Prolog
Pria blasteran yang biasa disapa Kerl itu menatap perempuan yang ada di hadapannya dengan penuh hasrat, dan tangannya tak memberikan akses kepada perempuan itu untuk bergerak, ia menindihnya tanpa ampun dengan tenaga yang cukup kuat. Semua akses CCTV di ruangan ini ia tutup dan pintunya dikunci rapat-rapat. Seberapa kuat pun perempuan itu untuk berontak, tetap saja tenaganya tak mampu melawan pria yang berbadan kekar di hadapannya.
"Pak, saya mohon, jangan rusak saya," ujar perempuan itu dengan lirih dan air mata yang tak tertahankan.
Kerl pun langsung menyeka air mata sekretarisnya itu dengan lembut. "Sttt, kamu tenang." Ia pun langsung menggendong tubuh perempuan yang akrab disapa Re itu ke kamar pribadi Kerl di dalam ruangan ini.
Dengan hati-hati Kerl membaringkan tubuh mungil itu di atas king size. "Kamu enggak usah takut," ujar Kerl dengan sangat lembut. Napas mint yang menjadi favorit Re itu sangat memabukkan, jujur ia tidak bisa menolak pesona pria ini. Di balik rasa takutnya, tersimpan rasa penasaran, penasaran dengan apa yang ada di balik pakaiannya, ia ingin memegang d**a dan perutnya yang bidang, lalu memainkan bulu-bulu halus yang sekitar area itu, pasti sangat menyenangkan.
Renashila Kanaya, gadis 24 tahun itu menyukai bosnya ini, bahkan jauh sebelum Kerl menikah dengan istrinya yang sekarang, tetapi Re tahu diri, ia hanya seorang sekretaris, dan selamanya status itu tidak akan pernah bisa berubah menjadi Nyonya Grissham.
"Pak, saya tidak mau—" Belum sempat Re melanjutkan ucapannya, tiba-tiba bibir Kerl sudah melahap bibir perempuan itu, memainkannya secara perlahan, lambat lalu ciuman itu memabukkan dan menuntut balasan. Re terbuai akan permainan atasannya ini, kemudian ia pun membuka mulutnya untuk memberikan akses kepada lawan mainnya ini agar semakin intens. Mendapat respons positif dari Re, membuat Kerl menjadi semakin bersemangat, ciuman itu turun ke leher dan meninggalkan tanda di sana. Erangan yang keluar dari mulut Re, semakin membuat hasrat Kerl ingin segera menuntaskan hasratnya.
Bibir Kerl tidak lepas dari setiap inci wajah dan leher Re, dan tangannya dengan lihai membuka kancing kemeja Re satu per satu, tetapi gadis itu langsung menghentikan aksinya. "Pak, kita jangan melewati batas, ingat Bapak sudah punya istri. Lebih baik Bapak pulang terus tuntasin semua yang Bapak inginkan ke Ibu Elleana."
Kerl menghela napas panjang dan mengacak rambutnya dengan perasaan kesal. "Saya lagi stres, Re, saya stres karena pekerjaan saya, saya baru saja mengalami kerugian miliaran rupiah, dan ketika saya stres saya butuh pelampiasan, yaitu dengan cara seperti ini, yang jadi permasalahannya adalah istri saya lagi ada pekerjaan di Bali."
"Tapi kenapa harus saya? Kenapa Bapak tidak cari perempuan lain di luaran sana?"
Kerl menggeleng. "Saya memang bukan pria baik, Re, tapi saya tetap menginginkan perempuan baik dalam hidup saya. Tidak mungkin saya mencari wanita di luaran sana yang bahkan saya tidak tahu asal usulnya."
Re mengernyitkan keningnya, ia tampak bingung dengan maksud ucapan Kerl. "Menginginkan? Maksud Bapak?"
"Iya, saya menginginkan perempuan baik-baik yang memuaskan hasrat Bapak."
Re tersenyum sinis mendengar ucapan Kerl, ia menyesal karena hampir tergoda dengan laki-laki ini, ternyata ia tak sebaik apa yang ia pikirkan selama ini, ia ingin merusak perempuan baik-baik hanya untuk memuaskan nafsunyanya, benar-benar kurang ajar.
Saat Re hendak beranjak dari kasur itu langsung ditahan oleh Kerl, ia tidak akan membiarkan Re pergi bergitu saja sebelum ia menuntaskan semuanya. "Stay in here, Renashila Kanaya. Tidak usah takut, saya akan bermain dengan sangat lembut. Saya tahu kamu juga menginginkannya."
"PAK—" Lagi-lagi belum sempat Re melanjutkan ucapannya, tiba-tiba Kerl langsung menarik pakaian Re yang sudah terbuka kancingnya tadi, hingga kini tersisa hanya penutup d**a. "Saya mohon—" Namun, ucapannya terhenti saat tangan Kerl berada di atas dadanya dan ia bermain di area itu, menggoda Re hingga perempuan itu pasrah. Sebenarnya perempuan itu tidak polos-polos amat, ia sering membaca n****+ dewasa walau untuk praktik ia belum pernah, tetapi teori sudah paham.
Entah kapan penutup d**a itu terlepas dari tempatnya dan kedua benda itu terpampang nyata di hadapan Kerl tanpa sehelai benang. "Tumben tidak berontak? Sudah mulai tergoda hm?"
Re terkekeh pelan. "Buat apa? Cuma buang-buang tenaga, karena seberapa pun saya ingin lepas, tapi Bapak tidak akan membiarkannya, kan?"
"Itu artinya kamu tidak menolaknya, Re?"
Re mengendikkan bahunya. "Entahlah."
"Wait, i wanna ask you. Are you virgin, Renashila?"
Re menghela napas pelan, kemudian ia mengangguk. "Yes, i'm virgin."
Kerl langsung mengacak rambutnya frustasi. "Astaga, Re, kenapa kamu tidak bilang? Saya memang berengsek, tapi saya tidak mau merusak yang masih perawan." Ia pun meraih bajunya Re. "Pakai, kamu bisa pulang sekarang, lagipula ini sudah malam dan jam kerja juga sudah selesai."
Saat Kerl, hendak beranjak dari ranjang tiba-tiba Re langsung memeluk pria itu dari belakang. "Bapak tidak bisa pergi bitu saja setelah menelanjangi saya seperti ini, jangan buat saya seperti seorang p*****r, Pak Ackerley Grissham!"
Kerl melepaskan tangan Re dari perutnya, ia pun menatap perempuan itu tidak percaya. Pasalnya, dari tadi ia yang menolak, tetapi sekarang ia yang meminta. "Maksud kamu, Re?"
"Saya menginginkan Bapak."
"Kamu yakin, Re? Kamu tidak akan menyesalinya besok pagi?" tanya Kerl memastikan, ia tidak ingin terlihat seperti pria yang benar-benar tidak punya hati. "Re, karena saat saya mengambil semuanya, bekasnya tetap akan ada."
"Jangan buat saya seperti p*****r yang harus mohon-mohon. Bapak sendiri yang menggoda saya, dan jujur saya tetap perempuan normal yang bisa penasaran dan punya hasrat." Tangan Re sekarang sudah berada pada milik Kerl dari balik celananya. "Bahkan milik Bapak sudah mengeras." Re menekannya dengan perlahan, membuat milik Kerl semakin menegang.
Kerl langsung melepaskan kemejanya dan celana panjangnya, hanya menyisakan boxer. Ia pun langsung menindih Re, membuat perempuan itu bisa memegang dan melihat secara dekat roti sobek milik atasannya itu. "Ada 6, sixpack ternyata," ujar Re yang membuat Kerl terkekeh geli mendengarnya.
"Are you ready?"
"Yes."
Kerl pun segera mematikan lampu utama, hanya menyalakan lampu tidur dan mereka pun memulai olahraga malam, yang mana ini first time untuk Re, sedangkan Kerl adalah pemain yang profesional, tetapi ia berusah mengimbangi Re, tidak bermain yang membuat perempuan itu menjerit kesakitan, tetapi mengerang kenikmatan. Keduanya mencapai klimaks yang benar-benar memabukkan dan memuaskan. Re yang awalnya takut dengan permainan Kerl, lama-lama menjadi suka dan bikin ingin lagi dan lagi.
***
Ini rasanya seperti mimpi, orang yang Re lihat pertama kali saat bangun tidur adalah Kerl, pria yang ia sukai sejak awal ia menjadi sekretaris di kantor ini, tiga tahun yang lalu. Re meletakkan tangannya ke d**a bidang itu dan memainkannya, selain wajah Kerl yang tampan, Re juga menyukai tubuh pria ini.
Kerl pun merasa terusik dengan tangan Re yang berada dia atas dadanya. "Good morning, Re," sapa Kerl dengan suara serak khas bangun tidur yang terdengar seksi di telinga Re.
"Morning too," balas Re dengan senyuman yang tak lepas dari bibirnya.
"Hm, Re, masih sakit?" tanya Kerl.
Re menggeleng. "Lumayan, but it's okay." Re terdiam sejenak, ia harus mengungkapkan perasaannya kepada Kerl, perasaaan yang selama ini ia pendam. "Pak, saya cinta sama Bapak, maaf saya lancang," ujarnya to the point, tetapi jantungnya sudah berdetak kencang.
Mata Kerl membulat mendengar penuturan sekretarisnya itu, ia kira selama ini Re benar-benar profesional tanpa memakai perasaan lebih. "Tapi, saya cinta sama istri saya. Dan satu lagi, hari ini kamu saya pecat, saya tidak bisa bekerja dengan orang yang tidak profesional."
Apes sekali Re, seharusnya tadi ia lebih bisa mengontrol mulutnya agar tidak berbicara sembarangan. "Maaf, Pak, tapi saya masih butuh pekerjaan ini." Re berharap kalau Kerl mengubah keputusannya.
Kerl pun beranjak dari ranjang dan segera memakai boxernya yang berserakan di lantai, lalu ia mengambil dompetnya di atas meja, dan mengeluarkan sejumlah uang, kemudian ia letakkan di samping Re. "Anggap saja ini bayaran untuk kepuasan saya semalam."
"Pak, saya bukan p*****r!" ujar Re dengan kesal, Kerl benar-benar menganggap dirinya murahan.
"Cepat bersihkan badan kamu, dan segera keluar dari ruangan saya, nanti saya akan sampaikan ke HRD untuk urus pesangon kamu."
Kerl pun segera mengambil pakaian yang berserakan di lantai dan segera meninggalkan Re yang masih tidak percaya dengan paginya yang benar-benar buruk.
***