Bab. 2

2038 Words
"Ammi, ini kopinya." "Makasih Sayang." Fazha meletakkan cangkir berisi kopi yang masih mengepulkan asap, tepat di meja ruang tengah, tempat Ilham merebahkan diri sejenak. Panggilan 'sayang' sudah biasa Ilham lontarkan pada Fazha, sejak gadis itu masih balita, Ilham memang menyayangi Fazha, layaknya keponakan sendiri. "Ammi," panggil Fazha. Fazhura mengambil tempat duduk persis di sebelah Ilham. "Hmm.." Ilham hanya membalas dengan deheman. "Awwsh..Aduh!! Fazhura Althafunisa, kebiasaan kamu ya. Jail banget sih tangannya!" Ilham mengaduh, seraya salah satu tangannya mengusap lengannya sendiri yang kesakitan akibat ulah Fazha menghadiahi lelaki itu satu cubitan kecil. "Abisnya Ammi kalau diajak ngomong malah dicuekin. Kan sebel!" Protes Fazha. Gadis itu mencebikkan bibirnya, kesal. "Mau ngomong apa sih Fazha. Yaudah Ammi dengerin neh." Ilham mendekat, memasang kedua rungunya, seolah menunjukkan pada Fazha kalau dia menyimak dengan baik. "Besok kan Fazha mau berangkat ke Jakarta, Ammi." "Ammi udah tau, nggak perlu pengumuman Fazhura." "Ih! Ammi kok gitu sih, emangnya Ammi nggak sedih ya? Fazha mau pergi." "B. Aja tuh," ucap Ilham. Lelaki itu terkekeh sejenak menyaksikan reaksi Fazha atas jawabannya. Ilham bilang 'B' aja, yang berarti 'biasa' saja. Meminjam istilah jaman now tentang suatu hal yang tidak begitu menarik. "Ammiii!!! Fazha kesel ih, sama Ammi.  Ponakan unyu mau pergi, bukannya dikasih apa kek, atau minimal sedih dikit gitu kek. Ammi nyebelin." Fazha berdecak. Memalingkan wajahnya dari pandangan Ilham. "Becanda ponakan unyu,  emang Fazha mau apa sih?" "Itu Ammi, hp Fazha kemarin kan jatuh, terus agak error. Fazha bingung nanti kalau tiba-tiba mati pas Fazha udah di Jakarta, gimana dong kalau mau nelpon Ammi, buya atau ummah." "Heleh, kebanyakan basa-basi Zha. Bilang aja mau dibeliin hape baru." "Hehe..tuh, Ammi paham. Beliin ya Ammi--yang paling ganteng sekompleks." Fazha meringis menunjukkan deretan giginya yang dipasang behel. Ilham berdecak melihat polah keponakan yang satu itu. Benar-benar refleksi dirinya. Lelaki itu merasa seperti bercermin saat menghadapi sikap Fazhura. "Nanti aja deh ya, kalau proyek Ammi goal, kamu minta beli apa juga Ammi turutin. " Janji Ilham pada Fazha. Sudah bukan rahasia umum kalau Fazha selalu merengek pada Ilham akan kebutuhan dirinya. Meskipun Illyana ataupun Ghaly tetap memberi jatah bulanan, tapi Fazha malah tak pernah memakai uang bulanan dari abi-umminya, justru merecok pada Ilham menjadi andalan gadis itu. "Serius Ammi?" "Jangan kesenangan dulu. Ada syaratnya, dan yang pasti doa'in proyek Ammi berhasil." "Ngobrolin apa sih, dari tadi Ummi perhatiin kayak lagi debat." Suara ummi Lila dari seberang ruang makan yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat Fazha dan Ilham berbincang, menginterupsi sejenak. "Fazha, sini Nak. Bantuin Ummah siapin makan malam ya." Sambung ummi Lila menitahkan pada Fazha agar membantunya. "Siap Ummah." Fazha mengekori ummi Lila. Tangan gadis itu terampil menata piring serta sendok di meja serta mengisi gelas-gelas dengan air. Di meja sudah terhidang aneka masakan hasil olahan tangan sang ummi. Satu mangkok besar rawon, lengkap dengan sambal dan telur asin, juga ada ayam bakar dan cumi goreng tepung, tidak ketinggalan capcay sebagai pelengkap sayur. "Wih, makan besar neh. Ambilin buat Ammi dong Fazha, udah laper banget ini." "Ih, Ammi ini ya. Nunggu yang lain dulu dong, abi sama ummi sama adek-adek belum dateng." "Buat Ghaly sama Liliput, kasih sisaan aja juga nerima mereka." "Ammi sadis!" "Assalamu'alaikum..." Suara salam mengalihkan perhatian Fazha dan Ilham dari makanan. Keduanya menoleh dan mendapati Ghaly serta Illyana. "Wa'alaikumussalam.., Ummi-Abi." Fazha menyongsong abi dan umminya, lalu mengambil tangan Illyana untuk ia cium, tapi tidak dengan Ghaly. "Kangen kamu Sayang, gimana kabarnya Fazha-nya Ummi?" "Alhamdulilah baik dan sehat Mi, oh iya, Ammar sama Azra mana Mi? Kok nggak kelihatan dari tadi." "Ammar sama Azra lagi ada tugas kelompok, makanya belum ke sini, tapi nanti nyusul." Ghaly menyahut kemudian menghampiri si kakak ipar. *** Suara denting sendok beradu dengan piring mendominasi suasana makan malam kali ini. Sesekali terdengar selingan obrolan kecil. Ilham tak semangat melahap sepiring menu makan yang terhidang di depannya. Tumben dan sangat aneh, padahal biasanya lelaki itu jawaranya menghabiskan stok makanan. Mendadak nafsu makannya menguap saat ummi Lila dan abi Fariz membahas perihal jodoh bagi Ilham. Dari pertanyaan, kapan akan membawa calon isteri, hingga dengungan sederet nama perempuan yang siap dipinang, merasuk memenuhi otak lelaki itu. Hah! Kurang varokah apalagi hidup lo Vroh! Punya keluarga yang begitu pengertian sampai urusan jodoh saja menjadi pemikiran bersama seperti saat ini.  Desis Ilham bergumam pelan. Ilham hanya menyahut dengan 'ya' atau anggukan kecil, tapi dalam hati lelaki itu bergumam, "Menikah itu kan misteri Tuhan. Jadi mana bisa disuruh cepat-cepat dan dadakan. Memangnya tahu bulat apa!! Bisa digoreng dadakan di atas mobil, limaratusan. Murah amat! "Abang coba cariin jodoh tuh buat Abang Ilham. Siapa tahu di pesantren ada salah satu ustadza atau santriwati yang cocok." Celetuk Illyana. "Yabusett!! Murah amat gue, berasa diobral sana-sini." Protes Ilham menyahut. "Nggak usah dicari Mi, nanti juga dateng sendiri kalau sudah jodoh. Iya kan Ammi?" Imbuh Fazha. "Nah bener tuh kata Fazha. Makasih Fazha sayang, cuma Fazha saja sepertinya yang paling mengerti Ammi," sahut Ilham tersenyum pada Fazhura. "Jodoh itu dicari Ham, jangan cuma ditunggu. Abi-ummi makin hari makin tua, kapan lagi bisa menyaksikan kamu bersanding di pelaminan. Cuma itu satu-satunya impian abi dan ummi saat ini " ummi Lila berkata seraya matanya berkaca-kaca. "Doain aja Mi, semoga Ilham segera ketemu sama jodoh." "Jadi..besok Fazha berangkat jam berapa?" Tanya Ilham mengalihkan topik. Dari awal bukannya acara makan malam hari ini untuk membahas kepergian Fazha ke Jakarta, kenapa malah jadi berganti topik menjadi jodoh bagi Ilham. "Ba'da magrib, Ammi. Besok Ammi bisa kan ikut anter Fazha ke bandara?" "Inshaa Allah ya, Ammi usahain kalau nggak banyak kerjaan." "Ih, Ammi kok gitu sih. Kerjaan lebih penting dari Fazha." Fazha mencebik saat Ilham berkata akan mengusahakan, berarti tidak janji bisa ikut serta mengantar. *** Pagi-pagi sekali Ilham telah berada di kantornya. Bukan tanpa misi, berangkat sepagi ini, lelaki itu berharap pekerjaan yang ia tangani bisa secepatnya kelar, dan bisa pulang cepat karena tak mau tertinggal ikut mengantar Fazhura. Semalam Fazha sampai mendiaminya karena Ilham tak janji akan ikut. Sedikit cemas sebenarnya saat harus melepas Fazha pergi dan tinggal jauh darinya. Sempat berkelebat dalam benak Ilham, siapa yang akan menjaga dan mengawasi Fazha saat sudah berada jauh dari rumah. Rasa khawatir mendominasi hati Ilham. Lelaki itu sangat menyayangi Fazhura, lebih dari dirinya sendiri. "Mas Ilham, dipanggil ke ruangan pak Anwar." Angan Ilham bertepi sejenak saat Sintya pegawai bagian FO atau Firm Operation menyapanya dengan kabar bahwa Ilham harus ke ruangan Pak Anwar, Founder di firma arsitek tempat Ilham bergabung. seorang founder yang menjadi arsitek prinsipal di hirarki paling atas. Kemudian di bawah arsitek prinsipal terdapat partner-partner yang digandeng oleh arsitek prinsipal. Biasanya masing-masing partner ini memegang peran yang berbeda-beda. Seperti Ilham yang berperan sebagai Project Operation bersama beberapa rekan arsitek membentuk tim project operation. Tim dalam project operation merupakan tim kecil yang dibentuk untuk menangani proyek tertentu. Satu tim bisa menangani khusus satu proyek saja, atau bisa juga menangani banyak proyek sekaligus. "Sekarang Sin?" "Iya Mas, ditunggu cepat sama pak Anwar." Sambung Sintya lagi. Ilham mengayuh langkah ke ruangan pak Anwar. Mengetuk pintu sejenak kemudian masuk dan duduk berhadapan dengan arsitek prinsipal pimpinannya itu. "Maaf Pak, kata Sintya, Bapak memanggil saya?" "Iya, Ilham ada yang ingin saya beritahu sama kamu." Ilham menyimak saat pak Anwar memulai penjelasannya. "Kantor kita yang di Jakarta sedang kekurangan staff project operation, jadi saya ada rencana ingin mengirim kamu untuk bergabung di sana. Bagaimana menurut kamu Ham?" Ilham agak kaget mendengar kata mutasi yang pak Anwar tawarkan, "Serius Pak?" tanyanya meyakinkan. "Iya Ham, tapi ini masih sebatas penawaran, kalau kamu keberatan saya bisa pertimbangka----" "Saya setuju Pak, kapan saya bisa berangkat ke sana?" Belum selesai penjelasan pak Anwar, Ilham menyela lebih dulu. Lelaki itu tersenyum semringah, ini kabar bagus baginya. Selain otaknya sudah menawan angan bahwa nanti saat di Jakarta dia bisa sekaligus mengawasi Fazha, juga lumayan bisa menghindar sejenak dari desakan abi-umminya soal jodoh dan menikah. "Jadi, kamu setuju Ham?" "Iya Pak, saya sangat setuju. Kalau bisa secepatnya saja saya berangkat ke Jakarta. Tapi proyek yang sedang saya tangani di sini bagaimana Pak?" Ilham jadi teringat jika proyek yang sedang ia kerjakan bersama Akbar masih belum sepenuhnya usai. "Saya sudah konfirmasi ke Akbar, dia bilang sanggup menyelesaikan sendiri, jadi kamu tidak usah khawatir," jawab pak Anwar. "Nanti Saya akan suruh Alexa menyiapkan berkas yang kamu butuhkan, juga tiket penerbangan ke Jakarta." Imbuh boss-nya itu menambahi. Ilham kembali ke kubikelnya dengan wajah ceria. Entah kenapa dia merasa senang sekali dengan mutasi yang diberikan atasannya. "Napa lo senyum-senyum sendiri." Tanya Akbar saat Ilham sampai di ruangnya. "Seneng gue, Bar. Bentar lagi bakal pisah sama makluk paling resek macem lo." Kelakar Ilham. Akbar ikut terkekeh. Rekan satu proyek Ilham, yang masih dua puluh tujuh tahun itu tahu jika Ilham hanya bercanda. "Seneng karena nggak ada yang ngerecoki lagi, apa seneng gegara ga bakal ketemu Alexa lagi?" Tanya Akbar. "Dua-duanya lah! Anak sholeh pasti disayang sama Allah, dijauhkan dari godaan syaitan yang terkutuk." Balas Ilham. Fokus keduanya terhenti sejenak saat mendengar derap langkah mendekat ke arah kubikel mereka. Bunyi sepatu heels beradu dengan lantai menciptakan bunyi yang nyaring di telinga. "Suara siapa tuh Bar? Jangan-jangan..." "Mas Ilham. Bener ya ternyata kalau Mas Ilham mau di mutasi ke Jakarta?" Belum sempat Ilham meneruskan kata-katanya,  Alexa melempar tanya saat gadis itu sampai di depan kubikel Ilham. "Lexa, iya bener. Kenapa Lex?" "Nggak pa-pa Mas, tadi pak Anwar nyuruh Lexa buat nganterin ini sama Mas Ilham." Alexa memperlihatkan map cokelat pada Ilham. "Ini berkas yang Mas Ilham butuhin buat mutasi, sama tiket penerbangan buat besok pagi." Sambung Alexa. "Besok pagi Lex?" Sontak Ilham. "Iya Mas, kenapa?" "Penerbangan buat nanti sore habis magrib nggak ada Lex?" Tanya Ilham gusar. Pasalnya dia pikir akan bisa berangkat sore ini juga berbarengan dengan Fazha. "Nggak ada Mas, semua full, adanya besok lagi jam enam." Ilham menghela napas. Pasrah saja, tidak apa kalau besok baru berangkat, yang penting kepindahannya sudah pasti. "Mas Ilham.." Suara Alexa kembali menggema. "Kenapa Lex?" "Kalau Mas Ilham nggak keberatan, mau nggak habis ini kita makan siang bareng? Itung-itung buat tanda perpisahan, pindahnya Mas Ilham." Ilham bergeming sejenak mendengar tawaran Alexa. Ekor matanya melirik pada Akbar dan berseloroh, "Gimana Bar? Makan siang rame-rame, mau nggak lo?" Tawar Ilham pada Akbar. "Lha, ngapa jadi nanya ke gue Ham. Kan lo yang diajak sama Lexa. Iya lan Lexa?" "Iya, maksud gue kita makannya rame-rame aja, gimana Lexa?" Ilham jadi risih sendiri dengan sikap Alexa. Kenapa sekarang cenderung agresif sekali padanya. Padahal sebelum ini biasa saja. Memang rungu Ilham sering mendengar titipan salam dari Alexa yang disampaikan Akbar atau rekan kerja di staff FO, tapi Ilham tak acuh sama sekali, baru kali ini dia tahu sendiri kalau Alexa termasuk gadis yang nekat. "Gimana Lexa? Sekalian aja, ajak semua staff FO buat makan siang bareng, bilang aja saya yang nraktir." Jelas Ilham sekali lagi. Firm operation atau FO adalah staff yang mengurus hal-hal yang tidak berkaitan secara langsung dengan proses desain dalam biro arsitektur. Seperti namanya, staf-staf yang berurusan dengan firm operation bertugas untuk mengurus hal-hal operasional biro. Beberapa contohnya seperti business development, marketing dan finansial, public relation, dan juga human resources development. Dalam hal ini, firm operation berada di bawah supervisi salah satu partner senior jika ada, atau langsung kepada prinsipal. Seperti Alexa yang menduduki salah satu kursi staff Finansial. *** Sesuai rencana awal, siang ini Ilham menghabiskan jam istirahat di kantin kantor bersama beberapa staff FO, diantaranya ada Alexa. Gadis itu malah lebih banyak diam saat yang lain asyik berbincang dan bergurau. "Ham, nanti kalau ketemu jodoh di sana jangan lupa undang kita ye." Celetuk Akbar. "Nyari jodoh kok jauh-jauh Mas Ilham, yang di sini juga banyak yang mau sama Mas Ilham. Sintya jugaa nggak nolak lho kalau Mas Ilham mau melamar." Kelakar Sintya disambut sorakan 'huuu' dari rekan yang lain. Ilham hanya nyengir mendengarnya, suasana yang akrab dan pasti akan ia rindukan. Satu persatu rekan kerja Ilham pamit setelah mengucap kata terima kasih pada Ilham. Akbar pun sudah melangkah kembali ke ruangnya lebih dulu, meninggalkan Alexa dan Ilham. "Mas Ilham...boleh Lexa tanya sesuatu." Lexa membuka percakapan setelah sekian detik mereka saling bungkam, Ilham tengah asyik dengan layar smart-phonenya. "Iya, tanya apa Alexa?" "Mas Ilham sudah punya pacar belum?" Pertanyaan Lexa sontak mencekat kerongkongan Ilham. Untuk apa Alexa bertanya demikian. "Kenapa Lex?" "Mas, sebenarnya sudah dari lama Lexa mau bilang, kalau...Lexa suka sama Mas Ilham..." **************************** Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD