When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
*** Satu malam itu takkan pernah pudar dari rakitan memori otaknya. Sebuah pesta ulang tahun, hadiah-hadiah yang telah menelantarkan pikiran ke dalam buaian mimpi, perlindungan dan festival pada Minggu lalu di usia ke sembilan belas tahun Nessa. Gadis yatim piatu itu terduduk dengan berbagai alat bantu mendengarkan musik dan laptopnya. Membolak-balik beberapa lembar demi lembaran buku filsafat, keseriusan dalam menekuni bidang pendidikannya hampir tak pernah dicerna oleh kewarasan otaknya di halaman kampus. Nessa selalu membuat sulit untuk memahami tiap hak-hak yang telah dirampas. Merobek semua angan-angan dan jati dirinya. Tak jarang mata cokelat dari wajah oval itu menitikkan air mata, tersedu dalam diam dan keterikatan. Namun apalah arti sebuah perlawanan, semua tenaga dan