Mengajak Sekretaris ke Pesta

1026 Words
“Dengar, Athalia. Pesta ini tidak terlalu penting untukku. Tapi di sana banyak sekali kolega bisnis yang akan mengenalku. Aku ingin kau pergi ke butik bersama Sofia. Dia akan memilihkan gaun yang cocok untukmu. Pergilah sore ini juga. Karena waktu kita tidak banyak. Sementara aku akan menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai ini.” Mahesa memerintah. Ia menyuruh Athalia pergi dengan Sofia—asisten pribadi Mahesa. Dan Athalia kembali mengangguk, ia pamit kembali ke meja kerjanya. Diam-diam bola mata Mahesa mengintai tungkai jenjang wanita itu yang bergerak melangkah menuju pintu. “Bagaimana bisa wanita sederhana seperti Athalia mempunyai tungkai yang jenjang dan indah seperti itu?” tanpa sadar, bibir Mahesa bergumam, jakunnya bergerak naik-turun menelan ludah. Dan gumaman itu terdengar samar di telinga Athalia, hingga membuat Athalia menghentikan langkahnya sejenak untuk berbalik menatap Mahesa dengan kening yang berkerut. “Apa Anda mengatakan sesuatu, Tuan?” tanyanya. Mahesa segera kembali pada kesadarannya, ia mengerjap dan menggeleng. “Enghh … tidak ada. Aku tidak mengatakan apapun,” dustanya. Padahal sesuatu di balik celananya sudah mendesak bangkit begitu tungkai Athalia melambai-lambai di depan matanya. ‘Ck! Sial! Athalia membuatku berhasrat di waktu yang tidak tepat!’ Mahesa berdecak kesal dalam hati. *** Malam ini Mahesa telah gagah dengan setelan jass yang ia kenakan. Tubuhnya yang tegap dan jangkung, tampak sangat proporsional dengan jass berwarna hitam itu. Lelaki itu baru saja selesai menelpon bawahannya, lalu ia meneguk air minum sambil berdiri di samping meja ruang tengah. “Athalia! Apa yang sedang kau lakukan di atas? Ayo kita berangkat sekarang!” serunya memanggil Athalia yang belum juga menuruni tangga. Tadi siang Mahesa sudah membelikan sebuah gaun rancangan desainer ternama untuk Athalia pakai malam ini. Kemudian, suara ketukan heels membuat Mahesa tahu bahwa kaki Athalia sudah turun menapaki tangga. Segera Mahesa menoleh ke arah sana, akan tetapi seketika tubuhnya tertegun saat itu juga. “Athalia?” bibirnya bergerak tanpa suara, ia tak percaya dengan siapa yang sedang berdiri di bawah tangga. Mahesa terperangah, matanya memindai tubuh Athalia dari atas ke bawah, seketika hasratnya melambung tinggi. Athalia membuat tenggorokan Mahesa yang baru saja dibasahi air minum, kini mendadak kembali kering. Tampaknya penampilan Athalia kali ini membuat Mahesa terpesona. Bagaimana tidak? Wanita itu mengenakan gaun merah yang panjangnya semata kaki, namun ada belahan di bagian bawahnya yang sejengkal di atas lutut. Menampilkan jenjangnya tungkai Athalia yang menggoda mata lelaki. Mahesa merasa darahnya berdesir saat matanya menatap ke arah sana. Gaun merah itu tak berlengan, hanya bertali spageti dan tentu saja membuat pundak Athalia yang putih bersih itu terbuka. Namun tetap elegan dan cantik. Merasa canggung ditatap sangat dalam oleh Mahesa, Athalia pun bertanya. “Kenapa kau menatapku seperti itu? Apa ada yang salah dengan penampilanku? Apa gaun ini terlalu terbuka?” tanya Athalia. Ia memang tidak pernah memanggil Mahesa dengan embel-embel ‘Tuan’ jika di luar kantor. Atau di hadapan para kolega bisnis lelaki itu. Mahesa segera mengerjap, kemudian mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. “Tidak. Tidak ada yang salah dengan penampilanmu. Dan gaunnya pun pas di tubuhmu,” jawab Mahesa seraya menahan napasnya yang terasa berat. “Kalau begitu, apa kita tidak langsung berangkat saja sekarang? Sebelum pesta ulang tahunnya berakhir.” Mahesa mengangguk, lalu berjalan lebih dulu menuju mobilnya. Sejurus kemudian, mereka pun sampai di pekarangan depan rumah Leuwis. Baru saja Athalia akan turun, tapi Mahesa lebih dulu menahan tangannya. “Ada apa?” Athalia menoleh dan bertanya. Mahesa tidak langsung menjawab. Ia melarikan jemarinya ke dagu Athalia, lalu mengusap sesuatu di sana. “Ck! Ceroboh! Kau menggunakan lipstick sampai ke dagumu,” decak Mahesa. Athalia memanyunkan bibir. “Kau yang melakukannya. Andai kita langsung berangkat, pasti lipstick di bibirku tidak akan berantakan.” itu benar, sebelum berangkat, Mahesa sempat menikmati bibir Athalia yang memikatnya. Mahesa tidak menanggapi ucapan Athalia, ia langsung menjauhkan jemarinya dan membuka seatbeltnya sambil menyembunyikan senyum geli. “Selamat datang, Tuan Mahesa! Anda sudah ditunggu sejak tadi oleh Tuan Leuwis dan Nyonya Jessica!” baru tiba di teras depan, seorang security sudah menyapanya. Mahesa mengangguk, lantas berjalan beriringan dengan Athalia. Pesta ini sangat meriah, yang hadir di dalamnya tentu saja orang-orang yang berkantung tebal, juga para public pigure yang akrab dengan keluarga Leuwis. Begitu Mahesa dan Athalia memasuki area pesta, nyaris semua pasang mata menatap ke arah sana. Banyak yang terkesiap melihat Mahesa yang tampan dan menakjubkan. Banyak juga yang cemburu melihat siapa yang dibawa oleh Mahesa untuk menemaninya ke pesta itu. Salah satunya Bianca–saudara tiri Mahesa yang sejak dulu menyimpan perasaan terhadap lelaki itu. “Kenapa Mahesa membawa w************n itu ke pesta ini? Seolah tidak ada wanita lain saja selain dia,” desis Bianca seraya melemparkan tatapan tajamnya ke arah Athalia. Mahesa kemudian dihampiri oleh Leuwis dan Jessica. Mahesa langsung menampilkan raut malas ketika melihat Jessica mendekat ke arahnya. “Mahesa. Papa senang kau datang,” kata Leuwis basa-basi. Mahesa mendengus. “Tentu saja. Bukankah aku datang karena paksaan Papa,” ucapnya ketus. “Kau tahu kalau malam ini adalah pesta ulang tahun ibu tirimu. Apa kau tidak ingin mengucapkan selamat ulang tahun padanya?” tanya Leuwis. “Apa kali ini kau memaksaku juga untuk memberikan ucapan selamat tahun padanya?” “Tunjukan sedikit etikamu di hadapan ibu tirimu, Mahesa! Dia adalah istri Papa. Dia ibumu juga!” Jessica meraih lengan Leuwis. “Sudahlah, Pa. Kalau Mahesa memang tidak mau mengucapkan selamat ulang tahun padaku, biarkan saja. Aku tidak apa-apa.” Mahesa berdecih dalam hati, ia tahu sekali bagaimana permainan Jessica. Ibu tirinya itu sangat licik. Saat ini, di depan Leuwis mungkin dia berusaha bersikap lembut, menunjukan kalau ia adalah ibu yang baik untuk Mahesa. Tapi jika tidak ada Leuwis, Jessica akan melepaskan topeng kepalsuannya. Athalia hanya diam saja. Ia sedikit menundukan kepalanya ke bawah, merasa risih saat harus mendengar perdebatan di antara keluarga kaya ini. “Selamat ulang tahun! Apa itu sudah cukup?” Mahesa mengucapkannya dengan ketus. Membuat Leuwis mengatur napasnya, Mahesa benar-benar menguji kesabarannya. “Selamat ulang tahun Nyonya Jessica!” sampai suara Athalia yang lembut membuat Leuwis dan Jessica menoleh. Kening mereka berkerut saat baru menyadari bahwa wanita yang dibawa oleh Mahesa adalah Athalia, sekretaris dari lelaki itu. “Mahesa. Bukannya dia sekretarismu? Kau datang ke pesta ini dengan mengajak dia?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD