Langkah terakhir

1168 Words
Bruk! Nadine tersungkur hingga membuat Abraham di sana hanya menatapnya dengan tatapan datar. "Tuan," Ucap wanita yang sebelumnya berciuman dengan Abraham. "Menyingkir." Memilih untuk beringsut mundur dan pergi dari sana. Sementara Abraham melangkah mendekat pada Nadine yang tengkurap. Saat membalik posisinya menjadi terlentang, dia melihat kening Nadine yang terluka. Daripada menolongnya dan mengotori jas, Abraham memilih untuk menelpon Gerald dan memintanya membawa Nadine kembali ke rumah Abraham yang ada di London. Saat Nadine dibawa pulang, Abraham menyelesaikan pesta di sini. Sedikit kesal sebenarnya pada Nadine yang malah mabuk seperti ini. Di sisi lain, Nadine dibantu oleh pelayan berganti pakaian. Dia tidur dengan nyenyak sampai bangun keesokan harinya dan mengingat apa yang terjadi. Matanya membulat, khawatir jika ada hal buruk yang dia lakukan saat tidak sadar. Bertanya pada pelayan yang masuk ke dalam kamarnya. "Tuan Abraham sudah menunggu anda di ruang makan, Nona." "Tapi.. Aku belum mandi." "Tidak masalah. Bukankah tidak ada kuliah? Tuan Abraham bilang akan pulang hari ini." Karena Nadine juga lapar, dia memutuskan keluar dari kamar dan berjalan menuju ke ruang makan dimana Abraham ada di sana. pria itu menatap tajam Nadine, seperti masih kesal atas kejadian semalam. Nadine hanya menunduk. “Pak, maaf untuk semalam. Teman teman baruku memintaku minum alcohol yang ternyata kadarnya tinggi.” “Kau harus pintar memilih pergaulan, Nadine.” “Maaf, Pak.” “Lukisanmu terjual seharga 3000 dollar. Uangnya nanti dikirimkan pada rekeningmu.” Mata Nadine terbelalak. Tiga ribu dollar untuknya? Memang mengesankan bagi anak yang masih kuliah. diam diam juga, Nadine mencuri pandang pada Abraham yang begitu tampan dengan kaos hitam. Terlihat santai. Ketika Abraham membalas tatapan, Nadine langsung berpaling. Pipinya memerah karena malu. Mungkin karena efek alcohol, jadi membuat Nadine kembali memikirkan malam panas bersama dengan Abraham. Apalagi penampilan pria itu sekarang tampak sangat menawan. Namun, yang membuat Nadine kesal adalah kedatangan seorang perempuan yang merupakan salah satu dosen di tempat Nadine melakukan pertukaran. Membuat Abraham langsung menghentikan sarapannya. “Makan sup pengarnya,” ucap Abraham sebelum meninggalkan Nadine dan menemui perempuan yang langsung merangkul bahu Abraham. Meskipun pria itu menolak, tetap saja Nadine merasa kesal. “Berhenti memikirkan itu, Rose,” ucapnya pada diri sendiri. Mencoba mengabaikan Abraham yang sedang bersama perempuan lain. Nadine banyak diam sampai mereka berada di pesawat. Hanya menikmati fasilitas yang diberikan oleh mereka dan mengabaikan jantungnya yang berdetak kencang setiap melihat Abraham. Ada gairah panas di dalam tubuhnya. Yang mana membuat Nadine memikirkan sebuah rencana saat sudah sampai kembali di tanah air. “Supirku yang akan mengantarkanmu ke rumah.” “Terima kasih banyak, Pak.” “Senin langsung masuk kuliah. jangan bolos.” Nadine mengangguk dan masuk ke mobil yang berbeda dengan Abraham. Mendengar informasi kalau ibunya baik baik saja, jadi Nadine memutuskan untuk pergi ke flatnya saja. Langsung mengambil ponsel yang digunakan Rose kemudian menghubungi Belle. “Hallo? Apa kau sudah pulang? siap lagi menunjukan penampilan?” “Kupikir, aku mau sekali lagi dengan pria itu sebelum aku melepaskan tittle Rose dalam hidupku.” “Apa maksudmu? Kau mau berhenti dari dunia striptis?” “Kau paham aku, Belle. Tapi sebelum aku berhenti, aku benar benar mengharapkan hal terakhir yang aku lakukan adalah tidur bersamanya. Aku ingin uang lagi darinya.” yang diharapkan Nadine, uang itu bisa membiayainya ke depannya mengingat uang Abraham begitu banyak. **** Karena Belle tidak bisa melepaskan Rose begitu saja, dia tetap membujuk Rose untuk berada di sana dan menjadi bintangnya klab malam tersebut. namun, Nadine benar benar ingin berhenti dan menjalani kehidupannya. Uang yang dia dapatkan dari Abraham sudah cukup, dan dia akan memberikan dirinya sekali lagi sebagai tanda terima kasih. Saat tidur kedua pun, Abraham kembali memberikan uang untuknya. “Ayolah, Rose. Kau tega melakukan ini padaku? Kau ingin bisnisku hancur? Ingat kalau aku yang membantumu.” “Baiklah, baiklah. Aku akan tetap menari untukmu, tapi tidak sesering biasanya. Aku hanya datang seminggu sekali. Okay?” Belle berdecak. “Kau punya banyak uang karena aku.” “Jangan munafik, kau juga dapat sebagian dari Abraham kan? kau akan mendapatkannya lagi jika aku tidur bersama dengannya lagi.” Kini, Rose bersama dengan Bella sedang bicara di ruangan khusus Rose. Karena perempuan itu mengatakan rencananya untuk berhenti menari dan focus pada pendidikan. Rose ingin sekali mengikuti kursus yyang baru bisa dia lakukan sekarang karena memiliki uang tambahan. Namu, Belle tidak mau kehilangan sumber uangnya begitu saja meskipun nanti mendapatkan uang yang banyak dari Abraham. “Tetap datang ke sini. ingat kalau aku yang membantumu saat kalu kesulitan.” Rose menghela napasnya dalam. “Aku tetap membantumu dan tidak akan membuatmu bangkrut. Masih banyak gadis lainnya di sini yang lebih cantik dan hebat.” “Tapi mereka hanya menginginkanmu, Rose.” Perempuan itu diam, antara tidak tega meninggalkan Belle dan juga takut jika nantinya dirinya dalam masalah kalau tidak menurut. “Bagaimana caranya supaya aku lepas dari sini?” tanya Rose yang benar benar sudah ingin berhenti. “Memangnya kau tidak senang kaalau aku ke sini seminggu sekali?” “Tidak, karena mereka akan menggila kalau tidak melihatmu setiap hari, lebih baik lakukan ini kalau kau memang mau berhenti.” Membisikan kata kata di telinga Rose yang mana membuat perempuan itu membulat. “Mau tidak? Kau akan berhenti dalam dunia ini dan focus pada pendidikanmu. Aku juga tidak akan mengganggu.” “Baiklah. Asal urus pertemuanku dengan Abraham. Aku masih mau uangnya, juga perpisahan sebagai ucapan terima kasih.” Karena Rose yang meminta, maka Belle memberitahukan pada Abraham kalau Rose mau bertemu. Dan pria itu menyuruh Rose datang ke apartemennya. Wah, Rose sampai kebingungan dengan jumlah uang Abraham yang tidak ada habisnya. Karena sekarang Rose sedang menuju ke penthouse apartemen yang ditempati oleh Abraham. Bahkan sebelumnya sudah ada pelayan perempuan yang menunggu kedatangannya. Dalam lift, Rose bercermin dan memastikan dirinya begitu cantik. “Silahkan langsung masuk saja, Nona. Tuan Abraham yang memintanya.” Rose pun masuk ke penthouse yang besar. Dia ingin tinggal di sini. “Hai, manis,” ucap Abraham yang sekarang sedang menuangkan anggur. Rose menoleh dan tersenyum, suka dengan sikap Abraham yang begitu manis padanya jika dalam bentukan Rose. “Abraham, aku merindukanmu,” ucapnya datang dan memeluk tangan pria itu. “Kau tidak mau ciuman?” “Aku kaget mendengar kabar kalau kau ingin menemuiku. Padahal sebelumnya kau yang bilang kalau tidak ingin diganggu bukan?” “Kau mungkin tidak akan melihatku lagi.” Abraham menaikan alisnya. “Aku akan berhenti, dan aku ingin kau yang menajadi kenangan terakhirku.” Rose dengan berani mulai membuka pakaiannya hingga menyisakan kain dalam saja. Abraham hanya melihat di sana sambil meminum anggur. “Kenapa? kau tidak tertarik?” tanya Rose kecewa. “Kemarilah, dan minum ini dulu. baru aku akan menghajarmu sampai kau kelelahan,” bisiknya di telinga Rose, yang mana membuat Rose malah terkekeh. Dalam wujudnya yang sekarang, dia bisa melakukan apapun pada Abraham. Menerima setiap tegukan anggur dari mulut Abraham sampai akhirnya Rose pusing dan memilih berjalan gontai menuju sofa. “Ayooo kita melakukannya sekarang,” ucap Rose. Abraham terkekeh di sana. “Kenapa hanya cantik saat malam hari?” gumamnya menyipitkan mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD