Belva duduk bersimpuh di lantai. Memperhatikan wajah Virgo yang masih terlihat nyenyak dalam tidurnya.
Semalam belva mendengar ada suara mobil pergi menjauh, saat dia sudah hampir terlelap. Sekarang dia melihat Virgo sudah ada di sofa depan TV. Entah kapan dia sampai rumah lagi, yang jelas hingga pukul sembilan pagi, Virgo tak kunjung bangun.
Dia kelaparan. Meskipun sudah menghabiskan dua buah apel, dia tetap belum merasa kenyang. Jika saja dia bisa memasak, pasti tidak akan kelaparan menunggu Virgo bangun.
"Kakak?" panggil Virgo dengan suara pelan, dia takut jika laki-laki itu marah.
"Hah, aku lapar. Kakak harus cepat bangun!" Belva menyandarkan kepalanya di sofa. Menatap langit-langit ruangan itu hingga akhirnya kembali tertidur lagi. Sungguh malang.
___
Belva meringkuk membenahi posisi tidurnya. Tapi tunggu dulu, dia merasa empuk dan nyaman. Setelah semua yang dia alami, ini adalah tidurnya yang paling nyaman. Dia tidak bermimpi seperti biasanya.
Dia semakin bergelung menikmati kenyamanan. Tapi membuat orang lain tidak nyaman. Setiap gerakannya yang terus ingin menempel, Virgo sungguh menahan ketidaksukaannya itu.
Melihat bagaimana Belva begitu menyukai tidur di pelukannya. Dia tidak tega untuk membangunkannya. Wajah datarnya menggambarkan bagaimana dia menahan untuk tidak mendorongnya jauh.
Dia tadinya terkejut saat merasakan ada orang yang tiba-tiba menyesak di sampingnya. Sofanya terlalu kecil untuk menampung dua orang. Tapi Belva dengan mata terpejam memaksa, hingga mau tak mau Virgo yang berniat mendorongnya jadi urung.
Ting Ting
Virgo membuka matanya lebar-lebar. Dia agak mendorong Belva agar bisa bangkit berdiri. Menghampiri pintu depan, melihat melalui layar kecil siapa tamu yang sedang berkunjung.
Rupanya biru wajah Bian yang terpampang di sana. Virgo membuka pintunya dan berlalu ke kamar mandi, tanpa menunggu Bian masuk.
"Igo, Lo tega bener biarin anak kecil tidur di sofa!" Seperti biasa Bian dan protesnya.
"Kenapa, dia kan hanya menumpang! Bawa saja ke rumahmu kalau kasihan!" Virgo seakan tak peduli, padahal dia sudah cukup baik membiarkan Belva tidur di kamarnya semalam.
"Mana bisa. Lo tahu sendiri gue sering bawa cewek ke rumah. Gue gak mau kalau dia nanti liat adegan live enak-enak. Dosa!"
"t*i! Pake ngomong dosa segala Lo!" Virgo melemparkan bungkusan rokoknya ke pada Virgo.
Bian memungutnya. Memasukkan sampah bungkusan rokok di tempat sampah. Dia duduk di salah satu kursi meja pantry. Melihat Virgo yang terlihat lelah.
"Lo abis transaksi di mana? Gak ajak-ajak lagi!"
Virgo tidak merespon. Dia meletakkan secangkir kopi hangat di hadapan Bian. Mengetahui kekesalan Bian.
"Dadakan. Gue gak ada rencana terima malam tadi. Tapi barangnya malah udah di sana. Hampir keciduk polisi gue!" Bian menggeleng saja, polisi takut polisi.
Yah, Belva pasti tidak akan menebak jika orang yang menculiknya adalah polisi yang sudah berkecimpung di putaran n*****a, sejak beberapa tahun lalu. Membuatnya jadi mengenal banyak preman yang waktu itu Belva lihat di markas.
Bagaimana bisa? Tentu saja. Karena jadi p**************a memberikan banyak uang untuk Virgo.
"Lo udah cek identitas gadis itu?" Keduanya menoleh ke arah Belva yang masih terlihat nyenyak.
"Dia anak yatim piatu!" Satu kalimat yang membuat Bian agak terkejut.
Virgo menceritakan tentang keluarga Belva. Tidak sulit untuknya mengetahui informasi tersebut. Menjadi komandan dari kesatuan polisi yang dibawahinya. Dia bisa dengan mudah mengakses informasi apapun.
"Jadi, Lo bakal balikin dia?" Bian tahu, Belva tidak seharusnya ada di sini. Dia hanya korban tidak bersalah yang entah bagaimana bisa tertangkap anak buah Virgo.
"Enggak. Gue ada rencana lain. Masak gih!" Virgo tiba-tiba memerintah.
Bian tidak menolak. Dia mencari bahan di kulkas. Menemukan bongkahan daging beku. Mengeluarkan dan berniat memasaknya.
Belva mencium aroma enak. Dia menggeliatkan badannya. Kemudian membuka mata dan melihat dirinya terbaring di sofa.
Matanya mencari sang pemilik rumah. Tapi yang dia temukan malah Bian yang sedang memasak di sana. Kemana Virgo? Bukannya tadi dia menunggunya bangun. Perut laparnya mendorong Belva untuk mendekati pantry.
"Baru bangun, putri tidur. Kau mencium aroma dagingku ternyata!" Bian melihat Belva tidak lagi takut padanya.
"Kakak mau bikin steak, ya?" Belva memegang perutnya yang semakin lapar.
"Ya, kau suka?" Bian menampilkan senyum seperti sebelumnya.
Belva mengangguk antusias. Dia menunggu dengan sabar dan sesekali menjawab pertanyaan Bian. Laki-laki itu lebih santai dari pada Virgo. Jadi dia tidak begitu takut.
"Mandi dulu sana!" tegur seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Belva melihat tubuh Virgo yang hanya terbalut handuk di bagian pinggangnya. Hingga saat mata mereka bertubrukan, dia menerah malu, karena ketahuan melihat badan Virgo yang ternyata sangat atletis. Tidak Anda tonjolan lemak berlebih atau otot besar, tapi banyak tato di beberapa bagian kulitnya.
"Tapi aku gak punya baju ganti!" Belva saja, saat ini masih menggunakan baju Virgo tanpa dalaman.
"Pakai lagi pakaian milikmu. Ada di atas mesin cuci!" jawab Virgo sudah berlalu masuk ke kamarnya.
Belva menurut. Padahal dia sudah sangat lapar. Tapi jelas tidak berani membantah Virgo. Kakinya menjejaki lantai basah kamar mandi. Melihat bajua yang sudah terlipat rapi di sana, lengkap dengan dalaman miliknya.
"Mandinya jangan lama-lama kalau mau kebagian!" teriak Bian jahil, membuat Belva jadi terburu-buru.
"Lah, Lo mau ke kantor?" Bian melihat Virgo sudah dengan seragamnya.
"Titip rumah ya!" Virgo berlalu pergi membawa kunci mobilnya.
Bian melongo tak percaya. Artinya bukan hanya dititipi rumah, tapi penghuni lain yang ada di kamar mandi juga.
____
Belva makan dengan lahap, dia mengabaikan Bian yang masih terus menatapnya. Kadang Belva akan melirik ke arah pintu kamar Virgo.
"Apa masalahku seenak itu?" tanya Bian melihat Belva sampai benar-benar membersihkan nadi di piringnya.
"Sangat!" Belva menjawab dengan mulut penuh, berusaha tersenyum lebar menunjukkan rasa terimakasihnya.
"Aish, kau benar-benar anak SMA!" keluh Bian sambil tertawa meledek.
"Memang, aku bahkan saat ini menggunakan seragam!" Belva memprotes ledekan Bian.
Bian jadi terdiam. Dia jadi memikirkan sesuatu. Sepertinya nanti dia akan memberitahukan pada Virgo apa yang tengah dipikirkannya.
"Kau mencarinya?" Bian menebak karena Belva trus melihat ke arah pintu kamar.
"Dia sudah pergi!" jawab Bian melihat Belva mengangguk.
"Kapan?" tanya Belva, karena dia sama sekali tidak melihatnya pergi.
"Saat kau mandi. Buru-buru saja kau sangat lama. Apalagi jika tidak. Dasar wanita!" Bian mencibir dengan mimik wajah menyebalkan.
Belva melihatnya sama kesalnya, "Dasar laki-laki!"
Keduanya saling menyipitkan mata sebelum akhirnya Bian yang mengalah. Dia melihat ke arah lain.
"Gadis nakal!" ucapnya sangat pelan.
"Apa?" Belva tidak jelas mendengarnya.
"Apa?" balas Bian mendapatkan decakan dari Belva.
Bian tidak semenakutkan seperti saat pertama kali, masih dengan gaya santainya yang rapi, tapi tatapannya jauh lebih hangat.