9. Tiba-tiba Menikah?

1387 Words
"Jadi, mereka pergi bersama ke kampung halaman Gianna? Hebat sekali! Gianna bahkan tidak pernah membicarakan keluarganya di depanku, tapi sekarang mengajak pria lain mengunjungi keluarganya." Ethan terlihat mengepalkan tangannya. Jangan kira Ethan tidak tahu kabar terbaru Gianna, ia tahu segalanya lewat Risa. "Aku pikir, Gianna mencintai pria itu," ucap Risa yang membuat Ethan terlihat semakin marah. "Cinta katamu? Itu hanya karena uang! Kau bilang, pria itu orang kaya, maka sudah pasti karena uang." Ethan meyakinkan dirinya sendiri karena sampai kapan pun, ia tidak rela jika Gianna bersama pria lain. "Bagaimana Gianna memang memang mencintainya? Apa kau tidak bisa melepaskan Gianna?" Pandangan Ethan seketika mengarah pada Risa yang tidak bisa dimengerti sikapnya entah bodoh atau memang polos. Ethan pernah bertanya kenapa Risa menyukainya dan dengan mudahnya Risa mengatakan kalau semua itu karena ia yang selalu ada untuk Risa di saat-saat tersulitnya, terutama saat kakaknya meninggal karena kecelakaan. Risa tersentuh karena perhatiannya, padahal Ethan melakukan itu hanya untuk mengambil kesempatan dari seorang wanita yang sedang frustasi. Dari kejadian itu, Ethan mendapatkan kesempatan untuk meniduri Risa secara gratis dan mendapat sejumlah uang darinya. Namun, semakin lama, Risa terasa membosankan karena ia terlalu menjadi penurut, atau mungkin memang tubuhnya lebih menyukai tubuh Gianna. "Tentu aku akan melepaskannya, tapi kita perlu mendapatkan sesuatu untuk melarikan diri, 'kan? Biarkan Gianna mengumpulkan banyak uang dari Dylan, sampai tiba saatnya aku akan mengambil uang itu darinya. Lalu, kita pergi bersama. Aku sedang mencari penyelesaian untuk semua ini. Kau mengerti maksudku, 'kan?" Ethan bicara dengan begitu lembut pada Risa untuk memberikan keyakinan padanya. Risa terus menatap Ethan dalam diam, sebab ia merasa kalau tidak benar jika melakukan pengkhianatan pada Gianna, tapi Risa juga ingin pergi meninggalkan semua kesengsaraan ini bersama orang yang ia yakini untuk cintanya. *** Sementara itu, Gianna dan Dylan terlihat sedang bersiap-siap untuk meninggalkan kampung halaman Gianna. Gianna sebenarnya ingin lama di sini, sebab Dylan juga tidak mempermasalahkan hal itu, tapi ia takut keluarganya akan curiga karena terlalu lama mengambil libur. Gianna berpikir untuk lebih sering berkunjung di masa depan. Sebelum pergi, Gianna sempat bicara berdua dengan neneknya dan ia juga menerima hadiah sepasang syal berwarna biru yang merupakan buatan neneknya sendiri. Ya, sepasang karena yang satunya akan diberikan pada Dylan. "Sebelumnya, nenek tiba-tiba berpikir untuk membuat sepasang syal untukmu dan juga kekasihmu di masa depan. Nenek senang bisa menyelesaikannya di saat kau berkunjung bersamanya," ucap Gain yang membuat Gianna terlihat bingung. "Apa maksud Nenek?" tanya Gianna. "Caramu menatap Dylan dan cara Dylan menatapmu tidak terlihat seperti hubungan pertemanan saja. Tidak apa-apa jika kalian belum siap mengumumkan hubungan kalian, nenek akan menunggunya. Berbahagialah bersama orang yang mencintaimu." Gain tersenyum sembari menggenggam tangan Gianna dengan begitu hangat. Gianna tersenyum mendengar ucapan neneknya, meski ia sendiri bertanya-tanya bagaimana cara Dylan menatapnya sampai neneknya sendiri bisa bicara seperti tadi? Jika caranya menatap Dylan menunjukkan bagaimana perasaannya pada Dylan, apakah Dylan juga seperti itu? Sebelum masuk ke mobil, Gianna memberikan syal pada Dylan yang membuatnya terlihat begitu senang, padahal Gianna tahu kalau Dylan bisa mendapatkan yang lebih mahal dari itu. Dylan sempat berterima kasih pada nenek Gianna bahkan sampai memeluknya, sebelum akhirnya pergi bersama Gianna. "Aku tidak menduga kau akan sesenang itu hanya karena syal buatan Nenekku. Kau bahkan punya yang lebih mahal dari syal buatan Nenekku" ucap Gianna ketika mobil Dylan mulai berjalan. "Bukan masalah harga, tapi ketulusan orang yang memberinya. Mendiang Nenekku juga suka merajut, seperti Nenekmu. Mendapatkan hadiah dari nenekmu membuatku merasa seperti mendapat hadiah dari Nenekku sendiri. Rasanya seperti membangkitkan kenangan masa mudaku." "Masa muda? Jadi, kau sudah tua sekarang?" goda Gianna. "Jangan memulainya! Aku tidak setua itu." Dylan melirik Gianna yang saat ini sedang tersenyum mendengar ucapannya. Setelah melihat tangisan Gianna dan mendengar kisahnya, kini senyuman Gianna menjadi jauh lebih berharga untuk Dylan. *** Meski penasaran seperti apa perasaan Dylan padanya, tapi Gianna tidak pernah berani mempertanyakan hal itu. Gianna cukup sadar diri untuk tidak melakukannya. Walau Dylan memberikan perhatian padanya, bukan berarti jika Dylan memiliki perasaan padanya. Jadi, Gianna memilih untuk menyimpan semuanya dan menjalani apa pun yang terjadi saat ini. Mengingat hari ini adalah ulang tahun Dylan, maka Gianna berniat untuk memberikan kejutan padanya. Gianna tidak membeli kue ulang tahun, tapi membuatnya sendiri di rumah. Gianna mencari beberapa resep di internet, lalu memilih resep yang pas untuknya. Gianna tidak ingin kue yang terlalu rumit karena ini adalah pertama kalinya ia membuat kue ulang tahun. Sejak pagi, Gianna sudah sibuk dengan kegiatannya, mulai dari membeli bahan-bahan untuk membuat kue, bahan makanan karena ia akan makan malam dengan Dylan, dan tentu saja hadiah untuk Dylan. Gianna cukup kebingungan saat memilih hadiah karena Dylan sudah memiliki semuanya dengan kualitas yang terbaik. Semua itu tidak akan ada apa-apanya jika dibandingkan dengan harga dari hadiah yang bisa ia beli. Sampai akhirnya, Gianna melihat sebuah toko tanaman hias dan sebuah ide muncul di benaknya. Sementara itu, Dylan yang selama beberapa bulan terakhir kembali menata hidupnya, kini merasakan kehancuran lagi setelah kabar pernikahan Anna sampai kepadanya. Bukan dari orang lain, tapi Dylan mendapatkan email dari Anna yang secara khusus menyampaikan rencana pernikahannya minggu depan dan menuliskan harapan agar ia segera menemukan kebahagiaannya yang sesungguhnya. Dylan bahkan tidak tahu, kenapa begitu penting bagi Anna untuk menyampaikan kabar pernikahan padanya tepat di hari ulang tahunnya? Apa Anna ingin menunjukkan kalau ia sudah bahagia di atas penderitaannya? "Ini teh Anda, Pak Dylan." Henry meletakan teh di atas meja kerja Dylan. Henry menatap lekat Dylan yang hari ini terlihat murung bahkan tangannya terlihat mengepal di atas meja, padahal ia perhatikan akhir-akhir ini suasana hati Dylan cukup baik setelah diterpa oleh badai yang dibuat oleh Anna. Henry bertanya-tanya, apa Dylan bertengkar dengan Gianna? "Pak Dylan ...." Henry tidak ingin melanjutkan kalimatnya karena Dylan terlihat ingin minum dan ia juga sebenarnya tidak seberani itu untuk banyak bertanya pada Dylan. Namun, Henry tiba-tiba dibuat kaget oleh Dylan yang tiba-tiba melempar gelas berisi teh sampai pecah dan berserakan di lantai. Setelah memecahkan gelas, Dylan tidak mengatakan apapun pada Henry dan langsung pergi meninggalkannya. Henry juga tidak berani mengatakan sesuatu pada Dylan. Sampai akhirnya, ada sesuatu yang menarik perhatian Henry, yaitu laptop Dylan yang masih menyala dan tadi tidak sengaja tersenggol sehingga layarnya terlihat oleh mata Henry. *** Jam 7 malam, Gianna sudah selesai menata makanan di atas meja dan ia juga sudah memakai gaun terindahnya untuk hari istimewa Dylan. Sekarang, Gianna hanya perlu menunggu kedatangan Dylan. Tidak lama, Gianna mendengar suara bel rumahnya. Gianna yakin kalau yang datang adalah Dylan. Gianna buru-buru membuka pintu dan yang datang memang Dylan, tapi ia merasa kalau Dylan terlihat tidak bersemangat di hari ulang tahunnya. "Kau terlihat sangat cantik dengan gaun itu," puji Dylan sembari tersenyum tipis. "Terima kasih." Gianna tampak tersipu malu. "Ayo masuk!" Gianna kini meraih tangan Dylan dan mengajaknya masuk. Sebelum mulai makan malam, Gianna sempat pergi sebentar ke dapur, lalu kembali dengan kue ulang tahun dan menyanyi untuk Dylan. Tidak hanya kue yang Gianna buat sendiri, tapi Dylan juga mendapatkan hadiah berupa tanaman kaktus berjenis Echinocactus Grusonii. Hadiah yang di luar dugaan, pikir Dylan. "Kau orang yang sibuk dan aku pikir, tanaman ini cocok untukmu. Kau tidak perlu sering menyiramnya dan cara merawatnya juga tidak repot. Apa kau menyukainya?" tanya Gianna setelah Dylan menerima hadiah darinya. "Ya, aku menyukainya. Terima kasih." Dylan tersenyum pada Gianna, tapi ia tidak benar-benar bahagia saat ini. Dylan merasa sedang ditertawakan oleh Anna. Selesai dengan hadiah, Dylan dan Gianna kini mulai menikmati makan malam mereka. Keadaan begitu hening saat ini, tapi Gianna tahu kalau sebaiknya tidak banyak bicara saat sedang makan, tapi suasana saat ini benar-benar terasa berbeda. Dylan seperti memiliki begitu banyak pikiran dalam benaknya. Dylan beberapa kali tampak terdiam dan hanya menatap Gianna yang sedang menikmati makanannya. Dylan benar-benar sedang berkutat dengan pikirannya sendiri, setelah kabar pernikahan Anna yang membuatnya sangat marah. Dylan tidak ingin terus menerus tampak menyedihkan karena Anna, apa lagi jika suatu saat bertemu lagi dengannya. Dylan ingin menunjukkan kalau ia juga bisa bahagia tanpa Anna. "Dylan, apa kau baik–" "Aku ingin menikah denganmu." Dylan baru saja memotong kalimat Gianna dengan kalimat yang begitu mengejutkan. "Apa? Apa kau sadar mengatakan apa tadi?" tanya Gianna. "Aku mencintaimu dan aku ingin menikah denganmu. Apa kau mau menikah denganku?" tegas Dylan, kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan ia meraih tangan Gianna. "Menikahlah denganku, Gianna." Dylan kembali mengulang kalimat yang sama dan setelahnya menyematkan cincin di jari manis Gianna. Gianna benar-benar dibuat terkejut sampai tidak bisa mengatakan apa-apa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD