"Dokter bagaimana keadaannya?" pekik Januar, saat dokter dari Unit Gawat Darurat keluar dari dua daun pintu besar yang tadinya tertutup rapat.
"Terdapat banyak lebam akibat pukulan benda tumpul di sekujur tubuh pasien, Pak. Saat ini dia sudah sadar, tapi terus menangis dan menjerit seperti orang ketakukan. Jadi kesimpulan saya..."
"Katakan, Dokter! Apa yang terjadi dengan calon Istriku, Dok? Ayo cepat kasih tau, Dok!" paksa Januar, ketika dokter jaga itu masih menggantungkan ucapannya.
Dengan helaan napas dalam dokter itu menjelaskan, "Maaf, Pak. Sepertinya pasien mengalami pelecehan seksual, sehingga menimbulkan goncangan dalam dirinya," dan dunia seorang Januar Arifin pun seakan runtuh seketika.
Namun itu tak menghentikan niatnya sama sekali untuk mendapatkan Saripah, karena memang Januar sangat tulus mencintainya.
"Astagfirullah, Jimmm... Kenapa bisa kayak gini, hah?! Kalo gitu Adek lu di mana sekarang?! Di manaaa...?!" histeris Mak Rapeah, yang datang ke kantor polisi bersama dengan Jennytha Junitha.
"Jimmy nggak tau, Mak. Handphone Jimmy kayaknya jatuh pas di keroyok satpam sama di manager b******n itu. Makanya Jimmy pinjem telepon kantor polisi ini buat hubungi handphone Jenny. Soalnya cuma nomor dia yang Jimmy hafal," sahut Jimmy semakin membuat Mak Rapeah berang.
"Terus lu tau dari mana kalo Saripah di perkosa, Jimmyyy...! Mana anak gueee.. !"
"Mak, sabar dulu. Istighfar, Mak. Sab--"
"Nggak bisa sabar! Nggak bisaaa...! Mana Saripah? Mana dia, Jimmyyy... Siapa yang bawa dia?!" teriak Mak Rapeah menepis tangan Jenny yang merangkul tubuhnya.
"Di bawa si Januar, Mak. Mungkin ke rumah sakit terdekat dari mall itu. Makanya Jimmy hubungi Jenny, karena emang cuma dia yang punya nomor handphone orang itu," sahut Jimmy yang sangat mengerti dengan keadaan ibunya.
"Kalo gitu lu cepat hubungi dia, Jen. Tanyain dia di mana sekarang, ya?" sahut Mak Rapeah yang lekas berbalik dan menatap ke arah sang menantu.
Maka secepat kilat Jenny mengambil ponsel dalam tas tangan yang tersampir di lengannya sejak tadi, dan mulai mencari nomor kontak Januar di sana.
"Halo, Bang! Abang bawa Ipah ke mana? Jenny ada di kantor polisi bareng Bang Jimmy sama Emak. Mau ke situ nih sekarang, Bang!" sahut Jenny, saat Januar sudah menyapanya.
"Gue ada di Rumah Sakit Mitra Keluarga, Jen. Maaf tadi nggak sempet bantuin Suami kamu yang dikeroyok satpam mall. Soalnya gue-- klik," dan Jimny segera mematikan panggilan telepon itu.
"Mak sama Saripah ke sana aja seorang, ya? Jimmy suruh polisi untuk ikut ke sana buat selidiki semuanya. Tapi Jimmy nggak bisa tinggalkan kantor polisi ini sekarang, karena bisa aja nanti si b******n itu lari sini," sahut Jimmy mengembalikan ponsel sang istri.
Secepat kilat ia kembali berbicara dengan Kasat Reskrim, tentang tindak kriminal yang memang masih berada duduk di hadapannya. Dengan tujuan agar perbuatan keji Denis Prasetyo segera diusut.
Jimmy sedikit lega karena abdi negara itu, adalah mantan teman sekolahnya saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Sehingga segala sesuatu dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Kendati Jimmy masih merasa sangat sakit akibat dikeroyok oleh dua satpam mall, tapi ia bersyukur ketika suara teriakannya masih di indahkan dan penjaga keamanan itu segera berbalik untuk memihak padanya.
Maka dari itu ia dapat dengan mudah membawa Denis Prasetyo ke Polres Depok. Namun tak bisa menampik jika goresan luka mendalam, kini tengah dirasakan oleh keluarga besarnya.
"Titip Emak gue, Jen. Tolong lakukan sesuatu pas Emak lagi histeris kayak tadi. Gue takut Emak bakalan pingsan pas ketemu Ipah nanti," bisiknya memeluk Jenny yang akan bersiap pergi dari kantor polisi.
"Mak Rapeah itu sudah jadi Ibuku juga, Bang. Tanpa Abang kasih tau, aku pasti akan lakukan apa pun yang aku bisa. Abang sabar dan jangan gegabah ngambil keputusan, ya? Pikirkan juga Ipah dan keluarga kita kalo sampai berita ini nanti heboh ke mana-mana. Batin Ipah pasti terguncang banget kalo orang-orang pada tahu dia diperkosa. Abang ngerti, kan?" sahut Jenny yang ikut berbisik di sana.
Jimmy menganggukkan kepala dan membiarkan ibu, istri serta dua orang petugas intel dari Polres Depok itu pergi berlalu hadapannya.
"Jadi begini, Jim. Gue nggak bisa asal aja tangkap orang kalo nggak ada barang bukti kayak begini," sahut Kasat Reskrim yang bernama Irfan Taufiq Azhari, setelah pintu ruangannya kembali tertutup.
"Tapi gue bawa saksi, Fan! Dua satpam itu juga masih ada di periksa sama anak buah lu, kan? Apalagi yang salah menurut lu?! Lu mau ngebelain penjahat itu?" kesal Jimmy membuang napas kasarnya di sana.
"Ini prosedur hukum, Jim! Bukan maksud gue mau ngebelain si pemerkosa itu. Tapi praduga tidak bersalah, harus dijunjung tinggi juga. Makanya gue ngomong kayak begini sama lu, soalnya gue ngerasa bersalah udah main penjarain itu orang aja. Untung ini tengah malam. Coba kalo besok? Pimpinan gue bisa marah. Itu yang bikin ketar ketir sekarang," jelas Kasat Reskrim tersebut.
"Iya, gue juga tau sama yang begituan. Makanya tadi gue suruh anak buah lu ikutan ke rumah sakit, kan? Jadi setelah mereka kembali, status si b******n itu bisa dinaikkan jadi tersangka. Bener, kan?" ujar Jimmy membakar ujung rokok filternya.
"Tapi lu sediakan pengacara aja deh mulai dari sekarang. Gue liat-liat, ya? Kayaknya bukan orang biasa tuh dia. Minta tolong aja sama bos lu yang kemarin kenalan sama gue pas kita ketemu di Tebet itu, kalo emang lu mau bawa kasus Adek lu ini ke ranah hukum," jelas Irfan, dan Jimmy pun mengangguk.
"Iya. Lu tenang aja kalo soal itu mah. Kalo matahari udah keluar, gue janji bakalan ke tempat si bos secepatnya," sahut Jimmy meyakinkan, "Tapi ya, Fan? Lu denger nggak tadi alasan tuh bocah sampai bisa perkosa Adek gue? Dia bilang itu karena cintanya ditolak sama Saripah, Fan. Dan sekarang gue kok jadi kepikiran sama perasaan Adek gue, kalo sampai semua keluarga pada tau ya? Stres berat gue, Fan! Rasanya pengen fly aja kayak dulu, biar bisa adem dikit," sekaligus mencurahkan isi hatinya di sana.
"Ck! Jangan tanya, Jim. Gue sendiri juga stres kalo ada di posisi elu! Sampai gue tendang 'kan tadi tuh orang di dalam sana? Tapi tetap aja dia mohon-mohon biar bisa nikahin Adek lu. Pake acara bilang mau membahagiakan lahir batin lagi! Setannn...! Tambah gue hajar deh dia!" ujar Kasat Reskrim itu, mengingatkan tentang perkataan Denis Prasetyo beberapa jam lalu.
Begitulah keadaannya. Manajer sebuah pusat perbelanjaan itu memang berjanji akan menikahi Saripah Waluyo, karena tindak pemerkosaan itu adalah senjata yang ia gunakan agar dapat menjadi Suami dari Adik si mantan preman.
Sayangnya Jimmy masih meragukan perkataan tersebut, sehingga ia tak mau meninggalkan kantor polisi barang sedikit pun.
"Tapi gue nggak ikhlas, Fan. Gue akui apa yang si bocah gila itu buat, emang hampir sama kayak gue," sahut Jimmy membuat sang polisi penasaran.
"Lha? Maksudnya apaan sih?" lalu segera bertanya.
"Yaelah. Lu kayak bocah aja! Ya, gitu deh. Kemarin itu gue juga paksain m***m ke bini gue. Soalnya gue kejar-kejar dia nolak terus. Tapi 'kan gue pake perasaan maksanya, Far. Pas udah sama-sama bugil, dia juga pasrah aja. Lu tau istilah jinak-jinak merpati, kan? Sampai akhirnya si Jenny jadi bini gue. Nah, kalo ini beda lagi 'kan ceritanya? Adek gue sampai pingsan, terus dibawa ke Rumah Sakit lagi sama cowok yang lagi pacaran sama dia. Gimana dong itu?" jelas Jimmy Waluyo.
Sayangnya si lawan bicara berpendapat lain, lalu mulai membawa Jimmy pada pembicaraan tentang surga dan neraka atas sikap sang mantan preman itu selama ini.
"Ngeles aja gue bilangin! Sekarang karma itu berlalu cepat, Bro! Makanya pikir sebelum pecahin perawannya anak gadis orang!"
"Sialan lu! Kenapa jadi nyalahin gue? Orang itu cewek-cewek pada pasrah kok pas gue perawanin. Enak aja lu bilang karma. Ya, bedalah. Awas lu ngomong kayak gitu lagi! Gue sunat lu dua kali!" dan perdebatan pun terjadi di antara mereka berdua.