berikan pasti selalu terdengar aneh bagi Dareen. Kinara tidak menanyakan apa saja yang harus ia lakukan selama ia menukar kehidupannya dengan Zeline. Kinara juga tidak tahu berapa lama ia akan menjadi Zeline, dan Zeline menjadi dirinya. Apakah pertukaran ini akan berlangsung selamanya atau hanya sementara waktu saja. Kinara juga tidak tahu apa saja persyaratan yang harus ia penuhi untuk mempertahankan penyamarannya. Saat ia terbangun sebagai Zeline, hanya ada satu hal yang terus terpikirkan di kepala Kinara, yaitu upaya untuk tetap menyembunyikan identitas dirinya. Tidak ada yang boleh tahu jika Zeline bukanlah Zeline yang sebenarnya, melainkan Kinara. Jika ada satu saja orang yang mengetahui identitasnya, maka semuanya akan semakin rumit. “Kurasa saat ini aku membutuhkan waktu untuk istirahat. Tidak masalah jika aku tidak memiliki ponsel untuk sementara waktu.” Jawab Kinara sambil tersenyum dengan tenang. Setelah memikirkan matang-matang mengenai jawaban yang harus ia berikan, Kinara memilih untuk menggunakan keadaan kesehatannya sebagai alasan. Jujur saja Kinara merasa sangat tidak rela jika harus membeli ponsel baru seharga puluhan juta. Ia memang hidup sebagai Zeline, tapi pemikirannya tetap akan berjalan sesuai dengan kehidupan Kinara yang sebelumnya. Lagipula, uang sebanyak itu bisa untuk membayar seluruh hutang ayahnya di renternir. Mereka bisa langsung melunasi hutang tanpa perlu membayar bunga dari hutang tersebut. Kinara memutar bola matanya dengan kesal. Untuk apa ia memikirkan hutang ayahnya? Saat ini Kinara bisa hidup bahagia sebagai Zeline tanpa perlu memikirkan masalah ekonomi keluarganya. “Baiklah, mungkin kamu memang harus mengurangi waktu dengan ponsel. Bagaimana jika kamu membatalkan semua jadwal pemoretan selama satu pekan ke depan? Sepertinya kamu membutuhkan waktu untuk istirahat.” Kinara tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dengan antusias. Sepertinya akan sangat menyenangkan jika ia tidak bertemu dengan Alina selama satu pekan kedepan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD