4. Semakin benci

2163 Words
Bel pulang baru saja berbunyi, Kayla yang sudah akan pulang baru saja mengingat satu hal, dia hampir saja melupakan buku yang tadi dia pinjam di perpustakaan. Lantas gadis itu mengubah jalannya, yang awalnya akan ke kanan ini dia ke kiri, ingin ke loker dulu untuk mengambil buku. Tempat itu masih ramai, Kayla tak terlalu mempedulikannya, dia lalu membuka lokernya namun ada sesuatu yang membuat Kayla terdiam. Perlahan tangannya meraih sebuah boneka beserta note yang diikatkan di lehernya. Boneka berbentuk doraemon itu adalah kesukannya, Kayla lalu membuka notenya, di sana tertulis, Semoga suka:) Hanya itu. Kayla tak mengerti, tak ada nama atau pengenal apa pun di sana. Dia lalu melihat sekitar barang kali ada seseorang yang salah teruh tempat namun rasanya tak mungkin karena di depan setiap loker telah ada namanya. "Ah sudahlah!" Kayla lalu memutuskan untuk kembali memasukkan boneka itu ke dalam lokernya, biarlah boneka itu ada di dalam sana. Tak lupa dia lalu mengambil bukunya dan segera pergi. Dia lain sisi, Leo dan Rendi tertawa puas, menertawai cara murahan Eza dalam hal mendekati cewek. Yap benar sekali, boneka itu dari Eza. Modal lihat internet Eza nekat melakukan cara yang klise dan alhasil usaha pertamanya gagal. "Kayaknya nggak seru deh kalau nggak dikasih waktu," celetuk Rendi membuat Eza langsung menatapnya tajam. "Lo mau kasih waktu berapa? Seminggu? Kecil!" sombong Eza. "Halah, gaya lo, baru ditolak juga!" ledek Leo. "Ya kan, itu karena gue pakai cara diam-diam, kalau pakai cara lain gue yakin pasti Kayla nerima gue!" "Beneran nih ye gue kasih waktu seminggu?" ujar Rendi. "Oke nggak masalah!" "Eh Ren, janganlah kasihan kalau gagal tekor dua kali entar, gimana kalau sebulan?" saran Leo. "Kelamaan Le!" "Ya kalau enggak dalam waktu sebulan itu Eza harus udah pacaran dan mempertahankan hubungan mereka sampai masa yang kita tentuin kan lebih seru. Gimana? Kalau cuma nembak doang terus putus mah sama aja boong!" "Good idea!" ujar Rendi menyetujui saran Leo. "Gimana Ez? Sanggup nggak?" tanya Leo kepada Eza sambil menaik-turunkan alisnya. "Oke, siapa takut!" "Bagus! Yaudah skuylah pulang." ****** Keesokan harinya Kayla dan Vanessa sengaja datang ke kelas Eza, kedua gadis itu saling dorong untuk memanggil Eza. Vanessa dengan alibinya yang malu dan Kayla dengan alibi tak kenal. Alhasil mereka terus saja saling menyalahkan hingga deheman dari seseorang berhasil mengagetkan keduanya. "Ekhem!" Sontak Kayla dan Vanessa langsung berbalik badan, terlihatnya Leo dan Rendi yang baru saja datang. Leo lantas tersenyum lalu berdiri di dekat Kayla, Rendi yang tak mau kalah juga langsung mendorong Vanessa agar dirinya bisa berdiri di dekat Kayla. Kayla menatap kedua cowok itu risih. "Apa-apaan sih kalian!" bentak Vanessa lalu menarik tangan Kayla agar menjauh. Kini gantian Leo dan Rendi yang saling menyalahkan. "Eh, Kayla tumben ke kelas kita, mau cariin kita ya?" tanya Leo dengan pedenya. Sementara itu Rendi langsung mendorong Leo, dia sempat merapikan rambutnya sebentar lalu berdehem kepada Kayla. "Hai, mau apa Kay ke sini?" tanya Rendi. "Apaan sih loh SKSD tau nggak!" sentak Leo yang tak terima di dorong." "SKSD apaan?" bingung Rendi. "Sok kenal sok dekat!" "Dih yang ada itu elo yang sok kenal sok dekat! Udah awas biar gue aja yang ngomong sama Kayla." "Eeh, apaan sih, gue aja udah. Emm ... tadi sampai mana Kay?" tanya Leo. "Sampai mana sampai mana, sampai Hongkong noh jauh! Udah sono!" "Ck, apaan sih lo Ren, norak ngerti nggak? Norak!" "Dih lo yang norak kek nggak pernah ketemu cewek cakep aja!" "Emang enggak--eh em maksud gue nggak pernah ketemu cewek secakep Kayla gitu." "Halah gembel!" Vanessa yang sudah muak melihat kelakuan kedua cowok itu lantas maju mendekat dan sedetik kemudian Vanessa langsung menggeplak kepala Rendi dan Leo bergantian membuat keduanya mengaduh kesakitan. "Woi! Gila lo ya?" sentak Leo. "Tuh tangan terbuat dari beton atau apaan sakit bener geplaknya!" sahut Rendi. "Lagian lo dua berisik tau nggak! Kayla ke sini tuh mau cari Eza bukan lo pada, Bambang!" ujar Vanessa hampir teriak saking kesalnya. Sebelah alis Leo terangkat binging. "Eza? Ngapain nyari Eza?" "Punya utang lo ya sama dia?" tebak Rendi. Refleks Vanessa kembali menggeplak kepala Rendi keras. "Setan bener sih lo cewek jadi-jadian ya!" "Tuh mulut jangan sembarangan kalau ngomong! Punya utang gigi lo gue utang!" "Busyet serem amat," ujar Leo. "Udah mana Ezanya?" Kini Kayla yang bertanya. Kedua cowok buaya itu kembali langsung memasang badan. "Belum datang kayaknya," jawab Leo dengan lembut tak seperti saat berbicara dengan Vanessa. "Mau apa emang Kay? Nanti biar kita sampaikan ya?" ujar Rendi juga kepada Kayla. Vanessa memutar kedua bola matanya malas, lalu dengan beraninya Vanessa menoyor jidat Leo dan Rendi agar kedua cowok itu sedikit menjaga jarak dengan Kayla. "Eh kuman! Jangan deket-deket sama temen gue bisa nggak?" tanya Vanessa sedikit membentak. Leo dan Rendi saling tatap. "Kuman katanya Le," kata Rendi. "Eh, lo tuh setan!" balas Leo. "Enak aja setan!" semprot Vanessa. Kayla juga mulai muak, saat gadis itu membuang pandangannya ke samping refleks dia langsung tersentak kaget kala melihat seorang cowok tinggi yang sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan yang dingin. Perlahan tangan Kayla menyenggol lengan Vanessa membuat Vanessa menggeram kesal. "Apasih Kay! Lo nggak lihat gue lagi ngomong?" sentak Vanessa. Kayla lalu mencubit hidung Vanessa. "Lihat dulu!" katanya sambil melirik Eza yang sudsh menatap ke arah empat orang itu. Vanessa pun langsung gelapagan. Cowok idamannya itu ternyata baru datang. "E--Eza? H--hai?" sapa Vanessa gugup. Leo dan Rendi juga langsung melihat ke arah Eza. Keduanya lalu nyengir dan pindah tempat berdiri di sebelah Eza menatap keduanya temanya bergantian. "Apa?" tanya Eza datar dan dingin namun entah kenapa mendengar itu seketika langsung ingin membuat Vanessa pingsan! "Jadi modelan gini yang kalian cari?" celetuk Leo. "Nah kan yang dicari udah datang nih kalau gitu kita duluan ya, bye!" balas Rendi lalu mendorong tubuh Leo agar bersamanya ikut masuk ke dalam kelas. "Apaan sih!" bentak Leo tak suka didorong-dirong. Kini hanya ada Kayla, Vanessa, dan Eza. Dalam hati Eza terus bertanya-tanya kenapa mereka ada di sini. Namun di satu sisi dia juga bersyukur, sepertinya dia akan mudah mendekati Kayla saat ini dan dia juga akan bisa membuktikan kalau hanya dirinyalah yang bisa membuat Kayla luluh. Mematahkan pandangan orang-orang tentang Kayla yang katanya anti dengan cowok itu. "Eza? Lo yang namanya Eza?" tanya Kayla akhirnya membuka suara. Sebelah alis Eza terangkat. Bisa-bisanya Kayla tak mengenali dirinya? Tapi biarlah, jangan mengungkit masalah tabrakan waktu itu dulu. Sepertinya gadis ini lupa. Plak! "Apasih Nes!" sentak Kayla saat Vanessa memukul tangannya. "Ngapain tanya Onah! Udah jelas itu Eza, lo nggak lihat noh name tagnya? Ah gimana sih!" omel Vanessa dengan suara tertahan. Karena ucapan Vanessa, mata Kayla lalu mengarah pada name tag yang ada di baju Eza. Ezzalian Bara G. "Okey ... gue cuma mau ngomong sama lo, tentang emm ... temen gue Nesa!" ujar Kayla lalu langsung mendorong Vanessa agar semakin dekat dengan Eza. Vanessa yang tak siap langsung gelagapan sendiri di tempatnya. Namun kemudian dia langsung menunjukkan sederet gigi putihnya kepada Eza. "Hai," sapa Kayla. "i***t!" umpat Eza. Kedua bola mata Vanessa sontak membulat. Lancar sekali kalau mengatai orang. "Sembarang kalau ngomong!" protes Vanessa. "Jadi lo berdua mau apa?" tanya Eza sedikit membentak. "Gini Za, temen gue ini katanya dari dulu udah ngefans sama lo. Jadi dia ke sini mau--" Kayla menjeda ucapannya karena bingung. Lalu Kayla menatap Vanessa, mereka saling lempar kode. "--ee Vanessa mau nyatain cintanya sama lo! Iya Vanessa suka sama lo Za," lanjut Kayla. Dahi Eza menyergit tak mengerti. "Suka?" Dengan cepat Vanessa mengangguk. "Iya gue suka sama lo Za, lo mau nggak jadi pacar gue?" Eza tersenyum miring, dia lantas memajukan wajahnya sedikit lebih dekat kepada Vanessa. Jujur, jantung Vanessa berdetak lebih cepat kali ini. "Nggak punya malu? Atau urat malu lo udah putus? Barusan lo nembak gue? Siapa lo ha?" Vanessa dan Kayla terdiam, sedikit kecewa dengan respon Eza yang terkesan meremehkan "Za gue," lirih Vanessa. "Jawabannya Nggak!" jawab Eza sambil memundurkan lagi wajahnya. Vanessa menatap Eza tak percaya. "Tapi Za." "Apa? Kalau lo memang masih punya harga diri, pergi dari hadapan gue sekarang juga! Gue nggak suka sama cewek murahan!" Vanessa sampai kesusahan untuk menelan salivanya. Dia merutuki niatnya kemari. Menurut Vanessa kalau nggak suka yaudah tolak dengan halus bisa kan nggak udah membentak dan kasar? Air mata Vanessa jatuh saat itu juga. Dia segera menghapusnya kasar. Setelahnya Vanessa langsung pergi dari tempat itu. "Nes!" panggil Kayla namun tak direspon. Sekarang hanya ada Kayla dan Eza. Kayla juga tak menyangka dengan jawaban Eza tadi. Dia lalu menatap Eza sengit. Dilihat seperti itu membuat Eza juga ikut kesal. "Apa? Lo mau nembak gue juga? Udah mending lo pergi juga sana!" Kayla menggeleng. Lalu hal yang tak pernah Eza duga sebelumya kini terjadi. Plak! "Brengs*k! Nggak punya hati lo!" Kayla mengumpati Eza setelah gadis itu puas menampar pipi Eza sekeras mungkin yang dia bisa. Setelahnya Kayla langsung berjalan pergi dari hadapan Eza. Kedua tangan Eza mengepal. Tak main-main, pipinya terasa sangat panas sekarang. "s**t! Lihat aja, gue bakal balas lo! Camkan itu gadis cantik!" Mungkin tak sekarang, tapi besok. Eza bersungguh-sungguh akan membuat Kayla jatuh sejatuh-jatuhnya kepada Eza. Anggap saja Eza lebay, tapi emang begitulah, dia sudah terlanjur kesal dengan Kayla. ****** Sementara itu bel dimulainya istirahat sekolah baru saja berbunyi. Di dasarkan dengan alasan lapar, Eza pergi ke kantin duluan meninggalkan kedua temannya. Memangnya siapa yang mau nenunggu orang boker? Yap, saat ini Rendi tengah ditahan Leo di toilet untuk menemaninya menuntaskan panggilan alam. Segabut itu memang mereka namun tidak dengan Eza. Saat kaki Eza mulai menginjakkan koridor menuju kantin, bisik-bisik dari para cewek terus saja berdatangan memasuki indera pendengarannya. Tak mau ambil pusing karena bagi Eza semua hal itu sudah biasa terjadi. Mereka hanyalah membicarakan kelebihan Eza dan menjadikan itu sebagai suatu omongan. Seperti saat ini contohnya, "Ih Eza tuh Eza. Duuh ganteng banget jodoh orang." "Eh emaknya Eza ngidam apa sih kok anaknya ganteng banget?" "Dingin aja ganteng, gimana kalau hangat ya? Ihh meleleh nggak tuh?" "Uwaaa jadi berharap dijodohin sama Eza." Semua lontaran kalimat itu hanya ditanggapi Eza dengan senyuman miring dan gelengan kepala. Kini Eza sudah berada di depan pintu kantin, namun hal yang tak terduga justru datang di menit-menit terakhir. Harapannya selangkah lagi dia bisa makan enak namun nyatanya tidak. Tiga orang cewek kini berdiri menghadang langkah Eza. Terdengar hembusan nafas kasar dari mulut Eza. "Hai Eza, ke mana aja kok baru kelihatan?" sapa salah satu bentuk cewek Pelita yang Eza benci. Namanya Febi Prisilia Dinata. Malas meladeni Febi, Eza memilih untuk melangkah pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun untuk gadis itu. Febi yang kesal karena diabaikan langsung menyusul Eza lalu menarik tangan cowok itu hingga Eza akhirnya menatapnya. Saat itulah Febi memasang senyum sok manisnya. "Hai," sapa Febi lagi. Eza menatap Febi sengit. Dengan keras dia menepis tangan Febi dari lengannya. "Lepasin tangan lo dari gue b*tch!" Febi jelas tersentak, namun sepertinya Febi sudah kebal. Dia kembali hendak meraih tangan Eza dan lagi-lagi ditepis kasar oleh cowok itu. "Za, gue cuma mau nemenin lo makan boleh ya?" rengek Febi. "Nggak!" sorot mata Eza kian menajam. "Jangan pernah lagi lo sentuhin tangan kotor lo itu di kulit gue paham?!" bentaknya. "Yaelah Za, sok kegantengan banget! Emang cewek idaman lo itu macam apa sih? Febi itu primadonanya sekolah, dan lo nolak dia? Heh! Yang bener aja tuh mata," sahut Viola salah satu teman Febi, si cewek tukang nyinyir. Eza kini beralih menatap Viola dengan sebelah ujung bibir diangkat. "Lo tanya cewek idaman gue kayak apa? Pastinya bukan modelan badut kayak kalian!" Ketiga cewek itu langsung membulatkan matanya terkejut dengan penuturan Eza. "What? Lo nyamain kita sama badut Za?" tanya Febi. "Udah bodoh, jelek, b***k lagi. Yakin gue cowok yang mau sama lo matanya udah ketutupan semua sama jin!" Lagi-lagi Eza berkata dengan nyelekitnya. Tapi ya salah mereka sendiri, Eza lapar malah diganggu, ya disemprot kan dengan mulut pedasnya. Febi menggeram kesal, kedua tangannya terkepal erat. Kalau saja Eza bukan cowok tertampan dan paling hits di sekolah, dia tak akan mau mempermalukan diri seperi ini. Melihat Febi yang mengerucutkan bibirnya karena kesal lantas semakin menarik rasa benci Eza, dia kembali mengumpat, "Apa lo monyong-monyong kayak gitu? Lo pikir lo cantik? Lo pikir lo imut? Asal lo tau ya, muka lo itu nggak lebih bagus dari pant*t monyet peliharaan gue!" "Lo tuh ya! Kenapa sih gitu banget sama gue!" bentak Febi kehilangan kesabarannya. Kantin pun semakin ramai melihat adegan kedua most wanted sekolah itu adu mulut. "Dasar cowok mulut cabe!" sahut Syakila teman Febi juga menbentak Eza. "Lo tuh cowok nggak seharusnya ngomong kayak gitu," balas Viola jelas membela temannya. Eza lalu terkekeh meremehkan. "Memang kenyataanya seperti itu kan? Gue suka ngomong jujur, kalau bilang lo kayak pant*t monyet kenyataan memang kayak gitu lo mau apa?" "EZA CUKUP!" teriak Febi. "Dih, lo yang duluan godain gue sekarang lo yang marah-marah. Anda sehat?" "Lihat aja Za, gue bakal balas lo dengan buat lo jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama gue. Lihat aja!" "Gue? Jatuh cinta sama lo? Mimpi tinggi boleh Feb, tapi yang masuk akal," balas Eza. Febi yang sudah cukup merasa dipermalukan lantas berbalik badan dan memilih beranjak dari hadapan Eza. Dia kira Eza akan peduli dengannya? Tentu saja tidak!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD