Hari kemarin sudah berlalu, dan Yerin menganggap semua itu telah selesai ketika Baek Hoon berkata, tak akan pernah ada anak manusia yang memanggilnya ayah kecuali anaknya dengan Yujin. Hati Yerin berkedut menyakitkan.
Yerin tidak baik-baik saja. Bahkan saat Yerin hendak beraksi dengan ambisi yang akan menghancurkan Baek Hoon, hati dan perasaannya yang akan Yerin leburkan, tapi saat mendengar suku kata yang kemarin Baek Hoon lontarkan, dia segan. Yerin memilih mundur perlahan.
Sebuah permainan yang Yerin anggap selesai bahkan sebelum dia memulainya. Game over. Yerin mengalah. Maka saat ini, pagi yang indah adalah pagi yang buruk bagi Yerin.
“Kenapa muntahmu masih berjalan sampai hari ini? Yerin, sudahkah kau periksa?” cemas Yujin.
Morning sickness yang menyebalkan. Gara-gara itu Yerin jadi lemah dan ketahuan sedang tak sehat oleh kembarannya.
Hoek!
Hanya itu respons Yerin. Yujin semakin dibuat panik olehnya. "Akhir-akhir ini aku merasakan hal yang tidak menyenangkan, apakah itu efek dari kesehatanmu yang menurun hingga akupun turut merasakannya?” Karena feeling antar kembaran itu menjadi hal paten yang bisa dipuji kebenaran kaitannya.
“Aku tidak apa-apa," gumam Yerin sambil membasuh sekitar mulutnya.
“Tapi setiap pagi aku selalu mendengar muntahanmu.” Yujin benar-benar khawatir.
Memejamkan sejenak kelopak matanya, Yerin bergumam, "Aku hanya lelah.”
Dan ketika itu mual kembali menerjang, saat di mana Yujin berkata, “Aku akan meminta Baek Hoon datang, hanya dia yang aku punya untuk membantumu.”
Mendengar satu nama itu, perut Yerin bergejolak hebat. Dia menggeleng tapi tak kuasa menghentikan tindakan Yujin, gadis buta itu begitu gesit saat meronggoh ponsel dalam saku celananya. Adalah keahlian Yujin dalam menekan tombol nomor 1 sebagai panggilan tercepat. Kepada Baek Hoon.
Dan Yerin merintih, menahan sakit hati serta ketidaksiapannya jika harus berhadapan dengan lelaki tersebut.
***
Mati sajalah kau keong racun! Merupakan rumpun kata yang tersusun apik dalam benak seorang Byun Baek Hoon. Tidak tahu dosa atau bukan, yang jelas Baek Hoon sangat mengaharapkan kesediaan Yerin dalam mengaborsi janinnya.
“Baiklah, aku akan ke sana," tutur Baek Hoon disertai senyum manisnya. Dia sedang berkomunikasi dengan sang pujaan, mana mungkin Baek Hoon cemberut ketika Yujin meneleponnya lebih dulu, meskipun isinya meminta bantuan untuk menolong Yerin, seseorang yang tak ingin Baek Hoon temui.
“Kenapa?" Oh, lupa! Ada Chan Yul. Baek Hoon melirik sahabatnya seraya mendengkus.
“Apa itu kabar buruk?” sebab Chan Yul melihat wajah kusut Baek Hoon saat panggilan terputus.
Well, mereka sedang dalam perjalanan menuju kantor. Chan Yul selalu mampir di kediaman keluarga Byun ketika pagi datang, dia numpang sarapan, karena Chan Yul hidup sebatang kara dengan harta berlimpah tapi bingung harus diapakan kekayaannya itu selain mengabdikannya kepada orang tua Baek Hoon yang telah dia anggap sebagai ibu dan ayahnya sendiri. Chan Yul bukan seseorang yang suka makan tanpa teman.
“Perempuan sialan itu!" misuh Baek Hoon.
“Yujin?"
Baek Hoon mendelik. Setir mobilnya Chan Yul banting ke kiri dan lurus mengikuti jalan raya. "Ah, ibu dari anakmu?” tebak Chan Yul sesantai berucap ‘aku punya mainan baru’.
Alhasil Baek Hoon mendengkus. Double s**t! Sungguh, dia tidak mencintai Yerin dan tidak akan pernah jatuh cinta kepada yang lain selain Yujin. Dia tipikal lelaki setia, anggap saja seperti itu. Keberengsekan yang tidak ingin Baek Hoon akui.
“Aku sudah menyuruhnya untuk gugurkan saja kandungan itu, tapi dia keras kepala dan malah membuatku pusing. Kau tahu? Aku memikirkannya nyaris siang malam! Bahkan ketika aku sedang bersama Yujin, yang kulihat selalu saja bayangan sembab wajah Yerin.”
Chan Yul melirik Baek Hoon melalui ekor matanya. Dia menangkap raut frustasi tiada terkira di sana, tapi Chan Yul merasa ada yang lain dari diri Baek Hoon.
“Kau mencintainya?”
“Demi langit dan bumi! Timpa aku dengan tiga anak laki-laki jika sampai itu terjadi. Chan, aku bahkan tidak berpikir dia menarik.”
Berlebihan. Mata sipit Baek Hoon sampai melotot ketika mengucapkannya. Yang ada Chan Yul terkekeh, “Lantas, kenapa kau memikirkannya?”
“Aku memikirkan Yujin!”
“Dan kau mengelak sesuatu yang jelas terlihat.” Chan Yul pandai membolak-balik kata. Baek Hoon menggeram, kenapa hari ini Chan Yul selalu benar?
“Jadi, menurutmu aku ini mencintainya?”
Kuda besi seaduhai Lamborghini terparkir rapi di depan sebuah bangunan megah. Chan Yul menghentikan laju kemudinya seraya berkata, “Itu yang kulihat.”
Mereka bertatapan. Namun, tak lama Baek Hoon memalingkan wajahnya. “Mereka sama,” Baek Hoon menjeda, mendesah, membuang napas panjang lalu lanjut berucap, “terkadang aku sulit membedakan mana cintaku? Tapi karena Yujin buta dan Yerin tidak, kupikir itulah yang menjadi pembeda. Yang hatiku pilih adalah Yujin, bukan kakaknya.”
“Tapi yang kau hamili itu Yerin, bukan adiknya." Selalu menohok. Baek Hoon kesal. Dia menatap tajam Chan Yul yang tak pernah membiarkannya menang dalam berucap.
“Ya sudahlah, jika kau berpikir kehamilan Yerin yang kau sebabkan itu mengganggu, maka biarkan aku yang diganggu.”
Baek Hoon terpekur. Chan Yul membuka sabuk pengamannya, lalu menepuk pundak Baek Hoon dua kali sambil berkata, "Kenalkan aku dengan Yerin secara resmi, aku siap menikahinya.”
Lantas, Chan Yul lengser menyisakan Baek Hoon sendiri dalam mobilnya. Ada perasaan tak rela yang datang, ada juga rasa mual yang menelusup dalam diri Baek Hoon. Karena sesungguhnya, mana mungkin seorang gay memutuskan dengan ringan bersedia menikahi seorang wanita?
***
Manusia itu sudah hilang akalnya. Yerin mendorong tubuh Yujin hingga gadis buta itu terpelanting dan terduduk di lantai dengan punggung membentur pintu. Bunyi pertemuan antar badan dan daun pintu terdengar memekakan.
Bukan tanpa alasan. Yerin menatap sayu wajah shock sang kembaran. "Kau pikir aku ini jalang?”
Ya. Itu yang jadi pertengkaran. Yerin refleks mengayunkan tangannya hingga melupakan fakta bahwa Yujin jauh lebih lemah ketimbang dirinya yang tengah hamil muda. Yujin berkata sesuatu yang sangat menyinggung macan betina dalam diri Yerin.
“A-aku--”
“Jangan katakan apa pun!" tekan Yerin. Dia merasa terluka saat di mana Yujin menyinggung soal pekerjaannya di kelab malam.
'Apa itu hasil dari kerja kerasmu? Yerin, bukannya apa-apa. Aku sudah curiga sejak awal, mungkin saja ada janin di rahimmu. Aku menyuruhmu untuk periksa dengan Baek Hoon, dia akan datang, dan kuharap yang kucemaskan bukan kebenaran. Kau bukan jalang, tapi aku merasa uang yang kau berikan selama ini itu haram.'
Boleh saja jika orang lain yang mengatakan itu, tapi Yujin tidak. Bahkan semua orang boleh mencaci atau menilai buruk lapangan kerjanya, namun sekali lagi … jangan Yujin.
Di saat Yerin susah payah, mati-matian mencari biaya untuk hidup adik dan ibunya, Yujin justru berkata demikian. Menurut kalian, salahkah jika Yerin melampaui batasan dengan mendorong tubuh Yujin ke belakang?
Hati Yerin sakit mendapat ketidakpercayaan itu dari adiknya. Hati Yerin sakit ketika Yujin mengira jerih payahnya adalah sesuatu yang haram. Lantas, apa kabar jika nanti Yerin ingin terbuka mengenai kehamilan di luar pernikahannya? Apakah Yujin juga akan mencap anaknya sebagai anak haram?
“Maaf.” Yujin menangis. Yerin mendengar isak tangisnya. Posisi mereka masih di kamar mandi, untungnya Yujin tidak cidera. Konon katanya, jatuh di toilet itu berbahaya. Dan Yerin dijatuhi rasa lega beriringan dengan rasa bersalahnya.
Yerin melongos. Ketika itu, netranya bersirobok dengan dia. Baek Hoon yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu kamar mandi, tatapan haus akan ‘memusnahkan’ berkobar berapi-api menghunus bola mata Yerin.
“KAU APAKAN GADISKU, HAH?!”
Yerin terkejut. Tapi dia sembunyikan, kaki Yerin bergetar samar. Yerin menatap Baek Hoon penuh luka. Sementara yang ditatap justru semakin memberinya duka.
“Jadi ini kelakuan aslimu kepada Yujin? Jadi seperti ini caramu saat marah? Melukai orang yang lemah.” Baek Hoon berdesis.
Bukankah seharusnya lelaki itu bercermin? Yerin mengepalkan tangannya. Ketahuilah, mood ibu hamil sering jatuh bangun, sangat sensitif dan berbahaya.
Baek Hoon membopong tubuh Yujin tanpa aba-aba. Yujin hanya tersedu dengan kepala menggeleng, seolah menegaskan ‘bukan salah Yerin’. Hanya saja Baek Hoon pikir dia telah membenci. Apa yang Yujin katakan tentang, “Yerin sakit. Tolong bantu dia, aku tidak apa-apa. Aku hanya terjatuh.” Tidak Baek Hoon dengarkan.
Pria itu melenggang, datang untuk membawa Yujin dan menyisakan Yerin sendiri dalam hening. Begitu saja, sepeninggalan mereka Yerin meluruh. Dia terduduk dramatis, tapi Yerin tidak akan membuat kisahnya sepicisan itu. Tidak akan.
Yerin hanya butuh istirahat, begitu lemas kakinya untuk diajak melangkah. Dia akan berpikir untuk menyusun rencana baru, melupakan soal ‘membuat Baek Hoon hancur’ dengan cara memikirkan ‘bagaimana agar aku bisa bahagia?’
***