Terjebak

1440 Words
Keesokan harinya, ketika Gazi dan Rahmat terbangun, dan keluar dari kamar, mereka menemukan Bu Danur sedang memasak di dapur. Aroma masakan yang menggiurkan, membuat mereka berdua tanpa sadar berjalan ke dapur dan menghampiri sumber aroma, “Harum banget aromanya, Bu.” Bu Danur yang mendengar suara Gazi dan Rahmat menengok ke belakang dan menemukan kedua anak tersebut sudah duduk di meja makan, “Sebentar, ya. Sebentar lagi mateng, kok. Kalian duduk dengan tenang saja di situ. Apa kalian jadi untuk tinggal di sini, Nak, Gazi dan Rahmat?” tanpa pikir panjang, mereka berdua mengangguk, “Jadi, Bu. Tapi, ehm … Gazi punya penyakit aneh, kalo dia kepanasan wajahnya akan memerah dan aku punya kecenderungan untuk menyerang dan menggigit orang, aku khawatir Ibu malah terganggu.” Bu Danur yang sedang memasak dan mengaduk masakan, tiba-tiba berhenti, dan berbalik, memandang Rahmat dan Gazi. Rahmat yang terkejut juga dengan apa yang disampaikan oleh Gazi, menyenggol tangan Gazi dan berbisik dengan pelan, menanyakan maksud Gazi, “Kamu ngapain ngomong gitu? Kok jujur banget, kok gak ngomong dulu ke aku, kalo kamu mau menyampaikan ini?” Gazi terdiam, mungkin dia juga baru tersadar dengan apa yang barusan disampaikan olehnya. Menunggu reaksi dari Bu Danur, keduanya hening, diam dalam beku. “Gak apa-apa. Apa pun yang terjadi pada kalian, selama itu tidak mengganggu tetangga dan memancing rasa ingin tahu mereka, tidak perlu diributkan. Nanti, jika ada yang bertanya pada kalian, siapa kalian, bilang saja kalian adalah ponakan Ibu, yang datang dari kampung, ya.” Gazi dan Rahmat bisa bernapas dengan lega, Bu Danur tidak bertanya lebih lanjut mengenai keadaan Gazi lebih lanjut. Setelah sarapan jadi, Bu Danur menyendokkan nasi goreng yang baru saja di buatnya ke piring Gazi dan Rahmat, “Makan yang banyak, ya, kalo kurang tambah lagi, jangan sungkan.” Mereka berdua dengan semangat menyantap makanan tersebut. Setelah selesai sarapan, Gazi dan Rahmat pamit untuk membersihkan kamar yang akan mereka tempati, “Bu, setelah ini, saya dan Rahmat izin untuk membersihkan kamar dan garasi yang akan kami tempati, ya. Lalu nanti kami akan membawa barang-barang kami ke sini.” Bu Danur mengangguk, “Silakan. Kalian pegang saja kunci rumah ini, karena setelah ini Ibu mau ke pasar lagi untuk menjual hasil kebun yang ada di halaman belakang. Ibu juga punya kuncinya, jadi kalian tidak usah terburu-buru.” Rahmat dan Gazi mengucapkan terima kasih, lalu setelah mencuci piring bekas makan mereka, bergegas ke garasi. “Syukurlah, kita bisa dapat tempat ini, ya, Gazi.” Gazi mengangguk, “Iya, aku juga bersyukur sekali. Ehm … tadi, ketika aku menyampaikan keadaanku ke Bu Danur, entah kenapa aku seperti tidak ada rasa takut atau rasa khawatir. Aku merasa enteng saja mengungkapkannya. Aku minta maaf, ya, aku jadi membuat kita terancam, hampir saja terjebak lagi dalam keadaan yang membahayakan. Tapi sejujurnya, entah kenapa, aku merasa nyaman ada di rumah ini.” Rahmat mengangguk setuju, “Betul. Aku juga merasakan hal yang demikian. Oiya, kemarin aku mencoba untuk membuat kipas angin yang bisa digunakan tanpa harus memakai listrik atau baterai sebagai sumber energinya. Nanti setelah barang-barang kita pindahkan ke sini, aku akan menunjukkannya kepadamu. Aku juga menemukan resep baru, masakan yang bisa tahan dua hari tidak basi sama sekali dan aman, tidak menggunakan pengawet, kamu harus mencobanya.” Gazi mengangguk dengan semangat. Sejak dulu, Rahmat memang suka sekali mencoba hal yang untuk orang lain aneh. Seperti misalnya dia pernah mencampurkan jahe yang sudah dikeringkan lalu ditumbuk halus, lada hitam yang ditumbuk, lalu keduanya dimasukkan ke dalam kapsul, itu bisa digunakan sebagai obat alami untuk sakit pilek. Karena Rahmat memang tidak tahan dengan dingin. Pernah juga, Rahmat mengeringkan parutan wortel, lalu dihaluskan dicampur dengan bayam yang juga dikeringkan dan dihaluskan, sebagai sumber vitamin C. dan dia mencoba meminum pil tersebut satu minggu berturut-turut, memang dia merasakan bahwa badannya tidak mudah lelah, ketika kena udara dingin pun, dia baik-baik saja. Hanya memang, dia belum berani untuk membuat pil tersebut lebih banyak, karena ini hanya sebagai pembuktian untuk rasa penasarannya saja. Setelah mereka berdua selesai membereskan kamar dan juga garasi di rumah Bu Danur, mereka langsung bergegas untuk ke tempat biasa menjual koran dan jajanan kecil yang mereka ambil dari seorang juragan pemilik toko kelontong. Dari situlah mereka sedikit demi sedikit mengumpulkan uang untuk membiayai kebutuhan mereka sehari-hari. Ketika sore datang menyongsong malam, Gazi dan Rahmat kembali ke rumah kosong tempat mereka selama ini bernaung. Berusaha untuk tidak terlihat mencolok dari orang-orang yang ada di sekitar, mereka berjalan dengan perlahan tanpa menimbulkan keributan. Tapi naas, ketika mereka sedang membereskan barang-barang yang akan mereka bawa ke rumah Bu Danur, ada dua orang pria dewasa yang masuk ke rumah tersebut dengan suara yang keras sekali, tertawa terbahak-bahak dan bicara kasar juga keras. Ada suara seorang perempuan yang sepertinya berteriak tapi tertahan. Gazi dan Rahmat yang mendengar hal tersebut berusaha untuk bergerak dalam diam dan tidak bicara sepatah kata pun, hanya saling memandang dan memberi kode satu sama lain untuk tetap tenang. Tapi Gazi yang sudah merasa gerah, karena malam itu memang panas sekali, tiba-tiba wajahnya memerah, matanya seakan mau keluar dari tempatnya, dan menimbulkan suara seperti mengaum pelan. Rahmat yang melihat hal tersebut, berusaha mencari tali atau alat yang bisa mengikat Gazi, dan Rahmat juga mencari kain untuk ditutupkan ke kepala Gazi. Tapi terlambat, Gazi sudah lebih dulu kabur, berlari ke depan, dan di sana ada tiga pria dewasa tersebut yang sedang melucuti pakaian wanita muda yang sepertinya umurnya tidak jauh beda dengan Rahmat dan Gazi. Gazi menyerang membabi buta ke ketiga pria tersebut, sementara Rahmat berusaha untuk mengejar Gazi, tapi memang sia-sia. Tunggang langgang ketiga pria tersebut dibuat Gazi yang akhirnya berhasil membuat mereka lari keluar. Tinggalah si wanita muda tadi yang masih dalam keadaan terikat dengan pakaian yang hampir tanggal sepenuhnya. Gazi masih mengaum, Rahmat yang melihat hal tersebut, mencoba untuk menutupi kepala Gazi. Tapi dia tidak menemukan tali untuk mengikatnya. Ketika sedang mencari ke mana-mana, Rahmat melihat wanita muda tadi sudah menangis dan berusaha untuk membuka ikatannya. Lalu Rahmat menuju ke wanita muda tersebut, sambil berusaha menjauhkan mereka dari Gazi yang sedang kambuh, “Aku buka ikatan tangan, kaki, dan mulutmu, tapi kamu janji tidak akan teriak atau menimbulkan kegaduhan, janji?” wanita muda itu mengangguk, lalu Rahmat membuka ikatan tangan dan kakinya, lalu mulutnya. Tidak sesuai dengan janji yang disepakati, wanita muda tersebut justru menjerit, “Tolong, tolong aku, tolong.” Gazi yang mendengar ada suara dari arah tempat Rahmat dan wanita muda itu berada, berbalik menuju ke arah mereka. Rahmat yang melihat Gazi berlari menuju mereka, marah ke wanita muda itu, “Aku sudah bilang, jangan teriak atau aku ikat lagi kaki dan tanganmu, HAH?” marah Rahmat kepada wanita itu sambil kembali berusaha untuk membekap mulutnya. Karena Gazi hampir menyentuh mereka, Rahmat mengambil tali yang tadinya untuk mengikat wanita muda itu, diikatkan ke tangan Gazi, setelah itu, giliran kaki Gazi yang diikat. Setelahnya, Rahmat meminta wanita muda itu untuk menolongnya membopong Gazi ke kamar, “Tolong bantu aku untuk membopong dia ke kamar.” Wanita muda itu ragu-ragu, tapi akhirnya menuruti juga perintah Rahmat. Ketika hampir sampai ke kamar, di luar terdengar suara riuh orang bersautan. Tadinya Rahmat tidak bisa mendengar apa yang mereka katakana, tapi semakin dekat, sayup yang tadi terdengar semakin nyata, “Monster-monster, ada monster di rumah kosong, monster.” Rahmat yang sadar keadaan mereka tidak aman, tidak jadi membawa Gazi ke dalam kamar, dia meminta wanita muda itu untuk mengambil barang-barangnya, “Tolong ambilkan tas biru itu dan kipas itu.” Wanita muda tersebut mengambilnya dan Rahmat memintanya untuk berjalan ke arah pintu belakang dan membukanya, “Ke pintu belakang, tolong bukakan, tolong lihat keadaan sekitarnya, apa aman?” tidak berapa lama, wanita muda itu kembali dan bilang ke Rahmat, “Aman,” lalu dia membopong Gazi dengan susah payah sambil membawa tas di punggungnya, “Kalo kamu mau pergi, silakan. Lekas lari dari sini, tolong rahasiakan kondisi dan keadaan yang baru saja kamu lihat.” Lalu wanita muda itu berlari keluar melalu pintu belakang, disusul Rahmat yang mencoba untuk membawa Gazi yang sedang kambuh, dengan kesusahan. Ketika sudah mencapai pintu keluar, Rahmat melihat wanita tadi kembali, “Sini, aku bawakan tasmu. Tunjukkan saja ke arah mana kita mau jalan.” Rahmat lalu mengangguk, “Lurus, lalu pas di ujung jalan, belok ke kanan.” Wanita muda itu mengangguk, lalu menyebutkan namanya “Danur” sambil tersenyum ke arah Rahmat. Rahmat yang mendengar nama tersebut terkejut. Terkejut dan terpesona dengan senyum Danur, juga terkejut karena namanya mirip dengan nama ibu yang memperbolehkan mereka untuk tinggal di rumahnya. Ada apa ini sebenarnya, apakah ada hubungan antara mereka, Bu Danur wanita yang sudah berumur itu dengan Danur yang merupakan seorang wanita muda ini dan baru mereka kenal?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD