3. What You Do?

2468 Words
“Sudahkah aku pantas menjadi seorang Ayah?” [Byun Baek Hoon] *** Ketika seorang lelaki datang hanya untuk mengacaukan, tentu saja, wanita mana yang mau dirusak sekalipun oleh pria tampan? Yang katanya mau bertanggung jawab, tapi yang ada setiap untai kata bermakna sebaliknya. Yerin rasa, Baek Hoon tak pantas mengambil alih anak yang sedang dikandung dalam rahimnya. Baek Hoon belum pantas untuk beralih peran, Baek Hoon belum mampu untuk ambil keputusan. Tapi Baek Hoon juga tidak salah, pikir Yerin. Sejak pertemuan kemarin Yerin menyibukkan diri dengan dunianya. Dia tak mungkin terus melihat wajah Yujin yang ujungnya akan teringat pada Baek Hoon, tapi sungguh sial sekali! Karena tiap bercermin, justru bayang-bayang lelaki yang menggagahinya itu terngiang semakin kuat, nyata. Bahwa Byun Baek Hoon telah berhasil membuahi sel telurnya. “Yerin, kau dengar aku tidak?” Refleks Yerin menoleh, dia terkesiap di tempat. Lupa jika di sampingnya ada Yujin yang mungkin sejak tadi sedang membahas tunangannya yang akan datang untuk meminang. “Maaf, kau bilang apa tadi?” Yujin mencebikkan bibirnya sejenak, namun secepat kilat matanya berbinar semangat. “Baek Hoon bilang hari ini aku akan dikenalkan kepada ibunya. Kau tahu kan jika aku baru kenal dengan ayahnya saja?” Ya, itu berita baik. Meski hati Yerin sakit mendengarnya. Yujin tersenyum. “Dan rencananya jika ibu sadar, Baek Hoon akan segera melamarku dan kami akan menikah.” “Sangat baik, dia pria yang bertanggung jawab terhadap ucapannya.” Walau dalam hati Yerin memaki, menyeret seluruh penghuni kebun binatang dan dia suguhkan atas nama Baek Hoon si pria k*****t. Padahal, awalnya Yerin merupakan orang nomor wahid yang mendukung hubungan sang adik dengan Baek Hoon. Tapi kini tidak lagi. Entahlah, egonya datang menguasai. Yerin merasa tersakiti. Namun melihat binar bahagia dalam diri Yujin, mana bisa Yerin tega merusaknya. Kemudian suara ketukan pintu menghentikan obrolan mereka. “Itu pasti Baek Hoon!” Semangat Yujin berkobar 45 seolah baru merdeka. “Amour!” Benar, itu Baek Hoon. Yerin menegang. Tubuhnya kaku beralasan. Tanpa sempat beranjak, sosok yang tak ingin dia lihat berdiri kaku menatapnya bersama tangan Yujin yang Baek Hoon genggam erat. “Aku siap, Baek. Kapan mau berangkat?” Bahkan untuk berkedip pun Baek Hoon sulit. Matanya tertuju pada seorang gadis cantik bermata sembab, tubuh kurus, dan wajah yang lebih pucat dari kemarin. Terakhir kali Baek Hoon melihatnya, Yerin terlihat lebih baik daripada sekarang. “Baek Hoon? Suara Yujin pun bagaikan angin lalu, tak mampu menyapa rungu. Baek Hoon membeku. Hoek! “Yerin?” Yujin alihkan pandangannya, padahal percuma, matanya tak berfungsi. Kau kah itu? Kau sakit?” Hoek! Yerin menggeram tertahan, mual sekali. Saat hendak berucap, gelenyar memuakkan terjadi dalam perutnya. Gejolak itu tak terelakkan, Yerin bekap kuat-kuat mulutnya dan berlari mengabaikan dua insan di depannya. Baek Hoon masih terdiam kaku. “Apa Yerin baik-baik saja?" tanya Yujin. Sampai detik di mana usapan tangan Yujin di lengannya menyeret kesadaran Baek Hoon, dia menoleh pada gadisnya sambil tersenyum, mencoba untuk mengabaikan Yerin. “Ya, tidak apa-apa. Yerin baik-baik saja.” “Tapi tadi sepertinya Yerin muntah-muntah.” Yujin cemas, bagaimanapun Yerin adalah kembarannya. Tapi Baek Hoon mensugesti diri, Yerin baik-baik saja. “Itu hanya … cari perhatian? Ya, sepertinya Yerin tak ingin ditinggalkan." Bahkan dengan tega Baek Hoon mengarang cerita. “Benarkah?” Satu kecupan Baek Hoon daratkan di pelipis gadisnya. Meski hati gundah gulana, Baek Hoon katakan, “Hm, jangan cemas. Dia baik-baik saja.” Kakak ipar yang tak sengaja aku cicipi, gumam Baek Hoon. Jadi, tidak apa-apa. Hanya morning sickness nanti juga sembuh sendiri, dalam hati Baek Hoon menyingkirkan rasa cemasnya. “Kita berangkat sekarang? Kau sudah siap, kan?” Yujin mengangguk. "Tapi aku ingin melihat keadaan Yerin, setidaknya mendengar langsung dari mulutnya.” “Sayang, kau tidak percaya padaku?” “Bukan begitu--” “Baiklah,” Baek Hoon mendesah, dia ada di kamar mandi. Ayo, aku temani! *** Kini Yerin melihat orang itu, ayah dari anaknya. Byun Baek Hoon. Hoek! Yerin muntah lagi, hanya melihatnya dicermin, melihat genggaman tangan Baek Hoon dengan Yujin, dan hanya melihat sosok itu sekilas. Tapi perut Yerin berontak memuntahkan seluruh isi dalam lambungnya. Ini menyiksa, tubuh Yerin bergetar. Kakinya lemas hingga Yerin topangkan tubuhnya dengan kedua tangan di wastafel. “Baek, antarkan Yerin ke rumah sakit!” Sangat cemas, Yujin tak bisa berbuat apa-apa selain meminta. Refleks Yerin berbalik, dia menatap Baek Hoon sekilas dan mual rasanya. Lalu cepat-cepat dialihkan kepada adiknya. “Hanya masuk angin, kau berlebihan Yujin.” “Tapi--” “Sungguh, aku tidak apa-apa." Bahkan Yerin berakting. Dia tersenyum, tertawa dan nada suaranya dibuat sesehat mungkin. Sementara tatapan Baek Hoon jatuh pada perut gadis itu. Ada desiran asing dalam darahnya, jantung Baek Hoon berdetak tak normal. Kenapa? Dia sedang tidak jatuh cinta pada gadis lain selain Yujin, tapi melihat perut rata Yerin, kenapa rasanya … seperti jatuh cinta lagi? “Kalian pergilah! Bukannya aku mengusir, tapi pasti Bibi Byun menunggu kehadiran calon menantunya.” Sambil terkekeh dan Yerin mendorong-dorong tubuh Yujin sampai Baek Hoon pun ikut terseret ke luar. Namun tak mudah, tiba-tiba tangan Baek Hoon yang nganggur mencengkram pergelangan Yerin. Hingga gadis itu menegang menghentikan aksinya. “Kita ke rumah sakit.” Itu yang Baek Hoon katakan, tapi terkesan lucu saat Yerin yang dengar. Sementara Yujin hanya diam. “Wajahmu pucat.” Baek Hoon tercekat. Yerin tertawa. “Ayolah, ini hal biasa, kau pun tahu itu.” Semakin Baek Hoon mendekat, semakin kuat serangan mual dalam perutnya. Yerin mundur dan mencoba melepaskan cengkraman di lengannya. Lalu tiba-tiba Yujin berkata, “Kita jadi berangkat, Baek? Atau di sini saja?” Entah harus bersyukur atau tidak, Yerin tak tahu. Hatinya berkedut ngilu. Tatapan Baek Hoon beralih pada gadisnya, dia lepaskan begitu saja cekalan tangannya dan lagi-lagi beralih penuh kepada Yujin-nya. Menatap Yerin sejenak sambil berucap, “Tentu saja jadi. Ibuku sudah menunggu, benar kata Yerin. Kita sebaiknya bergegas, berkenalan, lalu segera menikah agar tak ada lagi orang ketiga.” Ya. Orang ketiga. Mereka berlalu, pergi menyisakan Yerin sendiri dalam sengsara. Yerin bahkan sempat lupa, bahwa statusnya sudah menjadi orang ketiga. Dan akan selalu begitu. *** Izinkan Yerin untuk bercerita, di mulai dari kisah pertama tentang dia dan kembarannya. Yujin adalah gadis beruntung sekalipun Tuhan merampas penglihatannya. Di atas keberuntungan itu, telah hadir sosok Yerin yang mirip dengan Yujin tapi tidak dengan nasibnya. Selalu, orang-orang mengira bahwa dia adalah Yujin. Ketahuilah, pesona Yujin lebih kuat ketimbang dirinya. Sampai tiba di mana Yerin diperkosa atau mungkin nyaris terjadi suka-sama-suka jika saja Yerin tak mendengar siapa yang disebut saat bercinta. Namanya, Kim Yerin. Tapi saat itu Baek Hoon mengerang penuh gairah dengan silabel nama ‘Kim Yujin’. Mengingatnya, Yerin muntah tanpa henti. Dan entah bagaimana ceritanya, seseorang datang merangkul pundak Yerin sambil menepuk-nepuk tengkuknya. “Apa sangat mual?" Vokalnya begitu merdu, berat, dan syahdu. Tapi Yerin masih sibuk mengeluarkan seluruh isi lambungnya. “Pasti mual sekali.” Gumaman yang Yerin abaikan. Tangan besar itu kini memijat tengkuk Yerin dengan perlahan. Begitu selesai, Yerin limbung dan tubuh mungilnya terasa sangat kerdil saat dililit oleh tangan berotot seseorang. “Kita ke rumah sakit.” Yerin refleks mendorong orang itu, tapi tak mampu. “Kau siapa?” Yerin tidak perlu bertanya ‘bagaimana bisa ada di dalam rumahku’, karena lelaki itu menjawab dan menjelaskan segalanya lebih dulu. “Baek Hoon menyuruhku untuk datang kemari, bisa dikatakan dia sahabatku.” “Namamu?” Yang katanya, “Chan Yul, Park Chan Yul. Kau bisa mengandalkanku.” Menuntun Yerin hingga duduk di sofa dengan pria bernama Chan Yul itu yang menyuguhkan segelas air. Yerin menerimanya, melegutnya dan menaruhnya di meja. “Jadi, Baek Hoon menyuruhmu untuk merawatku?” Chan Yul mengangguk. “Dan anaknya.” Yerin tertegun. Seseorang sudah tahu tentang kondisinya yang berbadan dua. Baek Hoon memerintahkan pria lain untuk darah dagingnya sendiri. Apakah ada kemungkinan jika Baek Hoon akan menyuruh seorang lelaki menikahinya? Yerin bertanya-tanya, apa yang Baek Hoon lakukan? *** Terkadang Baek Hoon akan merasa bersalah. Namun, ada pula saatnya di mana Baek Hoon berperan menyalahkan. Saat itu harusnya dia bisa membedakan mana Yerin dan mana tunangannya. Sekalipun kembar, mereka berbeda. Dan harusnya Baek Hoon tidak menikmati malam persetubuhannya dengan Yerin, tapi hasrat lelaki tak bisa dia elak lagi. Yerin itu … apakah ada kata lain untuk menjabarkannya selain nikmat dan candu? Baek Hoon merasa bersalah karena itu. Di sisi lain, Baek Hoon menyalahkan Yerin atas segala yang terjadi hingga serumit ini. Coba saja jika Yerin tidak bodoh dan mengonsumsi pil kontrasepsi, pasti segumpal darah itu tak akan tumbuh. Bahkan Baek Hoon sudah menganjurkan, memberi keringanan untuk gugurkan kandungan, tapi Yerin terlalu keras kepala! Ketika Baek Hoon menawarkan diri untuk bertanggung jawab pun, Yerin bahkan menolak. Maunya apa gadis itu? Berlagak ingin jadi ibu tapi malah mempersulit keadaan. Baek Hoon mengguyar rambutnya kesal. Tidak mungkin dia menikahi dua wanita dari rahim yang sama, kan? Tak mungkin juga Baek Hoon meninggalkan Yujin, sementara sudah banyak harapan yang Baek Hoon berikan. Setiap wanita benci PHP, dan Baek Hoon bukan seseorang yang gemar memberi harapan palsu. Makanya, dia bersikeras untuk tetap bertahan dengan Yujin meskipun di rahim orang lain tumbuh darah dagingnya. Karena cinta butuh pengorbanan. Itulah prinsip Baek Hoon. Tapi tunggu, Baek Hoon tidak mencintai Yerin, kan? “Bagaimana menurutmu?” Baek Hoon tersentak, dia mengerjap. Seseorang tolong beritahu Baek Hoon tentang apa saja yang sudah Yujin katakan? “Baek, kau dengar aku?” “Maaf,” Baek Hoon merasa bersalah, tangannya dia ulurkan merapikan helai rambut Yujin ke belakang telinga. Rupanya sejak tadi mereka masih berdiam diri di dalam mobil. "Bisa kau ulangi? Aku hilang fokus tadi.” Yujin tersenyum, dia mengangguk. "Jika kita sudah menikah, jika ayah dan ibumu menyukaiku lalu menerima kekuranganku untuk pendamping hidup anaknya, bolehkah aku membawa Yerin dan ibuku untuk tinggal bersama kita? Maksudku--" “Tidak." Yujin terdiam. Baek Hoon memangkas habis kalimatnya, yang katanya, “Sayang, Yerin sudah dewasa. Kalau hanya ibu, aku setuju. Tapi, Yerin tidak.” Napas Baek Hoon tercekat, entah karena apa. “Ya, Yerin pasti punya kehidupannya sendiri ...” dengan anakku? Semakin sesak, Baek Hoon mencari-cari apa yang salah dalam dirinya. “Baiklah." Yujin membuang napas pelan. "Kau benar.” Mendengar itu, yang ada Baek Hoon tertohok. Bagian mana yang pantas disebut benar? *** Hingga malam hari tiba, ketika senja lewat dan matahari mulai lelah menyinari, bulan datang menggantikan. Selama itu pula, di rumah bobrok itu Yerin habiskan setengah harinya dengan orang asing. Park Chan Yul namanya. Katanya sahabat Baek Hoon. Dan katanya lagi, maksud kehadirannya di sini adalah untuk menjaganya serta si jabang yang merupakan anak dari k*****t Byun Baek Hoon. Astaga, Yerin bahkan muak mengingat nama itu. “Sudah merasa lebih baik?” Yerin melirik, ada Chan Yul yang datang membawa semangkuk bubur buatan tangannya. Pasalnya sejak siang tadi Yerin belum mendapatkan nutrisi, yang ada Yerin buang seluruh isi dalam perutnya. “Kau harus makan," kata Chan Yul. “Percuma, ujungnya pasti aku muntahkan.” Bersikeras, Chan Yul menyendokkan buburnya, membujuk Yerin agar sudi membuka mulut. “Pikirkan bayimu." Yerin menggeleng, sungguh mual! Bahkan rasanya dia ingin lari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan lambungnya. “Kau tidak suka bubur? Mungkin ada sesuatu yang kau inginkan? Aku akan berikan, katakan saja agar aku carikan sekarang.” Chan Yul sungguh kaya akan perhatian. Yerin terenyuh, sayangnya Baek Hoon datang tiba-tiba dalam pikiran. Yerin merutuk, kenapa mendadak ingin melihat pria laknat itu? “Boleh aku minta sesuatu?” “Katakan.” Chan Yul menaruh mangkuk buburnya di nakas. Yerin yang berselonjor kaki di ranjang, kini bersila. Duduk tegak menghadap Chan Yul yang sedang menatapnya. “Aku butuh bantuanmu," tukas Yerin. Chan Yul tersenyum. "Anything," begitu katanya. Hening sesaat, Yerin gunakan untuk berpikir. Seumur-umur Yerin tak pernah menuntut banyak hal, dia selalu mengalah dan jarang berbohong. Jika diizinkan, bolehkah sekali saja Yerin egois dan menuntut satu hal sekalipun penuh dusta? Untuk itu Yerin katakan, “Aku mau Baek Hoon.” *** Mustahil. Orang tua mana yang setuju anak semata wayangnya dikantetkan dengan orang buta? Tanpa mata, tak berharga. Itulah Kim Yujin di mata Tuan Byun yang paham betul pada kriteria menantu ideal istrinya. “Apa yang kau cari dari gadis cacat? Melihat wajahmu saja tidak bisa! Jangan berlagak ingin terikat dengannya, kau berniat memberiku mantu rusak?!” bentakan Tuan Byun untuk sang putra. Sebenarnya, Tuan Byun sangat ramah. Baik sekali ketika di depan Yujin, sampai-sampai Yujin terpesona dan merasa tersanjung, senang karena kekurangannya tak jadi masalah di keluarga besar sang pujaan. Namun sayang, Yujin salah. Berdiri, tak sengaja mendengar vokal Tuan Byun memarahi Baek Hoon di dalam ruangan. Yujin terdiam, genggaman pada tongkatnya menguat beralasan. “Dia cintaku! Aku hanya ingin Yujin, Ayah tak bisa membantah, siapa pun pilihanku itu hakku!” Mutlak. Baek Hoon balas membentak ayahnya. Sepertinya kedua belah pihak saling bersitegang. Yujin sampai merasa bersalah, dan di lubuk hatinya dia merasa kalah, mungkin harusnya dia menyerah … seperti saat awal Baek Hoon meminangnya. “Persetan dengan cinta! Memangnya kau bisa bercinta dengan gadis buta?! Jangan konyol, garis keturunanku tak boleh ada yang lahir dari manusia tanpa fungsi mata!” “Ayah!” Boleh saja kau berkencan dengannya, tapi tidak untuk hal yang seserius pernikahan! Terus seperti itu. Yujin tak ingin berlama-lama mendengarnya. Dia langkahkan kaki dengan tangan meraba, dan tongkat yang hilang guna sebab Yujin melipatnya, tak ada niatan untuk menimbulkan suara. Tapi, apakah cinta itu salah? Meskipun, percuma. Prang! Nyatanya ada sesuatu yang pecah. Yujin mematung, tercekat, dan ketakutan di tempat. *** “Kau gila?” “Aku ingin Baek Hoon menderita. Kurasa itu tindakan yang sangat waras," jawaban Yerin sambil terkekeh. Kini wanita hamil itu menghabiskan buburnya. Sejak punya pikiran yaitu membuat rencana jahat untuk Baek Hoon, begitu saja perut Yerin keroncongan. Merasa lapar dan nyaman dengan makanan. Sementara Chan Yul tak habis pikir. “Baek Hoon pasti murka saat tahu rencanamu.” “Makanya, jangan beritahu dia.” Yerin mengambil selembar tisu dan menyusut sekitar bibirnya. Mata bulat Chan Yul menatap geli sosok Yerin yang terlihat 180 derajat lebih riang ketimbang sebelumnya. “Kau tahu, mungkin saja rencanamu akan menyakiti hatinya? Menghancurkan perasaannya dan membuatnya benci padamu.” Namun, yang ada Yerin tersenyum. “Aku sangat menantikannya kalau begitu.” “Yerin, kau bisa menyesal." Lagi-lagi Yerin tersenyum, dia mengangguk dengan santai. “Aku sudah memperkirakannya.” Ya. Akan ada sesal di akhir tiap tindakan itu benar adanya. Dan Yerin sudah ambil keputusan, jika memang harus merasakan penyesalan, maka akan dia nikmati. Sebuah kisah yang Yerin awali, maka akan Yerin jalani. Untuk kali ini, biarkan dirinya menjadi peran utama. Sebuah kata-kata ‘aku bukan dia’ mungkin memang harus Yerin jejalkan kepada sosok Baek Hoon-nya. Garis bawahi, mulai detik ini Baek Hoon miliknya, pionnya dalam sebuah catur permainan. Hitam-putih kotak-kotak dalam persegi, itulah alasan mengapa cerita ini ada. Menjadi Rubah betina, memainkan adu domba, atau mengikuti jejak si kancil? Kira-kira mana yang Yerin pilih? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD