42. Bisik-bisik Tetangga

1228 Words
Sepertinya musim hujan sudah habis, sudah tiga hari langit mulai cerah bahkan panas. Hari ini hari Senin, hari yang paling dibenci oleh kebanyakan siswa. Sebab hari liburnya terpaksa harus diakhiri, ditambah lagi dengan adanya upacara bendera. Lengkap sudah rasa enggan untuk pergi ke sekolah di hari Senin. Tulip terlihat lesu, tubuhnya disandarkan di kursi sepanjang perjalanan menuju ke sekolah. Melihat itu, tentu Aaron juga menjadi tidak nyaman. Penyebab Tulip seperti itu bukan karena hari Senin, melainkan Diaz. "Lip, masih kepikiran Diaz?" tanya Aaron. Tulip hanya mengangguk tanpa melihat ke arah kakaknya itu. Ia masih memandang ke luar jendela, memperhatikan setiap pohon yang terus datang dan kemudian pergi menjauh seiring dengan pergerakan mobilnya yang masih melaju. "Ada yang perlu aku sampein ke Diaz?" Aaron memberikan tawaran. "Gak usah, biarin aja," jawab Tulip pelan. "Udah dong! Jangan merasa bersalah karena kamu gak nerima dia! Kamu punya hak untuk menolak, jadi gak usah kepikiran yang enggak-enggak," ujar Aaron lagi. "Iya, Kak. Tetep aja rasanya gak nyaman," bantah Tulip lagi. "Memang Diaz ngehindar?" Tulip menggeleng. "Kak Diaz biasa aja, seolah gak terjadi apa-apa. Akunya sih yang agak canggung," jawab Tulip sembari mengubah posisi duduknya, kini ia menghadap ke arah Aaron. "Diaz yang ditolak aja bisa biasa aja tuh! Ayolah! Kalo Mama-Papa tau kamu kaya gini, kamu pasti kena marah. Apalagi sebentar lagi ada ulangan tengah semester, kan?" Aaron masih terus berusaha untuk membujuk. Tulip pun mengangguk pasrah. Keadaan akan semakin buruk jika Freya tahu masalah ini, bahkan mungkin Richard. Entahlah! Tibalah mereka di sekolah. Seperti biasa, mereka turun dari mobil yang sama, namun berjalan terpisah ke arah kelas. Kebetulan Valent juga baru datang, maka mereka pun jalan bersama. "Lesu amat, belum sarapan?" tanya Valent. "Hm? Enggak, udah kok," jawab Tulip seperlunya. Valent membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu. "Aku bawa ini, mau?" ujarnya menawarkan. "Apa itu?" Diberikannya bungkusan bulat kecil berwarna emas itu pada Tulip. "Coklat. Nenekku kemarin bawa itu, tapi kalo aku makan sendiri pasti habisnya bakal lama." "Ah gitu, makasih, ya!" ujar Tulip seraya membuka bungkusan itu. "Iya, sama-sama. Kalo beruntung, biasanya di dalemnya ada isiannya selai strawberry gitu." "Oh iya?" ujar Tulip bersemangat. Ia sangat suka dengan apapun yang memiliki rasa strawberry. Perlahan ia mengigit coklat yang sudah dibuka itu. Tak murni coklat, sebab di luarnya terdapat taburan kacang mede. "Hm, enak! Makasih, ya!" ujar Tulip senang. Ekspresinya kini berubah menjadi lebih ceria. Valent pun tersenyum melihat itu. "Iya, sama-sama. Nanti kalo nenekku bawa lagi, aku kasih ke kamu deh." "Jangan repot-repot ah! Kan, jadi enak!" jawab Tulip dengan candanya. Mood-nya sudah kembali secepat kilat. Aaron yang berjalan tak jauh dari mereka, ikut merasa senang karena adiknya sudah kembali tersenyum. 'Untung kamu masih dikelilingi temen-temen yang baik ya, Lip!' batin Aaron. Senyum Aaron perlahan memudar ketika seseorang yang tidak ia suka lewat diantara dirinya dan Tulip. Dengan santainya orang itu lewat. Ia tidak mengetahui keberadaan Aaron dan Tulip karena terlalu fokus dengan langkahnya tanpa menengok ke kanan-kiri. Aaron langsung membuang pandangannya, ia enggan melihat Felix. Walaupun sebenarnya kelas mereka bersebelahan, namun mereka jarang sekali bertemu atau sekedar saling melihat. Sebab keduanya adalah tipikal orang yang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kelas. "Eh, itu Kak Felix, kan?" bisik Valent. "Mana?" tanya Tulip semangat sembari mencari keberadaan si pemilik suara emas. Ia sudah lama tidak melihat Felix. Senyumnya mengembang tanpa dibuat-buat. Bahkan ia tidak mempermasalahkan lagi kalau memang Felix tak mau mengenalnya lagi. "Kamu suka sama Kak Felix, ya?" tanya Valent yang menyadari kalau Tulip sedang tersenyum. "Hah? Ih, ngada-ngada! Aku tuh ngefans sama dia tau!" ujar Tulip jujur, ia tidak malu untuk mengakui itu. "Oh iya? Karena badannya?" tanya Valent lagi. "Yeee! Itu mah si Naya!" bantah Tulip. "Aku suka sama suaranya. Kamu masih inget, kan, pas dia tampil waktu itu?" Valent mengangguk. "Hm ya-ya-ya, aku inget. Memang bagus banget sih suaranya. Kenapa dia gak jadi penyanyi aja, ya?" balas Valent yang juga mengakui keindahan suara Felix. "Entahlah, mungkin setelah lulus? Biar sekolahnya gak terganggu." "Hmm… bisa-bisa. Kalo dia jadi artis, pasti cepet naiknya. Visualnya mendukung soalnya." ujar Valent lagi. Sepertinya semua orang bisa melihat potensi yang ada di dalam diri Felix. Tulip mengangguk cepat, ia sangat setuju dengan pernyataan Valent. Kini mereka sudah sampai di kelas. Jam masuk masih setengah jam lagi, seperti biasa; Juan belum ada di bangkunya. Tas Naya sudah ada, namun pemiliknya entah pergi ke mana. "Naya kemana?" tanya Tulip pada Isabel yang kebetulan duduk di dekat mejanya. "Pergi sama temennya tadi, mungkin ke kantin," jawabnya. "Hm? Makasih, ya!" ucap Tulip. "Oke," balas Isabel seraya kembali mengobrol dengan Caty. Tulip meletakkan tasnya di dalam laci, lalu duduk di bangkunya. 'Tumben Naya pergi, sejak kapan dia punya temen lain selain anak kelas?' batin Tulip. Kemudian ia mengeluarkan buku paket serta perlengkapan lainnya dan meletakkannya di atas meja. Tak lama kemudian, Naya datang dengan wajah yang ceria seperti biasa. "Wah, ternyata kamu udah dateng," sambut Naya yang langsung duduk di sebelah Tulip. "Kamu dari mana?" tanya Tulip. "Ngumpulin tugas ke Kak Shendy tadi, daripada ntar siang ganggu jam istirahat, kan? Jadi mendingan kumpul sekarang," jawab Naya sembari mengeluarkan bukunya juga. "Oh, kok ngumpulnya gak di waktu ekskul?" "Gak tau juga, dia mintanya terakhir hari ini." "Hmm, gitu," jawab Tulip sambil mengangguk dan berusaha mengerti tanpa banyak bertanya lagi. "Eh, tau gak sih? Sekarang Kak Shendy tuh kaya jadi sensian gitu," ujar Naya memulai cerita. "Oh iya? Kenapa?" Tulip tertarik dengan cerita kali ini, sebab ia juga sudah beberapa kali berinteraksi langsung dengan Shendy. Naya pun mendekat dan berbisik di telinga Tulip, "Denger-denger, dia pernah negasin ke Kak Diaz, kalo dia udah berhenti buat ngejar. Terus dia juga minta biar Kak Diaz gak ganggu dia." "Hah? Kata siapa?" Tulip terkejut mendengar itu. "Sssttt! Jangan kuat-kuat!" larang Naya dengan telunjuk yang ia letakkan di depan bibirnya. "Sorry, kaget soalnya," jawab Tulip dengan suara yang juga ia pelankan. Naya berbisik lagi, namun kali ini tidak di telinga Tulip. Ia hanya mendekatkan posisi duduknya saja. "Ada beberapa anak yang liat langsung kejadian itu. Katanya sih udah bukan rahasia lagi kalo masalah Kak Shendy yang ngejar Kak Diaz, tapi yang bikin kaget ya karena dia berani negasin itu." "Aku speechless, antara kasian sama salut," jawab Tulip. "Sama! Aku juga! Hebat sih dia bisa setegas itu. Eh, tapi kasian juga karena banyak yang ngatain dia; dibilang gak punya harga dirilah; dibilang bod*hlah; pokoknya kasian." Naya terlihat sangat bersimpati pada Shendy. "Ya ampun, mungkin dia jadi sensi karena malu kali, ya? Padahal gak perlu malu, cewek tegas kaya gitu tuh langka," tambah Tulip juga. "Iya, langka. Gak seharusnya dia disia-siain," sambung Valent dari belakang. Kompak Tulip dan Naya langsung menengok. "Kok nyambung?" tanya Naya. "Kalian bisik-bisik, tapi semua orang bisa denger," ujar Valent. "Enggak, ya! Kami bisik-bisik kok. Kamu pasti nguping!" tukas Naya. Valent mengedarkan pandangannya, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan–agar lebih dekat dengan posisi Tulip dan Naya. "Memang gak semua orang bisa denger, tapi aku bisa denger. Lain waktu, kalo mau ngomongin orang jangan di kelas!" ujar Valent mengingatkan. Dalam sekejap, Naya memberikan dia jempol ke depan wajah Valent. Hal itu membuat Valent langsung mundur karena kaget, khawatir matanya tercolok jari Naya. Tulip pun tertawa melihat ekspresi kaget dari Valent. "Naya paling bisa kalo suruh ngagetin orang, ya!" ujar Tulip sambil tertawa. "Haha! Abisnya Valent spaneng banget," balas Naya yang juga ikut tertawa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD