2. What Should I Do?

2437 Words
Terlepas dari rasa nyeri di hatinya, Yerin bersikap seolah tak pernah terjadi apa pun di antara dia dengan tunangan kembarannya. Bahkan Baek Hoon pun seperti itu. Sekalipun Baek Hoon sudah melihat jejak darah dalam sofa di kediamannya, dia tetap akan memanfaatkan kekeraskepalaannya bahwa itu bukan masalah. Tidak apa-apa, itu hanya sebuah noda perawan gadis kelab. Bisa saja awalnya Yerin memang bekerja sebagai bartender, namun seiring waktu berlalu semua itu dapat beralih profesi jadi mucikari. Iya, kan? Siapa yang tahu? Iya. Jadi, jangan cemaskan apa pun. Toh, Yerin pun tak akan menuntut tanggung jawabnya. Maka di sinilah Baek Hoon berada, di sebuah rumah sederhana milik kekasihnya. Baek Hoon tersenyum menyapa Kim Yujin. “Kau kah itu, Baek?” Meski tahu bila Yujin tak bisa melihat senyum indahnya, Baek Hoon tetap kibarkan lengkungan bibirnya. “Iya, ini aku.” Sambil berjalan mendekati lubang pintu, di sana Yujin berdiri dengan tongkatnya. Baek Hoon tak henti tersenyum, melupakan sejenak hal yang mengusik ketenangan otaknya. Sampai pandangan Baek Hoon bertubrukan dengan sosoknya. “Aku memakai makeup kali ini, Yerin yang meriasku. Apa aku cantik, Baek?” Yang ditanya membeku dalam diam. Baek Hoon melihat Yerin melintas di belakang tubuh kekasihnya, sempat bersirobok tatapan. Namun, cepat-cepat Yerin putuskan seolah tak pernah mengenal dirinya. Dan saat Yujin mempertanyakan akan kecantikannya, Baek Hoon bergumam dengan pandangan yang tak lepas dari kembaran kekasihnya. “Ya. Cantik." Absolutely beautiful. Kim Yerin memang cantik, Baek Hoon mengakuinya. “Terima kasih, Baek. Yerin memang pandai merias wajah orang, tapi tak handal jika merias wajahnya sendiri.” Ketika itu Baek Hoon sadari, yang harusnya dia sebut cantik adalah gadisnya sendiri. Bukan Kim Yerin. Demi menetralkan keanehan dalam dirinya, Baek Hoon berdeham. Dia meraih tangan Yujin dan mulai menggenggamnya. “Ayo kita berkencan!” Ucapan Baek Hoon sebagai akhiran. Dan mulai saat itu, setiap jamnya Baek Hoon selalu menghubungi Yujin, mengencani tunangannya tiga kali dalam seminggu, Baek Hoon bahkan sering berkunjung ke rumah Yujin. Berkali-kali lipat dari sebelumnya, hingga mengharuskan Yerin bertemu dengan sosok Byun Baek Hoon, manusia pertama yang tak ingin Yerin lihat wujudnya. *** Bumi berputar mengelilingi matahari. Sebagaimana waktu terus berganti. Yerin tidak membenci Baek Hoon, begitupun sebaliknya. Hanya saja tiap kali bertemu mereka bagai orang asing yang terjebak dalam mesin waktu. Hingga jarum jam terus mengelilingi angkanya, hari yang silih berganti menjadikan hitungan mengerikan dalam diri Yerin. Ini sudah lewat dua minggu sejak kejadian itu, dan selama itu pula Yerin rajin mengonsumsi pil kontrasepsi. Yerin tak pernah merasa dikhianati, tapi sepertinya dia mulai berteleportasi menjadi seorang pengkhianat. Ketika tahu kebahagiaan sang adik adalah tunangannya, Yerin malah merasakan sentuhan Baek Hoon lebih dulu daripada Yujin. Sampai di akhir bulan, Yerin belum mendapatkan tamu bulanannya. Itu bencana. Padahal Yerin hanya terlambat dua hari saat membeli pil pencegah kehamilan, dia terlena oleh kekecewaannya sendiri hingga melupakan hal sepenting itu. Memang bukan salahnya, tapi itu sudah terjadi, dan Yerin takut menjadi jahat di suatu hari. Sebab Yerin merasa sadar diri bahwa dia jatuh hati secepat ini. Bukan kepada Baek Hoon, melainkan kepada sang buah hati yang dokter kabarkan baru tumbuh sekitar dua mingguan. Detik itu Yerin membeku, dia terpaku oleh kabar gembira yang terdengar horor sekali dalam rungunya. “Selamat, Yerin. Kau berhasil mengandung anak pertamamu!” Bahkan dokter itu tersenyum. Yerin meringis. Bagaimana bisa beliau tersenyum manis di saat kabar berita yang dibawa membuat hatinya teriris? “Bisakah kita ulangi pemeriksaannya, Dok? Mungkin saja prediksimu salah kali ini, aku selalu meminum pil kontrasepsi sebelumnya.” Harapan hanya tinggal harapan. Zhang Yising, Dokter yang terkenal dengan lesung pipi dan keramahannya mengerutkan kening. Hasil tesku tak pernah salah, you know me so well, Yerin, tuturnya memperburuk suasana hati Yerin. Mereka adalah teman, namun di saat-saat seperti ini Yerin tak bisa sesantai Yising. Mata Yerin berkaca-kaca, tapi gadis itu tertawa seolah terjadi hal lucu. “Aku hamil?” tunjuknya pada diri sendiri. “Dua minggu lebih tepatnya," imbuh sang dokter. Bagus sekali! Sangat bagus, sebab Yerin semakin yakin bahwa dia telah menjadi pengkhianat kembarannya. Air mata Yerin luruh tak tertahankan. Melihat itu Yising panik. Dia curiga, sesuatu yang salah sudah terjadi. “Katakan, kau sudah menikah?” Tangis Yerin semakin pecah. Yising tak tega, dia mendekati teman sekolahnya dan menepuk pundak Yerin dengan sayang, berniat menenangkan. “Yerin, bagaimana mungkin? Aku tahu kau bukan seseorang yang mudah disentuh.” Yerin tersedu. Dua kata ‘harus bagaimana’ terngiang dalam benaknya. Bekerja di bar dengan membawa janin dalam perutnya lambat laun akan terlihat, itu buruk. Tinggal seatap dengan Yujin yang memang tak bisa melihat, namun jika usia kandungannya lebih dari 4 bulan, orang lain bisa melihat dan Yujin akan mendengar. Lalu, bagaimana kelak ketika melahirkan perlu biaya, sementara uangnya khusus Yerin tabungkan untuk sang ibu? Bayi itu hadir karena kesalahan, tapi haruskah Yerin musnahkan? Toh, Tak ada yang menginginkannya. Tapi, Yerin terlanjur sayang dengan makhluk yang Tuhan hadirkan dalam rahimnya. Mengapa secepat mengedipkan mata dia sudah jatuh cinta kepada janinnya? Namun, semudah membalikkan telapak tangan kenyataan pahit menampar hulu hatinya. Bayi itu tak ber-Ayah. “Aku harus bagaimana?” Adalah kalimat yang Yerin kumandangan dengan kepedihan yang dalam. Yising berikan sebuah pelukan, meski dia pun tak bisa berkata-kata. *** Hari itu adalah awal di mana Yerin akan berpura-pura. Tersenyum manis ketika orang-orang menyapa, meskipun ingin dia menangis dan berkata pada mereka bahwa hatinya sedang terluka. Berbicara seolah dunianya sedang berbunga, menunjukkan pada Yujin bahwa dia selalu ceria. Yujin yang tak akan melihat air matanya meski sudah jatuh saat Yerin melihat wajah adiknya, saat Yerin teringat dengan siapa gerangan yang sudah menghamilinya adalah dia … tunangan kembarannya. Yerin menjawab setiap untai kata Yujin yang bertanya padanya. Seperti “Apakah hari ini cerah?” “Apa harimu berjalan dengan baik?” “Apakah bekerja membuatmu lelah?” “Apa aku sudah benar mengambil keputusan? Baek Hoon akan melamarku, meski sempat aku tolak, tapi dia bersikuh bahwa semuanya akan baik-baik saja meski aku buta. Apa itu benar?” Semua pertanyaan itu Yerin jawab dengan nada gembira. "Hari ini sangat cerah, kau harus merasakan teriknya mentari menyapa kulitmu.” Yerin sembunyikan isak tangisnya dengan vokal menggebu, air mata yang jatuh Yerin biarkan. Lalu dia menjawab pertanyaan Yujin berikutnya disertai tawa rekayasa. “Sangat baik! Hariku sangat baik hingga aku tersenyum sepanjang jalan.” Meski kenyataan Yerin menangis selama perjalanan pulang dari rumah sakit. “Aku tak pernah merasa lelah, bekerja adalah bagian dari hidupku. Apalagi jika yang aku cari adalah uang untuk ibu dan adik kesayanganku.” Yerin tidak sepenuhnya berbohong, namun dia tak mungkin untuk berkata: sangat lelah hingga rasanya aku ingin menyerah. “Itu benar. Apa yang Baek Hoon katakan sangat benar, semuanya akan baik-baik saja.” Seolah mengatakan pada diri sendiri bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Yerin tersenyum miris setelahnya. Sementara Yujin terlihat sangat berbinar, dia bahagia hanya dengan mendengarnya. Meski buta, tapi Yujin seperti tak pernah merasa menderita. Dan mungkin, di sanalah letak bahagianya seorang Kim Yerin, cukup dengan melihat Yujin tertawa gembira maka Yerin akan melakukan hal yang sama. “Aku tidur lebih dulu, ya? Malam ini sepertinya aku akan cuti bekerja," kata Yerin setelahnya. Yujin mengangguk, “Istirahatlah, mimpi indah dan temukan jodohmu di sana.” Di alam mimpi yang bahkan Yerin benci karena tak bisa terlelap dengan benar. Liquid kepedihan selalu menghantui pejaman matanya. Yerin menangis sendirian, dalam bungkam dia terisak melampiaskan kejamnya takdir Tuhan. *** Hingga pagi menjelang. Yerin sudah banyak berpikir. Mulai dari rencana hidupnya yang kacau berharap bisa dia benahkan sedikit demi setitik. Sempat terlintas dalam renungan, aborsi adalah jalan terbaik untuk masa depan. Namun, ternyata tidak. Yerin pernah melihat sebagian wanita yang sulit mengandung, mereka begitu menginginkan seorang anak, tapi tak Tuhan beri. Dan giliran dia mendapatkannya semudah berdecih, maka Yerin mengambil putusan bahwa kehamilannya akan dia pertahankan. Tuhan sudah mempercayainya meski dengan jalan yang salah, namun bagaimanapun segumpal darah itu tidaklah berdosa. Jadi, Yerin tak akan mengutuk anaknya sebagai pusat dari segala bencana. Meskipun dunia akan mencapnya sebagai anak haram, tak ber-Ayah. Maka Yerin akan berteriak pada semesta, menentang lisan-lisan durhaka dengan menegaskan bahwa anak itu adalah anakku yang tak berdosa. Sekalipun kini, Baek Hoon sendiri yang berkata. “Gugurkan saja.” Yerin tertawa. Why he is so damn hell? “Apa aku mengizinkanmu untuk berargumen?” Yerin menyeruput teh hangatnya, dia sedang berada di kafe dekat rumah. Saat sebelumnya Yerin sendiri yang meminta Baek Hoon untuk bicara berdua. "Aku hanya ingin memberi tahumu, aku hamil.” Bagaimanapun Yerin butuh pengakuan, dia tak akan merahasiakannya kepada si pelaku, tapi Yerin berniat menutupinya dari pendengaran orang lain. Dan Baek Hoon terkekeh, “Lantas, untuk apa aku tahu? Bukankah kau tak akan menuntut apa pun dariku?" Sekali lagi, Yerin melegut lemon tea-nya. Dia menatap Baek Hoon lekat-lekat, menerima setiap ucapan yang pria Byun itu lontarkan. “Karena aku tidak menuntut tanggung jawabmu, aku ingin kau tahu lebih dulu dan dari apa yang kudengar, sepertinya kau sepakat untuk tidak mengacuhkan anak ini. Untuk itu aku meminta, jangan tinggalkan adikku selagi aku sibuk dengan anakku.” Kening Baek Hoon mengeryit, hatinya tecubit sakit. Saat Yerin berkata tanpa merasa perlu dirinya sebagai ayah dari janin itu. “Setelah empat bulan berlalu perutku akan membesar, aku hanya mengantisipasi agar tidak terjadi keterkejutan di pihakmu. Maka Yujin tak akan mendengar dan kau tak perlu bertanya-tanya anak siapa yang kukandung. Ini ketenangan yang kuberikan untukmu, Baek. Kau cukup diam.” Karena Yerin memang tidak mencintai Baek Hoon, atau mungkin belum? Wanita Kim itu nampak santai dengan mata bengkaknya yang Baek Hoon tahu semalaman Yerin pasti menangis mencari jalan keluar, hingga mendapatkan ide sekonyol ini. “Kalau tak ingin digugurkan, sebenarnya aku akan bertanggung jawab jika kau meminta.” Sebab Baek Hoon adalah lelaki yang menjunjung tinggi gengsi dan harga diri. "Lalu membiarkan Yujin merana? Tunangan tercintanya aku rebut secara paksa, ingin begitu?” sinis Yerin dalam berucap. Baek Hoon tertegun, dia sempat melupakan Yujin hanya karena segumpal janin. Baek Hoon mengklarifikasi kata-katanya, “Aku punya banyak uang, aku akan membiayai seluruh kebutuhanmu dan anak itu sampai dia lahir, setelahnya berikan saja padaku. Biarkan aku yang merawatnya bersama Yujin. Kau bisa hidup bebas, kita tak perlu menikah.” Yerin harap Tuhan tidak murka dengan lantunan menyakitkan dari Baek Hoon untuknya. Meski tidak cinta, tapi hati Yerin sakit mendengarnya. Dia merasa terbuang, tak berharga dan tak pantas bahagia. “Apa itu jalan terbaik?” Yerin sengaja mengecoh Baek Hoon dengan senyumannya seolah dia setuju, hingga Yerin melihat pancaran mata Baek Hoon yang berbinar menggebu. “Sangat baik. Masalah clear tanpa memakan banyak waktu.” Detik itu juga Yerin tahu, definisi biadab sesungguhnya ada dalam diri Baek Hoon. Maka Yerin bangkit menggertak keras sosok Baek Hoon dengan tatapan tajamnya. Menahan laju air mata adalah kegiatan Yerin akhir-akhir ini, dia tak pernah mengira akan berurusan dengan lelaki berengsek macam Baek Hoon. Dengan tegas Yerin berbicara, “Simpan saja tanggung jawabmu, aku tak sudi meminta, tekannya di setiap suku kata. Lantas berlalu meninggalkan lelaki durjana yang tak ingin Yerin sebut namanya. Hati ini mulai membenci, namun juga mencintai bagian dari sosoknya. Byun Baek Hoon, pria pertama dan terakhir yang ingin Yerin benci sepanjang usia. Bukannya Baek Hoon tak mau menerima fakta, bukannya Baek Hoon berniat menjadi lelaki buaya, hanya saja dia perlu berbicara, menahan tangan Yerin dan menariknya paksa ke dalam mobil. Yerin sudah berontak. Semua mata bahkan memandang mereka. Namun, Baek Hoon tak peduli. Dia hanya butuh Yerin untuk membicarakan masalah ini empat mata, bukan di kafe yang bisa saja ada telinga penguping. “Kita bicara di sini.” Di dalam mobil sport milik Baek Hoon yang sudah dikuci. Yerin berusaha bersikap santai, meski darahnya sudah mendidih dan ingin mencakar wajah Baek Hoon. "Apa lagi? Kupikir pembicaraan ini sudah selesai.” Yerin bersedekap d**a. Baek Hoon membuang napas pelan, “Kita membuat kesalahan hingga kau mengandung anakku.” Ingin sekali Yerin bilang: just you, I'm not! Tapi Yerin tetap bungkam. “Dan masalah ada padamu yang bodoh tak mau mengugurkan.” Mata Yerin memicing tajam. Pandai sekali Baek Hoon berucap, mungkin karena memang lidah tak bertulang. Lagi-lagi Baek Hoon katakan, “Aku tak bisa menikahimu secara terang-terangan, kau tahu aku hanya menyukai Yujin. Tidak mungkin juga aku meminangmu, sementara aku sudah memberi harapan penuh pada kembaranmu untuk menikah.” “Aku bahkan tidak memerlukan semua itu," tekan Yerin. Baek Hoon menggeleng. "Anakku butuh ayah, dia membutuhkan aku untuk tamengnya dari kekejaman lisan semesta." Dalam artian Baek Hoon pun berhak atas janin yang Yerin kandung, meski ingin sekali Baek Hoon membujuk wanita hamil itu untuk aborsi saja. “Kutegaskan sekali lagi, aku tak butuh tanggung jawab--” “Tapi anakku butuh, Yerin! Anakku memerlukanku sebagai ayahnya, lelaki yang sudah menghamili ibunya!” Baek Hoon kelepasan membetak. Yerin terdiam. Dia memalingkan wajahnya. Kenapa Baek Hoon seperti ini? Kenapa Baek Hoon menjadi seseorang yang tak bisa Yerin mengerti? “Kumohon,” vokal Baek Hoon melembut. Dia mengulurkan tangannya membimbing wajah Yerin agar bersitatap dengannya. "Jika tak ingin digugurkan, izinkan aku untuk bertanggung jawab.” Yerin tak sudi buka suara. Maka Baek Hoon terus yang berkata, “Aku memang berengsek, Yerin. Tapi si berengsek ini juga punya hati. Tidak mungkin aku membiarkan anakku dicaci, sementara aku ayahnya berdiri menjadi saksi caci maki tersebut. Kau pikir aku bisa tahan dengan itu?” Cepat-cepat Yerin menjawab, “Aku akan pergi jauh darimu, jangan cemaskan apa pun. Kau tak perlu menyaksikan caci maki anakmu." Sebab Yerin sudah bertekad untuk membuka lembaran baru, dia hanya perlu menyusun rencana. Namun, tak Baek Hoon izinkan. Lelaki itu menggeleng lagi, sampai kini kedua tangan Baek Hoon menggenggam telapak Yerin. Meremasnya lembut dan menatap penuh permohonan. “Apa kita bisa bersama? Tanpa harus aku melepas Yujin. Setidaknya, kau menjadi milikku sah di mata Agama, Negara tak perlu tahu. Bisakah?” Yerin tertohok mendengarnya. Sebuah ajakan status kelam yang Baek Hoon deklarasikan dengan mudah. Berkata seolah istri simpanan itu jabatannya sangat mulia. “Kau gila," desis Yerin. Dia melepaskan cekalan tangan Baek Hoon, menatap tajam lelaki itu dengan genangan air mata sambil berucap, "Pernahkah kau mendengar ini, Baek?" Yerin mengambil napas dalam, dia menghapus cepat air matanya yang jatuh dengan lancang dan melanjutkan ucapannya yang dijeda. "Mencintai dua hati mungkin bukan hal terlarang, karena perasaan tak bisa kau salahkan. Memang benar semesta mengizinkan poligami, tapi tidak dengan kau, aku, dan adikku. Tidakkah kau ingat cara menggunakan akal sehatmu?” Sesungguhnya Baek Hoon lupa bagaimana fungsi otak ketika menghadapi pilihan simalakama. Tinggalkan Yujin yang berarti lepaskan cintanya, atau merelakan pergi buah hatinya meski di masa depan dia akan bertemu dan berkenalan sebagai orang asing. “Buka pintunya," suara Yerin melemah. Baek Hoon menatap sedih wajah Yerin yang terlihat sedang menutupi luka di hati. Namun, Baek Hoon tak ingin menyerah. Sambil membuka kunci pintu Baek Hoon bertutur, “Pikirkanlah--” Yerin berteriak memangkasnya, “I won't, and will never do! Shut up your damn f*****g, Byun Baek Hoon!” Yerin tak sudi sekedar untuk mendengarkan lanjutan kalimat Baek Hoon yang selalu membuatnya nyeri. Yerin benar-benar merasa tak perlu berurusan dengan Baek Hoon lagi. Tapi sebelum pergi, Yerin tegaskan, “Aku hanya kakak iparmu yang tak sengaja kau cicipi. Status kita hanya itu.” Dan setelahnya Yerin benar-benar pergi meninggalkan Baek Hoon yang entah kenapa merasa sangat terluka. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD