XLV

2359 Words
“Tutor dong....”Billa beringsut mendekati Fatiah yang baru saja membentangkan kasur singel. “Tutor apa?” tanya Fatiah yang langsung menjatuhkan tubuh letihnya di atas kasur yang sama sekali tidak empuk, tapi anehnya paling nyaman dan karena itu Fatiah memilihnya dari sekian kasur empuk yang ada di asrama. “Itu, Tutor yang lagi viral di grup angkatan.” Billa mengulum senyum simpul, menyadari Fatiah masih belum paham. “BTW, selamat ya, kepilih nih ye...” Fatiah yang semula sudah menutup matanya, refleks langsung membuka kedua matanya, kaget, dari mana Billa tahu mengenai itu, dia bahkan belum cerita. “Makanya buka deh grup angkatan,” sahut Billa yang sadar akan kebingungan Fatiah. “Cie, Iah, kompak banget deh.” Lail dan Lingsi tersenyum simpul, begitu mendapati Fatiah yang sudah pulang. “Kalian tahu juga?” sahut Billa, yang langsung mendapat anggukan semangat dari kedua gadis itu. “Dari grup angkatan kalian?” “Iya, dari grup angkatan, dari grup kelas. Ini bahkan ada dari grup OSIS sama grup Rohis.” Fatiah masih tidak mengerti apa ya g mereka bicarakan. “Emang ada apa sih?” tanya Fatiah polos. “Oh, itu, cowok yang kemarin kan, Iah. Siapa namanya? “tiba-tiba Rani yang baru datang juga langsung melempar tanya yang makin buat Fatiah plang-plongo. . “Emang kak Rani tahu siapa orangnya?” sahut Billa. “Iya, kemarin pas pulang kondangan di antar sama mereka.” “Eh, ternyata kalian udah akrab ya?” Kembali tanya membrodong pada Fatiah yang bingung mereka membahas soal apa. “Sejak kapan? Perasaan gak pernah liat di sekolah?” “Tunggu...tunggu,” Fatiah menghentikan semua tanya yang membuat kepalanya pusing. “Maksudnya apa? Viral, grup angkatan? Nganterin pulang kondangan?” tanya Fatiah mengurai satu persatu kebingungannya. “Itu loh, Iah, yang jadi pasangan MC kamu kemarin.” “Pasangan MC?” Fatiah membeo, mencerna pelan perkataan Rani “Idih, gila, gak nyangka ternyata udah jadi pasangan, pantes aja kompak banget, bagai sayur dan garam, saling melengkapi,” kata Lail, lalu terkekeh. Apa sih? Batin Fatiah. “Maksud Mbak, Haikal? “ “Nah iya, Haikal,” sahut Rani antusias. Terus? Dahi Fatiah mengernyit. “Emang kenapa? Ada hubungan apa sama semuanya ?” “Langkah pertama kamu buka grup, baru entar kamu paham,” intrupsi Billa. Fatiah merenggangkan tangannya, rasanya malas untuk sekedar beranjak dai posisi duduk menjadi berdiri, untuk mengambil ponselnya yang sedang ia case di stop kontak yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari jangkauan tangannya, alhasil Fatiah menggunakan tangannya yang panjang untuk mengapai benda pipih miliknya itu. “Mager amat sih gerak,” cicit Billa pelan. “Sobat magerqu bet dah,” tambahnya diiringi kekehan. Fatiah segera membuka ponselnya, rasa penasaran makin bertambah begitu menyalahkan wi-fi pada ponselnya, beruntut ada banyak pesan masuk tanpa jeda, sampai-sampai hampir membuat ponsel Fatiah ngelek. “Ha....” Fatiah menggeleng-geleng bingung. “Ramai banget nih notif, ada apa sih ?” bingung Fatiah, menunggu dengan sabar sampai ponselnya berhenti menampilkan notif yang saling berkejaran itu. Di sisi lain, Billa, Lail, Lingsi dan Rani terkekeh geli melihat ekspresi penasaran dan bingung yang Fatiah tampilkan. Setelah tidak lagi terdengar suara notif, Fatiah mulai menggerakkan jarinya di atas layar. Dari ekspresi wajah biasa sampai ekspresi wajah kaget mulai menghiasi wajah Fatiah. “Idih apa sih caption-nya? “ gerutu Fatiah, setelahnya. Billa yang sedari tadi menahan tawa, refleks menyemburkan tawanya itu, wajah nestapa Fatiah makin menjadi. “Emang seharusnya apa caption-nya?” kata Billa, masih belum bisa mereda rasa gelinya. Fatiah diam. Dia juga bingung. “Kalian kok bisa kompak banget gini sih?” Lail memperhatikan dengan seksama lagi dan lagi video yang menampilkan Fatiah dan Haikal yang saling bahu-membahu menjawab soal. Meski sudah berulang kali mengulang video ini, Lail masih saja berdecak kagum akan kekompakan Fatiah dan Haikal. Mereka seperti dua orang dengan satu otak, saling sahut-menyahut, menyempurnakan sepenggal kalimat majemuk. “Ya, itu spontan aja,” jawab Fatiah, apa adanya. Jadi ikut memperhatikan kembali videonya yang entah siapa dan kapan video itu diambil. Fatiah bahkan tidak sadar, mungkin karena tadi dia terlalu bersemangatnya menjawab soal-soal yang diajukan bu Sri. “Tapi kok bisa nyambung gini.” Lail masih menggeleng-geleng heran. “Terus keliatan serasi banget lagi, cocok banget diedit pake sound dan caption ini. Berasa lagi liat drakor gak sih..” kekeh Lail yang mendapat anggukan setuju Rani dan Billa—si pencinta akut segala jenis drakor. “Berasa liat behind the scene gak sih,” tambah Billa, tidak lupa diiring kekehnya. “Biasa aja tahu itu, editnya aja yang kek seolah—“ Sebuah notif pesan, mengintrupsi perkataan Fatiah. Fatiah terdiam sesaat, setelah membaca nama pengirim pesan. Haikal. Haikal mengirim tiga pesan berturut sekaligus. “Udah liat grup belum? “ “Itu grup, siapa sih admin-nya? “ “Itu siapa yang buat vidio-vidio kek gitu?” Fatiah refleks menggigit bibir bawahnya, entah kenapa dia jadi merasa seperti tersangka sekarang. Fatiah mulai mengetik kalimat, dan yang terlintas dibenaknya hanyalah kata, ‘maaf' Tidak lama kembali ada pesan masuk dari Haikal. Kali ini kalimatnya lebih terlihat lebih santai. “Eh, kenapa kamu minta maaf. Kan bukan kamu yang salah. Btw aku juga mau minta maaf, pasti kamu juga kesel sama tuh vidio.” Fatiah berdeham sejenak, sebelum kembali mengetik. “Gak marah sih, cuman ya, gak enak aja. Tapi ya udahlah, paling besok juga lupa.” “Semoga aja.” “Kok semoga sih?” kening Fatiah berkerut. *** Haikal menghempas tubuhnya di kasur, letih seharian belajar berkedok ekskul. Beruntung hari ini tidak ada jadwal mengajar mengaji. Setidaknya, ia bisa tidur setelah salat Isya. Tapi kenyataan tidak seindah yang Haikal pikirkan, tiba-tiba notif ponselnya membludak begitu data seluler, dihidupkan. Video dirinya dan Fatiah menjadi topik paling hangat di grup angkatan dan bahkan merembes ke grup kelasnya juga. Sebenarnya Haikal tidak terlalu peduli dengan itu semua, toh tidak ada yang aneh dari vidio itu, hanya ada dirinya dan Fatiah yang nampak antusias menjawab pertanyaan dari bu Sri. Meski tidak bisa dipungkiri, Haikal sangat risih saat video itu diedit jedak-jeduk, ditambah musik romantis, ala-ala terkesan seperti adegan romantis. “Ngapain juga peduli. Paling besok udah tenggelam sama topik baru,” gumam Haikal, meletakan kembali ponselnya di atas nakas, lalu beranjak turun dati kasur, sebenarnya terlintas sekelibat bagaimana yang Fatiah pikirkan, apa biasa saja seperti dirinya atau sangat risih? Tapi Haikal mengabaikan pertanyaannya itu dan lebih memilih melangkah ke kamar mandi. Seharian di sekolah membuat seluruh tubuhnya terasa lengket dengan keringat. Selesai dari kamar mandi, Haikal kembali meraih ponselnya yang tergeletak di posisi yang sama terakhir kali dia letakan. Lalu merebahkan tubuhnya di kasur dengan kaki mengantung di ujung kasur, setelah semi mengerikan rambutnya dengan handuk. Tidak ada notif yang berarti di ponselnya, hanya ada beberapa pesan dari grup game online, grup film dan grup random yang tidak pernah Haikal buka. Haikal juga heran kenapa dia sangat suka mengkoleksi banyak grup, sampai-sampai untuk keluar dan menghapusnya saja terlalu melelahkan. Tiba-tiba ada notif dari grup bernamakan Dzawin ganteng. Haikal mengernyit, sejak kapan Dzawin mengubah nama grup beranggotakan dirinya, Dzawin dan Dzawan dengan seenak jidatnya, belum sempat bertanya, Haikal kembali teralihkan dengan notif pada grup itu. Haikal mulai mengscorll percakapan yang hanya terjadi antara Dzawin dan Dzawan. “Idih mana nih yang lagi viral? Kenapa gak muncul-muncul.” “Bang, coba telepon Haikal.” “Lo aja sih, gue lagi sibuk nih.” “Sibuk apa Lo? Emang Lo, di mana Bang? “ “Sok-sokan nanya, gue kan di sebelah Lo.” “Oh iya, Lo yang dari tadi bajak meja belajar gue, kan? Ngapain Lo di sana.” “Duduk lah, gak liat Lo.” Haikal mendengus, ngabisin waktu gue aja buat scroll. Meski sudah jengah dengan ketidakjelasan duo kembar itu, Haikal tetap saja mengscroll percakapan yang terjadi. “Bang buruan telepon Haikal.” “Entar deh...” “Buru, Bang.” “Mau apa emang? “ “Ah, lama Lo, Bang!” “Done.” Dzawin mengirim picture hasil tangkap layarnya. Haikal segera mengklik gambar itu. “Astagfirullah! “ Haikal terjingkrak kaget, kakinya yang awalnya menggantung di tepi kasur, langsung menapak di lantai. “Apa-apaan nih! “dengus Haikal berang. Haikal mulai mengetik, tapi percakapan antara Dzawin dan Dzawan masih berlangsung. Keduanya nampak tidak menyadari kehadiran Haikal di room itu. “Gila, Bang, baru juga lima menit di upload, tapi udah banyak aja yang like, udah dua ribu loh. Gak pernah-pernah wall twitter gue serambi ini. Mana banyak yang membagikan lagi bang.” “Serius Lo, Dek? “ “Iya, serius. Makanya Lo jangan main muluk, coba liat dulu.” Dzawin mengirim link. Pergerakan jari Haikal terhenti. Haikal mengernyit dan langsung mengklik link yang Dzawin kirimkan. Dan lagi-lagi membuat Haikal menggeleng-geleng kesal. Tanpa pikir panjang Haikal langsung mengklik tombol panggilan grup. “Apa-apaan woi! “teriak Haikal begitu semua panggilan tersambung. “Cie artis...” Dzawin terkikik. “Artis-artis, apaan Lo! Buruan hapus! “kesal Haikal. “Ih banyak yang suka tahu.” “Hapus gak! “ “Sensi banget sih, lagi haid ya? “ ledek Dzawin. Yang disambut tawa mengudara dari Dzawan. “Gak papa lagi, Kal, cuman buat lucu-lucuan aja. Toh anak twitter juga gak kenal sama Lo.” Haikal mendengus keras. “Lucu kata Lo?! Lo pikir gue badut, ha! “ Duo kembar itu kembali tertawa, sama sekali tidak menghiraukan protes Haikal. Haikal yang sejak awal memang sudah kelelahan memilih duduk lagi di kasur, sembari memijat batang hidung. Setidaknya sedikit membuat Haikal rileks. “Udah diikhlasin aja, Kal. Dapat pahala Lo buat orang bahagia,” kata Dzawin di sebrang sana, seenak jidat. “Toh bener kata bang Dzawan, kan mereka juga gak kenal sama Lo dan partner Lo itu. Jadi santai aja.” Dzawin sengaja menekan kata partner. Haikal mendengus kencang. “Bocot Lo! Buruan hapus.” Umpatan Haikal kembali dibalas tawa nyaring Dzawin. “BTW, tadi pas habis upload vidio Lo, eh, gue salah klik, terus gue ke out dari twitter, terus... “ “Jangan bilang Lo gak tahu kata sandi twitter Lo? “ sela Haikal cepat. “Ya, anda benar sekali,” kata Dzawin tanpa nada bersalah sedikit pun. Haikal berdesis keras. “Gue gak mau tahu pokoknya dalam dua puluh empat jam harus, Lo hapus!” “Kal, jangan kejam gitu dong. Gue aja gak bisa nih masuk akun gue. Lo gak kasihan kah? “ “Lo sebenarnya sahabat gue atau musuh gue sih !” desis Haikal. “Terus ya itu, ada orang lainnya bukan gue doang. Gimana kalo dia marah? “ “Dia? “ Dzawin mengulang kembali kalimat Haikal dengan nada aneh. Haikal refleks memijat dahinya, duh habis gue. “Itu anak mana sih? “tanya Dzawan yang sejak tadi hanya sibuk tertawa. “Kelas sebelah,” sahut Haikal cepat, tidak mau berlama-lama dengan topik ini. “Seangkatan sama kita dong? Pantes kek familiar gitu mukanya,” kata Dzawan. Haikal refleks mengangguk, lupa kalo mereka sedang panggilan telepon bukan vidio call. “Siapa namanya?” tanya Dzawan lagi. “Et Bang, mau ngapain segala tanya nama? Punya sahabat sendiri gak boleh ditikung,” kata Dzawin, lalu terkekeh pelan. Haikal memutar bola mata kesal. “Udah ya, gue capek, pokoknya vidio itu harus Lo hapus!” “Ya Allah, Kal, gitu amat sama sahabat. Mau cari dimana coba, ingatan yang sudah gone?” sahut Dzawin penuh pengibaan, Haikal tidak peduli. “Lo aja gak mikirin gue pas di upload, kenapa gue mesti kasihan sama Lo??!” sahut Haikal datar. Haikal memejamkan pelan matanya setelah tubuhnya mendapat sambutan hangat dari kasur empuknya. “Kal, udah ikhlasi aja kenapa sih? Buat orang dapat pahala loh... Lagian mereka juga gak kenal—“ Blblblbl.... Haikal reflek mencibir tanpa suara mengikuti kata yang akan Dzawin ucapkan. “Pokoknya...harus....segera... Lo... ha—“ “Dek, sejak kapan Lo jadi artis? “ Tiba-tiba suara bariton menggelegar menyapa gendang telinganya dengan sangat tidak ramah. Belum berhenti di situ saja, suara gedoran kencang menyusul di daun pintu kamar yang Haikal kunci. “Apa sih Bang?! “ berang Haikal. “Teriak-teriak, ini telinga bukan lapang bola.” “Buka dulu pintunya! “teriak Fauzan lagi. Haikal mendesah panjang, baru saja dia hendak istirahat, selalu saja ada yang mengganggunya. Haikal bangkit, beringsut membuka pintu, membiarkan ponselnya tergeletak di atas kasur dengan panggilan telepon yang masih terhubung. “Apa Bang? “Haikal sengaja hanya membuka kecil pintunya, menandakan bahwa dia tidak ingin abangnya itu masuk ke dalam kamarnya. Tapi dengan gerakan cepat, Fauzan malah berhasil menerobos tubuh Haikal dan sekarang duduk manis di ujung kasurnya, seraya menatap Haikal yang berjalan ke arahnya. “Ada apa Bang? “tanya Haikal lagi. Fauzan tidak langsung menjawab, ia menatap lekat Haikal laku ponselnya bergantian, tidak lama terdengar decak pelan sembari kepala yang bergerak kanan-kiri. “Lo gak pake pelet, kan? “ Ha? Haikal persis ikan yang kekurangan air. “Apaan sih, Bang? Datang-datang nanya random banget.” Di seberang sana, suara tawa menggelegar dari duo kembar. “liat akun i********: Lo deh.” “Ada apa emang?” tanya Haikal, malas meraih ponselnya dan mengklik ikon kotak bertuliskan i********:. Mata Haikal yang awalnya sayup karena sudah sangat mengantuk, berubah menjadi membulat sempurna setelah melihat notif i********:-nya, nyaris seperti bom yang tidak kunjung berhenti. Haikal kembali mencerna kalimat abangnya sebelum masuk ke dalam kamarnya, ‘sejak kapan Lo jadi artis?’ Haikal langsung melempar tatapan kaget pada Fauzan yang sudah tidak sejahat Haikal sekarang. “Coba jelasin, kenapa bisa gitu? “tanya Fauzan. Haikal bergumam tidak jelas, dia terkenal di i********:, tapi kenapa? Tidak ada yang sudah ia lakukan sampai semua orang men-follow akunnya? Tunggu dulu... Dia memang tidak melakukan apa pun, tapi Dzawin? Yap! “DZAWIN!! “pekik Haikal spontan. Dzawin dan Dzawan di seberang sana, refleks mengelus d**a, kaget. “Gara-gara Lo, sekarang i********: gue penuh manusia! “ teriak Haikal. “Lo harus tanggung jawab! “ “Eh, Kal, keknya koneksi gue jelek deh.” “Ih, gue juga, Kal.” “Gue matiin ya, Kal.” “Gue juga.” “Assalamualaikum.” Haikal menatap nanar layar ponselnya,, dua manusia itu sudah pergi dari peradaban ponselnya, panggilan di matikan sepihak. Kini yang tersisa hanya Fauzan. Fauzan mengernyit mata, balik menatap Haikal yang menatapnya memelas. “Bang, dapat banyak followers gini kabar baik atau kabar buruk sih?” **
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD