Waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi. Dylan terlihat duduk di sofa tanpa memakai atasan dengan sebatang rokok terjepit di sela jari tangan kanannya. Dylan duduk dengan wajah yang terlihat lelah, tapi ia bahkan tidak bisa tidur. Pesta malam ini memang menyenangkan, tapi ternyata itu tidak cukup untuk mengusir Anna dari kepalanya.
Saat Dylan menoleh ke ranjang dan menatap Gianna yang sedang tidur dengan tubuh yang hanya berbalut selimut, ia merasa malam ini tidak begitu buruk. Dylan hanya tidak menyangka bahwa dirinya akan bermain wanita seperti ini.
"Apa aku harus hidup seperti ini?" gumam Dylan, kemudian meneguk minuman miliknya.
Tidak lama, Dylan melihat ada pergerakan di ranjang dan akhirnya Gianna terbangun. Gianna turun dari ranjang, lalu mengambil bathrobe yang tergeletak di lantai bersama dengan gaunnya. Tadinya, Gianna sudah ingin pergi setelah menyelesaikan satu babak dengan Dylan, tapi Dylan menyerangnya lagi dan harus ada uang tambahan karena ia telah bekerja lewat dari waktu yang ditentukan.
"Kenapa kau bangun? Ini baru jam 3 pagi," ujar Dylan yang masih duduk di tempatnya.
"Aku sudah terbiasa untuk langsung pergi setelah aku menyelesaikan pekerjaanku." Gianna bicara sembari berjalan mendekati Dylan, kemudian menengadahkan tangannya di depan wajah Dylan.
"Apa aku bisa mendapatkan uangku sekarang?" tanya Gianna.
"Bersabarlah sedikit. Aku juga belum mengatakan aku merasa puas atau tidak."
"Kita bahkan melakukannya untuk beberapa kali. Bukankah itu berarti kau puas dengan pelayananku?" Gianna terlihat kesal setelah mendengar jawaban Dylan.
"Benar juga. Kalau begitu, kau duduklah dulu. Bagaimana jika kita minum bersama? Atau kau mau rokok?" Dylan menunjukkan rokok pada Gianna yang tampak terdiam.
Gianna berpikir selama beberapa saat, kemudian menyetujui ajakan Dylan. Gianna duduk bersebelahan dengan Dylan, kemudian mengambil sebatang rokok dan menyalakannya. Lalu dilanjutkan dengan tegukan minuman. Rokok dan minuman mahal memang tidak pernah mengecewakan.
"Apa aku bisa memanggilmu lagi jika sewaktu-waktu aku menginginkanmu?" Dylan menanyakan pertanyaan ini karena Gianna menarik untuk diajak bermain seperti ini. Dylan ingin menyalurkan sakit hatinya lewat berbagai hal yang membuatnya senang bahkan jika kesenangan itu hanya sesaat.
"Tentu saja, jika harganya cocok," jawab Gianna setelah ia menyemburkan asap rokoknya ke udara. "Aku tidak akan mengecewakanmu jika kita bisa saling menguntungkan." Menaikan kakinya untuk menyentuh milik Dylan dan sedikit menggodanya.
Di saat bersamaan, ponsel Dylan berbunyi karena ada pesan masuk. Dylan meraih ponselnya dan membiarkan Gianna terus memainkan kakinya di bagian sensitifnya. Dylan baru saja menerima sebuah foto yang dikirim oleh salah satu teman masa kuliahnya ketika di London dan saat ini menetap di Barcelona bersama keluarga kecilnya.
Ray : Aku tidak sengaja melihatnya bersama pria di bar. Apa hubunganmu dengan Anna baik-baik saja?
Dylan meremas ponselnya dengan kuat, lalu melempar ponselnya ke atas meja dengan cukup kasar bahkan Gianna sampai terkejut karena hal itu. Walau foto Anna diambil secara diam-diam, tapi Dylan bisa melihat betapa bahagianya Anna bersama pria barunya.
Dylan bertanya-tanya, dulu, Anna juga sebahagia itu saat bersamanya, lalu kenapa sekarang tidak lagi? Apa ada yang salah dengannya atau pada hubungan ini?
Dylan mengambil sebotol minuman dan menenggaknya dengan terburu-buru. Gianna yang melihat hal itu hanya diam saja karena masalah Dylan bukanlah urusannya. Dylan juga tidak suka jika ia terlalu banyak bertanya tentang kehidupan pribadinya. Namun, Gianna merasa kalau pesan tadi mungkin berhubungan dengan wanita yang telah meninggalkan Dylan.
"Ayo kita melakukannya lagi." Dylan mengambil rokok di tangan Gianna dan melemparnya ke asbak, kemudian menarik Gianna ke ranjang dengan cukup kasar.
"Dylan, aku ... emmpptt ...." Gianna tidak diberikan kesempatan untuk bicara oleh Dylan yang langsung mencium bibirnya ke kasar. Gianna merasakan perih di bibirnya karena kasarnya ciuman Dylan, tapi Dylan tidak peduli padanya.
"Aku akan memberikanmu uang lebih. Ini tidaklah gratis," ujar Dylan karena Gianna tidak memberikan balasan seperti yang ia harapkan.
Dylan membuka ikatan bathrobe yang membalut tubuh Gianna dan melepaskannya dengan terburu-buru. Dylan belum mendengarkan persetujuan dari Gianna, tapi ia menganggap kalau diamnya Gianna sebagai persetujuan untuknya.
Dylan mulai membuka celananya sendiri dengan pandangan yang terus mengarah pada Gianna yang juga menatapnya. Hati Dylan terasa memanas setelah mendapatkan kiriman foto Anna bersama kekasihnya. Dylan butuh pelampiasan yang lebih kuat dari sekadar minuman dan Gianna bisa melakukannya.
Dylan memutar tubuh Gianna menjadi membelakanginya, kemudian memasukan miliknya dalam sekali hentakan. Gianna tampak cukup kesakitan karena Dylan yang bermain kasar, tapi Dylan benar-benar tidak peduli pada rasa sakitnya.
"Panggil namaku," bisik Dylan di tengah-tengah permainan panasnya bersama Gianna.
"Dylan! Ahh ... sial! Aku menyukainya. Ya, teruslah seperti itu! " Gianna tidak bohong dengan ini. Walau tadi cukup menyakitkan, tapi Gianna harus mengakui kalau Dylan hebat dalam urusan ranjang.
"Jangan berkata kasar, Sayang. Mulutmu terlalu manis untuk melakukannya." Dylan kembali mencium bibir ranum Gianna. Hentakannya pun menjadi semakin keras dan dalam.
***
Tidak mudah bagi Dylan untuk menjalani hidupnya setelah ditinggalkan oleh sosok wanita yang begitu ia cintai. Dylan merasa telah menghabiskan semua cintanya untuk Anna dan memberikan Anna semua tempat yang ada di hati serta hidupnya, tapi sialnya Anna malah pergi dengan pria lain. Dylan mencoba mendapatkan kesenangan dari berbagai hiburan di luar sana, tapi kesedihannya masih sama saja.
Dylan bisa saja mengirim seseorang untuk merusak hubungan baru Anna atau bahkan menghabisi pria yang telah merebut Anna darinya. Namun, Dylan merasa tidak punya kuasa untuk melakukannya setelah mendapatkan kiriman foto yang memperlihatkan kebahagiaan Anna pasangannya sekarang.
Bahkan jika kekasih baru Anna tidak ada lagi di dunia ini, apakah Anna akan kembali padanya? Bukankah Anna hanya akan membencinya jika tahu ia yang telah merusak semua segalanya?
"Tolong mengertilah, Dylan. Aku sangat bahagia saat bersamanya." Satu lagi kalimat Anna kembali terlintas di benak Dylan.
Dylan mengambil botol minumannya, kemudian meminumnya sampai tersisa setengah. Dylan tertawa pelan setelah mengingat ucapan Anna. "Kenapa aku harus selalu mengerti tentang keadaan orang lain? Siapa yang akan mengerti tentang sakit hatiku?" Suaranya terdengar begitu lirih.
"Pak Dylan, Anda sebaiknya beristirahat. Jangan menyiksa diri seperti ini." Henry takut untuk bicara, tapi Dylan bisa pingsan jika terus minum.
Dylan yang dulunya jarang minum minuman beralkohol sampai mabuk, kini menjadi begitu sering meminumnya. Setiap Henry datang ke rumah Dylan, ia selalu melihat botol minuman dan puntung rokok berserakan di kamarnya. Keadaan Dylan begitu buruk saat ini sehingga mulai mempengaruhi pekerjaannya.
"Apa yang kurang dariku? Aku sudah memberikan seluruh cinta, perhatian, dan waktuku padanya. Apa itu masih belum cukup? Atau ada yang salah denganku? Apa aku adalah orang yang buruk? Apa kau juga tidak tahan denganku? Apa kau juga ingin pergi?"
Henry menghela napas. Sulit rasanya menghadapi Dylan yang sedang frustasi karena putus cinta. Henry sudah bekerja pada Dylan sejak bisnisnya pertama kali dirintis. Sejak saat itu, ini adalah masa terburuk Dylan yang ia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Henry pernah berpikir untuk melaporkan keadaan yang buruk ini pada ayah Dylan yang ada di luar negeri, tapi Dylan bisa marah besar padanya karena hubungan mereka yang tidak baik.
"Pak Dylan, Anda sudah cukup baik, tapi mungkin takdir tidak ingin Anda bersama Nona Anna. Pasti ada wanita yang lebih baik yang menunggu Anda di masa depan." Henry bahkan tidak yakin ini adalah kalimat yang tepat atau tidak.
"Selalu saja tentang takdir. Dulu, saat Ibuku meninggal, orang-orang berkata itu adalah takdir. Awalnya, aku percaya, tapi ternyata semuanya bukan murni takdir. Semua karena perselingkuhan pria berengsek itu!" Dylan meremas botol minumannya ketika bicara, lalu secara mengejutkan melempar botol kaca itu ke lantai sampai membuat Henry kaget.
"Sialan! Kenapa semua orang sangat berengsek? Ahkk!" Dylan berteriak dan terus melempar gelas atau botol minumannya yang tersisa.
Dylan kini terdiam setelah tidak ada lagi yang tersisa di atas meja. Sedangkan Henry tidak berani mengatakan sesuatu setelah melihat luapan kemarahan Dylan.
"Aku butuh sesuatu yang menyenangkan," ucap Dylan, kemudian pergi.
***
"Aku tidak ada hubungan lagi dengan Ethan dan aku tidak terlibat dalam utangnya, jadi kalian tidak bisa menagih utang padaku!" tegas Gianna yang saat ini mencoba menghindari dua pria dengan tampang berandalan yang mendatanginya di sebuah minimatket.
"Ethan menjadikanmu sebagai jaminan, lalu bagaimana bisa kau tidak ada hubungannya dengan semua ini?" tanya salah satu penagih utang.
"Gila! Hak apa yang dia punya sampai berani menjadikanku sebagai jaminan? Aku tidak ingin berurusan dengan kalian. Menyingkir dari jalanku!" Gianna mendorong kedua pria penagih utang, agar ia bisa pergi.
Gianna pikir, ia sudah aman karena tidak ada yang mengejarnya lagi, tapi perkiraannya salah. Gianna sesekali melihat ke belakang dan mereka terus mengikutinya sembari masing-masing menghisap sebatang rokok. Gianna mempercepat langkahnya, tapi kedua penagih utang itu juga melakukan hal yang sama. Gianna yang panik dan ketakutan mulai berlari dengan sekuat tenaganya.
Gianna sungguh ingin hidup dengan tenang setelah berpisah dari Ethan, tapi Ethan malah semakin menyusahkannya bahkan setelah berada di penjara. Saat Gianna menjadi semakin panik, ia dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba menarik tangannya dari sebuah gang sempit dan cukup gelap karena matahari yang telah tenggelam.