Kerl merasa bersalah mengatakan itu kepada Re, ia tidak menyangka kalau itu perempuan itu sangat nekat, hanya karena sebuah kata-kata mampu membuat ia ingin mengakhiri hidupnya, ia tidak ingin kalau Re kenapa-kenapa, ia ingin Re selamat, karena kalau tidak, ia pasti akan merasa bersalah seumur hidupnya, sebab telah menjadi pembunuh. Sekarang Re sedang ditangani oleh dokter di dalam ruangan, sementara Kerl sedang duduk di ruang tunggu dengan perasaan campur aduk, dan harap-harap cemas.
Saat ini orang tua Kerl yang menetap di Bali, sudah berada dj Jakarta, sekarang mereka menuju rumah sakit, tempat anaknya berada. Ayah Kerl adalah orang Kanada, tetapi sudah menetap di Inonesia jauh sebelum ia menikah dengan Ibunya Kerl yang asal Bali, lima tahun yang lalu saat Kerl memimpin perusahaan, mereka memutuskan untuk tinggal di Bali karena ingin menghabiskan masa tua di pulau kecil, pulau kelahiran sang istri. Pasangan suami dan istri itu langsung ke Jakarta karena dihubungi oleh Elleana bahwa ia ingin menggugat cerai suaminya dan ia menceraikan semua alasan-alasan mengapa dirinya sampai memutuskan hal itu. Saat mereka sampai di Jakarta, tidak melihat Kerl di rumahnya, akhirnya mereka langsung menghubungi putranya itu dan ia memberitahu keberadaan dirinya di rumah sakit sekarang.
Sesampainya mereka di rumah sakit, sang ayah yang bernama Mark Grissham langsung menatap tajam anaknya itu dan sang ibu yang bernama Ayudia Grissham langsung duduk di samping putranya untuk menenangkannya, ia tahu kalau Kerl sedang tidak baik-baik saja saat ini.
"Ackerley Grissham!" Merasa namanya terpanggil, ia langsung mendongak dan menatap ayahnya yang sedang memasang wajah amarah. Ia curiga bahwa kedua orang tuanya tiba-tiba ke Jakarta pasti karena mendapat laporan dari Elleana perihal masalah mereka, sebab wanita itu cukup dekat dengan mertuanya, dan sebentar lagi sang ayah pasti akan murka atas perlakuan dirinye ke menantu kesayangan. "Kerl, apa pernah Daddy dan Mommy mendidik kamu untuk menjadi pria kurangajar?" Mark masih bisa menahan emosinya, tetapi wajah pria itu tampak tidak bersahabata sama sekali. Pria itu sudah fasih berbahasa Indonesia, tetapi aksen britishnya masih sangat kental.
Kerl menghela napas pelan. "Dad, bisa enggak bahas itu dulu sekarang? Aku sekarang lagi cemas sama orang di dalam ruangan ini, dia bunuh diri karena aku. Aku merasa bersalah, Dad. Aku berharap Tuhan masih membiarkan dia hidup lebih lama lagi di dunia ini, agar aku tidak hidup dengan penuh penyesalan dan rasa bersalah seumur hidup."
Mark pun terdiam, karena ia tidak pernah melihat putranya seperti ini, Kerl adalah pria tegas yang tidak pernah menunjukkan kelemahannya, sedangkan suara dan wajahnya sekarang menunjukkan kalau dirinya benar-benar sedih dan Mark langsung menempati kursi di sebelah istrinya. Ayudia yang lebih lembut pun langsung bertanya kepada putranya dengan senyuman manis. "Sayang, apa yang terjadi? Siapa perempuan yang berada di dalam ruangan ini? Kenapa kamu sangat cemas, hm?"
Kerl pun langsung menceritakan apa yang terjadi dengan Re sehingga nekat bunuh diri, Kerl cukup dekat dengan ibunya sehingga ia berani menceritakan yang terjadi walau di sampingnya ada sang ayah.
Saat Mark ingin mengeluarkan suara, tetapi istrinya itu langsung melarangnya, biar yang berbicara baik-baik kepada putranya itu. "Sayang, kamu cinta sama perempuan yang bernama Re itu?"
Kerl menggeleng. "I always love my wife, just her." Kerl yakin kalau perasaan yang dirasakan oleh dirinya saat ini bukan perasaan cinta, tetapi hanya perasaan bersalah. Dan ia yakin hatinya masih tertuju untuk Elleana sampai kapan pun.
Ayudia mengelus punggung anaknya itu dengan lembut. "Kerl, saat ini Re sedang rapuh, dia mempunyai beban yang amat berat, di dalam perutnya dia mengandung anak kamu, Mommy yakin dia pasti tidak berani memberitahu hal itu kepada siapa pun apalagi orang tuanya, karena itu sebuah aib, apalagi kamu adalah pria beristri, kalau sampai orang tua, dia pasti akan dihujat seluruh dunia. Mommy itu cukup kenal dengan Re, karena setiap kali Mommy ke kantor kamu sering ngobrol dengan dia, dia itu perempuan yang baik, dia juga pernah cerita sama Mommy kalau dia itu berasal kampung yang ibunya hanya penjahit sedangkan ayahnya sudah meninggal, saat ini ada adik yang harus ia kuliahkan, Mommy cukup sedih pas tahu dari Elleana kalau kamu memecat Re."
Untuk kehidupan pribadi Re, Kerl cukup tahu, tiga tahun mereka bersama, membuat Kerl cukup mengenal Re, ia tahu perempuan itu adalah perempuan yang baik, tidak sedikit pun ia menunjukkan ketidak baikan dirinya, tetapi pernyataan cinta Re yang membuat Kerl akhirnya tega menendang dia dari perusahaan. "Tapi dia bilang kalau dia cinta sama aku, Mom, i have a wife, andai saja dia tidak mengatakan perasaannya, pasti aku tidak akan memecat dia dari perusahaan."
Ayudia menaikkan sebelah alisnya. "Lalu, kamu mau menikahinya?"
Lagi-lagi Kerl menggeleng. "Aku hanya mencintai Elleana, aku tidak mungkin menikahi perempuan yang tidak aku cintai, aku memang menyukai Re saat itu, tapi hanya sebagai sekretaris, tidak lebih."
Ayudia menghela napas pelan. "Kamu tidak cinta tapi kamu menghamlinya, Mommy baru tahu kalau kamu sebrengsek ini, biar Mommy kasih tahu, cinta atau tidak cinta kamu harus tetap menikahi Re, di dalam rahim dia ada anak kamu, darah daging kamu. Ada darah Grissham yang mengalir di sana. Mau tidak mau kamu harus bertanggung jawab. Mommy tahu, kalau anak Mommy tidak akan lepas tanggung jawab." Ayudia membelai pipi putranya. "Tanyakan ke hatimu tetap perasaanmu yang sebenarnya untuk Re, karena Mommy ragu kalau kamu tidak memiliki ketertarikan yang lebih untuk Re, kalian tiga tahun bersama, bahkan kamu menghamilinya, saat kamu melakukan itu, apa kamu ingat punya istri, Kerl? Apa kamu ingat risiko apa yang kamu hadapi kalau sampai Elleana tahu?"
Kerl hanya terdiam, saat itu ia benar-benar lupa akan Elleana, saat terbangun pun, ia merasa bahagia, tetapi saat mendengar pernyataan cinta, ia jadi muak. "Maybe, Mom."
Ayudia terkekeh pelan. "Begini, Sayang. Kami sebagai kaum perempuan, cenderung lebih peka terhadap perasaan sendiri, jangan salahkan Re kalau dia mencintai kamu, karena perasaan itu muncul dengan sendirinya, ya mungkin kesalahan dia adalah dia jujur terhadap pria yang sudah beristri, tetapi tidak ada yang salah dari sebuah kejujuran, Sayang. Jadi, kamu menikahlah sama dia, bertanggung jawab atas anak di dalam kandungannya Re."
Kerl mengernyitkan dahinya. "Bagaimana bisa aku menikahi Re, sedangkan aku sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tanggaku dengan Elle, setelah selesai urusan dokter di dalam aku berniat untuk menjemput istriku, agar kami tidak jadi bercerai."
Mark yang sedari tadi tidak tahan untuk mengeluarkan suara, akhirnya ia mengatakan sesuatu. "Kerl, ada yang lebih penting daripada perpisahanmu dengan Elle, yaitu menikahi Re, jangan sampai anak kamu lahir tanpa ayah dan tumbuh menjadi anak korban bullying karena akan dianggap anak yang lahir tanpa bapak. Jangan egois, keturunan Grissham tidak ada yang menjadi pecundang."
Kerl tetap bersikeras untuk menikahi Re, ia tetap pada pendiriannya mempertahan Elleana. "Dad, i can't. I still love my wife."
"Sure? Kalau begitu angkat kaki dari perusahaan dan rumah yang kamu tempati sekarang, karena kalau kamu tidak mau menikahinya kamu bukan lagi bagian dari Grissham." Mark tahu ini adalah ancaman yang paling jitu, agar Kerl mau menurutinya.
Ditambah sang ibu juga mendukung agar Kerl mau menikahi Re. "Sayang, turuti keinginan kami, kamu tidak perlu khawatir perihal keinginan persiapan pernikahan, biar kami yang mengurus semuanya."
Mark pun berdiri dari tempatnya lalu diikuti oleh Ayudia. "Ayo kita pulang," ujar Mark.
"Kerl, kami tunggu di rumah, pikirkan baik-baik tentang keputusan yang akan kamu ambil. Mommy yakin kamu pria hebat yang bertanggung jawab," ujar Ayudia, sepasang suami istri itu langsung meninggalkan rumah sakit.
Tak lama kemudian dokter yang menangani Re pun langsung keluar dan memberitahu kalau Re baik-baik saja, sayatannya belum sampai memutus nadi, hanya saja ia tadi kekurangan darah dan bersyukur stok darah tersedia di rumah sakit ini. Kerl pun langsung masuk ke ruangan, ia menarik kursi di samping Re, lalu menatap lekat perempuan itu.
"Re, asal kamu tahu, selama tiga tahun kita bersama apa pernah saya memperlakukanmu dengan buruk? Tidak pernah, Re, saya senang kamu menjadi sekretaris saya, tapi yang saya benci adalah perasaan kamu kepada saya, kenapa kamu mencintai perempuan yang beristri? Kamu itu perempuan baik, saya yakin kamu bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari saya. Maafkan saya yang sudah membuat hidupmu hancur, maafkan saya yang sudah menyaikitimu, maafkan kejadian buruk malam itu yang akhirnya membuat kita terjebak dalam situasi ini. Re, maaf karena saya tidak bisa mencintaimu, saya hanya mencintai Elleana." Pandangan Kerl tertuju kepada perut Re yang masih datar, di dalam sana ada darah dagingnya yang menetap selama sembilan bulan ke depan. Ia pun lalu mengelus perut itu. "Nanti, kalau kamu sudah lahir, kita main bareng ya, mata kamu pasti Biru kayak matanya Daddy."
Ucapan Mark terngiang-ngiang di pikiran Kerl. Haruskah ia bertanggung jawab?
Kerl, ada yang lebih penting daripada perpisahanmu dengan Elle, yaitu menikahi Re, jangan sampai anak kamu lahir tanpa ayah dan tumbuh menjadi anak korban bullying karena akan dianggap anak yang lahir tanpa bapak. Jangan egois, keturunan Grissham tidak ada yang menjadi pecundang.
Kemudian ia beralih menatap perempuan yang terbaring lemah itu. "Re, haruskan kita menikah di saat hati saya masih untuk wanita lain? Rasanya sangat sulit untuk melepas Elleana. Hanya perempuan itu yang saya cintai." Kerl menutup matanya sejenak untuk merenungkan tentang keputusan apa yanga harus ia ambil.
Menikah karena sebuah tanggung jawab apa itu solusi yang tepat? Saya takut, saya hanya bisa membuatmu sakit hati, Re, saya takut saya hanya menimbulkan luka yang lebih mendalam lagi. Apa semuanya akan baik-baik saja setelah kita menikah? Saya pun bingung menemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang tercipta dari hati saya. Apa saya tertarik sama kamu, Re?
***