6. Nggak terima penolakan

2105 Words
"AIGO! Kayla sumpah demi apa ini gebetan lo? Ya ampun Kay lo, wah bener-bener sih. Tampang doang kek nggak mau sama cowok eh sekalinya dapet langsung perfect dong!" Vanessa begitu heboh sendiri setelah Kayla menunjukkan beberapa fotonya kemarin bersama Diego. Gadis itu langsung histeris antara tak menyangka dan menganggap semua ini mukjizat. "Kay! Lo pakai pelet apa ha? Gimana cara lo bisa dapet cogan perfect kayak gini? Ish lo pasang susuk nggak ajak-ajak gue Kay!" Plak! "Hush! Sembarangan, enak aja susuk!" protes Kayla tak terima. Vanessa menggosok-gosok tangannya yang sakit akibat pukulan Kayla. "Sadis lo!" desisnya. "Ya habisnya omongan lo ngawur. Mana siniin hp gue!" Dengan malas Vanessa mengembalikan benda pipih itu. "Eh kapan-kapan kalau lo kencan lagi ajak gue ya? Kepo berat nih sama wajah alisnya. Jangan-jangan yang di foto itu pakai filter lagi," ujar Vanessa. "Enak aja filter! Mulut lo tuh gue filter!" "Kay, btw pantainya bagus, banyak turis nggak?" tanya Vanessa. "Mana ada pantai di Jakarta yang didatangi turis. Kalau mau lihat turis noh ke Bali, nggak usah pulang sekalian," geram Kayla. "Elah gitu amat, terus-terus gebetan lo itu anak sekolahan mana Kay?" Untuk pertanyaan satu ini Kayla sedikit malu untuk berkata sesungguhnya. Bagaiama jika mulut mercon Vanessa nanti malah mengatainya sebagai pecinta om-om? Ihh kan nggak banget. "Kay? Masih nafas kan?" panggil Vanessa sambil melambai-lambaikan tangannya di hadapan Kayla. "Emm ... itu ya? Anu, dia udah tamat sekolah. Yaa dua tahun di atas kitalah," jawab Kayla. "Serius? Dua tahun? Ih om-om dong? Waah ternyata lo sukanya sama yang udah dewasa ya?" Dengan cepat Kayla membungkam mulut bocor Vanessa. Bisa semakin malu kalau banyak orang yang tau. "Jangan kenceng-kenceng ngomongnya! Malu gue!" omel Kayla. "Lah kenapa harus malu? Harusnya lo itu bangga! Nggak banyak anak SMA yang bisa gaet hati om-om Kay!" "Ya nggak usah kenceng-kenceng juga ngomongnya!" "Eh kaya nggak? Atau dia masih kuliah? Duuuh kok makin kepo sih," cerocos Vanessa tanpa henti. Sepertinya memang ide buruk menceritakan semua ini kepada Vanessa. "Dia ikut ngurus perusahan Papanya," jawab Kayla. Kedua bola mata Vanessa kembali membulat. Gadis itu semakin mendekatkan duduknya kepada Kayla. "Serius Papanya punya perusahaan? Ih kalau gitu mah kaya banget dong Kay. Sumpah bangga banget gue akhirnya punya temen yang kisah cintanya mulus gini kek di novel-novel." Kayla memutar kedua bola matanya malas, dengan jari telunjuknya Kayla mendorong dahi Vanessa dengan geram. "Tau deh!" kata Kayla. "Emangnya lo udah jatuh cinta sama si Diego-Diego ini?" tanya Vanessa. Kayla terdiam sejenak. Dia juga tak mengerti perasaan apa yang kini dia rasakan. Cinta? Atau hanya sekedar suka dan kagum Kayla belum tau tentang perasaannya. Dia nyaman, tapi nyaman belum tentu sayang, dan sayang juga belum tentu cinta. "Kayla?" panggil Vanessa menyadarkan Kayla dari lamunannya. "Gue em ... udahlah gitu deh pokoknya. Nanti lo juga tau sendiri," ujar Kayla. Terdengar helaan nafas kecewa dari Vanessa. "Kalau seumpama nanti sore Diego nembak lo, lo terima dia?" tanyanya. "Buset cepet banget." "Ya kan seumpama, kalau beneran juga bagus kali. Gimana lo terima?" Lagi, Kayla terdiam. "Nggak tau, masih belum kepikiran. Mungkin gue bakal jawab kalau gue belum punya jawaban atas pertanyaannya." "Jadi lo pilih gantungin Diego?" "Maybe." "Hati-hati Kay, jemuran yang digantung semaleman di luar rumah aja bisa ilang, gimana perasaan? Saran gue nih ya, mending lo terima aja, kalian jalanin dulu kalau lo emang ternyata nggak suka ya bilang sama dia, gitu." "Bijak banget ya kalau gini?" Vanessa lantas tersenyum miring. Dia lalu menyibakkan rambutnya ke belakang dengan sengaja. "Vanessa gitu lo!" sombongnya. "Idih! Besar kepala tuh," cibir Kayla membuat Vanessa terkekeh. "KAYLA!" Sontak baik Kayla maupun Vanessa langsung menengokkan kepalanya melihat seorang teman sekelas mereka berjalan ke arah Kayla. "Ada apa?" tanya Kayla. "Kenapa sih? Heboh bener memanggilnya?" tanya Vanessa juga. Gadis itu mengulurkan tangannya ke depan, menyuruh Kayla dan Vanessa membiarkannya mengambil nafas terlebih dahulu. Setelah enakan dia kembali menatap Kayla. "Lo punya utang apa sama Eza?" tanya itu tiba-tiba dengan raut wajah serius. "Eza? Eza yang mana? Gue nggak merasa punta utang sama siapa pun kok," balas Kayla. "Yang bener! Tuh si Eza kutub ada di depan kelas nyariin lo!" "Eza kutub?" gumam Kayla. "Aigo! Eza si cowok yang--itu loh Kay kemarin yang kita samperin ke kelasnya!" heboh Vanessa. "Ha? Ngapain dia cari gue?" bingung Kayla. "Ihh hayoloh ada masalah apa lo sama dia. Eh tapi beneran itu si Eza? Ezzalian Bara?" tanya Vanessa kepada teman sekelasnya tadi. "Suwer Nes! Kalau nggak percaya lihat sendiri noh," jawab gadis itu sambil menunjuk keluar jendela kelas dan benar saja. Seorang Eza yang kemarin mereka temui kini berdiri bersandar di salah satu pilar koridor. "Kay, beneran Eza!!" "Ya terus gue harus apa?" panik Kayla. "Temuin gih buruan!" suruh Vanessa. "Gue? Lo aja deh." "Eh Marpuah! Yang dicari kan elo!" "Ya tapi gue? Aduuh gue nggak mau ketemu dia Nes," rengek Kayla. "Udah samperin aja rejeki nomplok pagi-pagi disamperin cogan. Udah sana!" "Nggak mau ih! Kan lo yang suka sama dia lo aja sana." Kayla malah balik mendorong Vanesa. Vanessa lalu tertawa ringan. "Gue udah terlanjur benci sama dia. Udah lo aja cepet Kay!!!" "Ish lo mah! Beneran nih?" "IYA KAYLA!" jawab Vanessa dan temannya tadi bersmaaan. Kayla akhirnya berdiri, dia kembali menatap keluar jendela dan Eza masih ada di sana. Sebenernya mau apa sih cowok itu. Kayla lalu menatap Vanessa sebentar, setelah menarik nafas panjang Kayla lalu melangkahkan kakinya keluar. Tiba-tiba saja jantungnya berdegub tak karuan. Hingga sampai di dekat cowok itu, Kayla memperhatikan sekelilingnya, banyak orang di sana dan Kayla takut ini akan menjadi gosip. Kembali terdengar helaan nafas dari Kayla lalu dia memberanikan diri memanggil Eza. "Mau apa cari gue?" tanya Kayla ketus membuat Eza yang awalnya menatap ke bawah langsung berbalik badan menatap Kayla. Eza lalu memperhatikan tampilan Kayla dari bawah hingga atas. Sepatu sneakers kuning, kaos kaki tinggi selutut, rok sedikit diatas lutut, seragam rapi, rambut hitam digerai, wajah cantik dengan balutan make up tipis. Cowok itu tersenyum membuat sebelah alis Kayla terangkat. "Nanti pulang sekolah lo bareng gue," ujar Eza to the poin. Kayla sukses melongo di tempatnya. "Gimana? Pulang bareng lo? Ha, jadi lo ke sini cuma kau bilang itu? Jawabannya enggak! Siapa lo siapa gue," balas Kayla sambil tersenyum miring lalu memalingkan muka dengan kedua tangan yang dia lipat di depan d**a. "Gue nggak terima bantahan dan penolakan!" Mendengar itu membuat Kayla kembali menatap Eza. "Terserah! Gue nggak peduli!" "Gue anggap itu sebagai jawaban iya," kata Eza masih datar. "Dih nggak jelas banget sih lo," umpat Kayla kesal. "Nanti gue tunggu lo di sini, kalau gitu gue cabut!" Lagi Kayla semakin tak mengerti. Setelah mengatakan semua itu Eza langsung pergi begitu saja dari hadapannya. "WOI! STRES LO YA!" teriak Kayla namun tak sedikit pun Eza menengok, padahal Kayla yakin jika Eza mendengarnya. ***** "Weits! Gimana? Doi mau lo aja pulang bareng?" tanya Rendi menyambut kedatangan Eza di balik anak tangga. Eza tersenyum miring. "Pasti maulah! Dia nggak bakal bisa tolak ajakan gue," katanya. "Seyakin itu Pak?" tanya Leo. "Yakin!" "Iya deh percaya gue, terus setelah ini lo mau apa lagi?" tanya Rendi. "Gue bakal tembak Kayla nanti pas pulang." Kedua bola mata Rendi dan Leo sontak membulat sempurna. Bahkan Leo hampir saja menyemburkan liurnya karena kaget. "Anak gila! Lo yakin mau nembak Kayla nanti?" tanya Rendi heboh. "Iya!" "Nggak mau pendekatan ala-ala dulu gitu?" tanya Leo. "Tidak!" Ketiga cowok itu lantas langsung berjalan menuju kelas, mereka lalu duduk di bangku masing-masing. Eza langsung duduk di kursinya sementara Rendi dan Leo juga melakukan hal sama, mereka duduk menghadap ke belakang, masih ingin mengintrogasi temannya itu. "Kalau nanti Kayla nolak lo giaman?" "Nggak bakal!" jawab Eza cepat tanpa mikir. Rendi yang mendengarnya lalu menegakkan duduknya, sekilas melirik Leo lalu kembali menatap Eza. "Za, resikonya gede lo," ujar Leo. "Kalian ngeremehin gue?" balas Eza sambil menatap kedua temannya. "Ya masalahnya ini terlalu cepat man." "Bukannya semakin cepat semakin baik ya? Kelamaan nunggu keburu diambil orang ntar," kata Eza. "Tapi ya balik lagi semua terserah lo, tapi kalau gagal siap-siap aja tekor. Ya kan Le?" tanya Rendi yang langsung mendapatkan anggukan dari Leo. "Yoi!" "Gue punya ide bagus lagi nih, kayaknya bakal lebih seru kalau gue bisa buat Kayla jatuh cinta beneran sama gue. Bukan hanya sekedar pacaran terus putus," ucap Eza dengan kedua bola mata yang bergerak menatap Rendi dan Leo bergantian. Terdengar helaan nafas dari Leo, dia lalu menepuk tangan Eza yang ada di atas meja. "Ati-ati, niat mainin cewek ntar yang ada malah lo yang kejebak sendiri." "Bener tuh Za, udah jan aneh-aneh ntar malah lo yang jilat ludah sendiri." Eza tersenyum miring. "Nggak bakalan! Gue jelas-jelas benci sama dia, dan gue juga bakal buat dia sakit hati nanti." "Kesannya kayak jahat banget nggak sih?" balas Leo. "Gue mah terserah lo. Kalau emang mau balas dendam kayak gitu sih serah lo aja gue nggak ikutan." Leo mengangguki ucapan Rendi. "Gue juga nggak mau ikutan kalau lo mau kayak gitu. Taruhan kita dari awal kan cuma buat buktiin kalau lo bisa apa enggak nakhlukin hatinya Kayla." "Ya, ya, ya, lo dua lihat aja. Ntar kalian bakal salut sama gue." "Terserah lo aja dah!" ***** Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Guru pengajar di kelas Kayla pun sudah bersiap akan keluar. Para murid lainnya juga telah mengemasi barang-barang mareka termasuk Vanessa tapi tidak dengan Kayla. Gadis itu masih gusar sendiri di tempatnya. Kalau guru itu pergi bisa tamat riwayat Kayla. Melihat temannya yang tak melakukan apa-apa itu Vanessa lantas menepuk lengan Kayla membuat Kayla tersentak lalu menatapnya. "Ngelamunin apaan sih? Nggak mau balik lo?" tanya Vanessa. "Nes, ikut gue kabur yok. Lewat mana kek gitu asal jangan lewat pintu," ujar Kayla merengek. "Kabur? Eh kalau nggak lewat pintu lo mau lewat mana Marpuah? Loncat jendela terus terjun ke lantai bawah? Gue sih masih pengen hidup!" Kayla berdecak kesal. Dia lalu kembali menatap ke depan. Guru di dalam kelasnya telah berjalan keluar setelah memberi salam. Murid-murid pun mulai bergegas pergi dari dalam kelas. "Ness!!! Gimana dong? Gue nggak mau ketemu Eza!!" Vanessa memutar kedua bola matanya malas. Dia melepaskan tangan Kayla yang menggelenadoti lengannya. "Timbang ketemu Eza doang Kayla bukan ketemu psikopat haus darah! Udah deh jangan lebay gini," omel Vanessa. Kayla mengerucutkan bibirnya kesal. "Jahat banget sih! Masalahnya gue nggak mau pulang bareng sama dia!" "Yaudah tinggal tolak aja gampang kan?" "Enggak segampang itu! Orang tadi aja dia bilangnya gini. Ekhem, gue nggak terima bantahan atau penolakan! Nah gimana tuh?" "Ya ... lo nanti langsung kabur aja," jawab Vanessa ragu-ragu. "Kalau dia ngejar?" tanya Kayla. "Ya nggak pa-pa sekalian bikin film ala India-India. Ish udahlah gue mau caps! Babay!" Setelah itu Vanessa langsung melenggang pergi meninggalkan Kayla begitu saja. "VANESSARAP! IH KEBANGETAN LO YA!" teriak Kayla dari tempat duduknya. Mata Kayla menyapu seluruh ruangan, sepi, semuanya telah kembali ke rumah masih-masing. Lantas Kayla berdiri, dia berjalan menuju jendela yang mengarah ke gedung belakang sekolah. Kelas Kayla berada di lantai dua, dia memperhatikan lantai bawah sambil merinding. "Kalau lompat paling parah patah tulang, sama gagar otak. Eh, tapi kalau langsung meninggoy? Ihh serem," gumam Kayla. "Ngapain lo? Memperhitungkan sisa hidup?" Sontak Kayla langsung memutar kepalanya. Dia terjingkat kaget saat melihat sosok yang dia hindari kini bersandar di ambang pintu kelasnya. Eza berada di sana sambil tersenyum miring. "Eza?" "Apa? Kalau mau loncat langsung aja kali nggak usah sok cari-cari kesempatan hidup. Persentasenya kecil," ujar Eza. Kayla berdecak kesal. Kayla lalu berjalan kembali ke tempat duduknya. Eza memperhatikan saja apa yang Kayla lakukan. Dari memasukkan semua alat tulis ke dalam tas, hingga memakai tasnya. Setelah itu pandangan mereka bertemu. "Apa lo lihat-lihat!" sentak Kayla. "Siapa juga yang lihatin lo?" balas Eza tak kalah nyolot. "Ngapain sih lo ada di sini? Nggak pulang?" "Nungguin lo," jawab Eza cuek. "Ngapain nunggu gue? Gue udah di jemput nggak usah di tungguin, gue bukan anak TK!" Sebelah alis Eza terangkat. "Siapa yang jemput lo?" "Idih! Siapa lo tanya-tanya? Peduli amat sama hidup orang!" "Lo lupa? Gue yang duluan ajak lo pulang, jadi lo pulang sama gue hari ini! Nggak ada penolakan!" "Lo juga lupa apa yang gue bilang tadi? Gue nggak sudi pulang bareng sama lo!" "Okey kalau maksa," balas Eza. Cowok itu lalu berjalan mendekati Kayla. Hal itu lantas semakin membuat Kayla takut. Dia berdiri akan kabur tapi dengan sigap Eza menangkap lengannya. Memegangi gadis itu agar tak bisa kemana-mana. "Ih lepas! Apa-apaan sih lo!" Kayla berusaha memberontak namun tenaga Eza terlalu kuat baginya. "Eza gila lo ya? Lepasin gue ih kasar banget sih sama cewek!" "Eza!! Lo mau bawa gue ke mana! Woy nih anak b***k kali ya?" "Eza s***p lepasin!!" Eza yang muak lalu langsung menatap Kayla. Seketika Kayla terdiam. Saking dekatnya wajah Eza dengan wajahnya, Kayla sampai bisa merasakan hembusan nafas cowok itu menerpa wajahnya. "Berisik!" umpat Eza kemudian. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD