Kabur

1420 Words
Setelah pagi datang, Rahmat menyelinap ke kamar Gazi. Dia sudah tau akan melakukan apa. Dia juga sudah mempersiapkan semua yang dia perlukan. Rahmat kemudian membuka tutup kepala yang ada di wajah Gazi dia sudah kembali ke keadaan normal seperti sedia kala Rahmat kemudian membuka borgol yang ada di kaki Gazi dan juga tangannya kemudian Rahmat meminta gaji untuk bersiap-siap keluar dari kamar sesuai dengan aba-abanya Gazi, "Aku sudah punya rencana. Apa pun yang akan aku lakukan dan apa pun yang akan aku katakan, tolong ikuti. Jangan di bantah atau jangan mencoba untuk mengambil tindakan dan memutuskannya sendiri, tolong sekali ini benar-benar ikuti semua permintaan dan perintah yang aku katakan ini demi kebaikan kamu, kebaikan Bapak dan Ibu Barsah." Gazi terlihat seperti enggan untuk mengikuti rencana yang barusan dikatakan oleh Rahmat, tetapi dia juga tidak punya pilihan karena dia tidak mau menyakiti orang lain dan dia tidak ingin orang lain melihat penyakit yang diidapnya. Maka dengan terpaksa Gazi menganggukan kepala dan menjawab ucapan Rahmat, "Baiklah, aku akan menuruti dan mengikuti semua rencanamu. Tapi tolong jangan sampai ini membahayakan dirimu, lebih baik aku yang pergi sendiri daripada aku harus menyertaimu dalam masalah ini." Rahmat menggeleng, "Kita akan hadapi ini berdua dan menyelesaikannya bersama." Rahmat lalu membuka jendela kamar Gazi dan bilang padanya, "Kalo aku bilang kamu lompat, langsung lompat dan lari, ya. Tapi sampai di pos satpam, jangan mencurigakan, jalan saja seperti biasa. Ada sepeda di bawah, naiki sepeda itu, tunggu aku di ujung gang. Di rumah kosong yang kemarin pernah kita masukin. Aku sudah menyimpan beberapa keperluan kita di sana. Sisanya serahkan padaku." Gazi mengangguk, "Aku akan keluar lagi dan mengunci pintunya dari luar, seolah-olah aku baru masuk. Turun dari ranjang, biar aku bisa mengacak ranjangmu, seolah kamu melarikan diri." Gazi turun dari ranjang dan Rahmat mulai membuat ranjang Gazi berantakan seolah Gazi memang kabur. Rahmat juga menaruh semacam pisau lipat di atas ranjang tersebut, yang nantinya pisau itu akan dia jadikan alibi bahwa Gazi memang memotong sendiri tali tersebut dan kabur. Kasur dan seprai ranjang Gazi juga diacak-acak Rahmat agar lebih meyakinkan. Setelahnya, Rahmat membuka jendela dan menyuruh Gazi turun ke bawah, lalu Rahmat melihat ke arah jam, sekarang setengah tujuh pagi, "Oke, tunggu sepuluh menit lagi, aku akan keluar dari kamar, seolah baru bangun tidur. Aku akan mengetuk pintu kamarmu tiga kali, setelah itu, kamu langsung turun ke bawah dari jendela itu, jangan ditutup lagi jendelanya, biarkan terbuka, langsung ambil sepeda yang ada di bawah pohon, kendarai dengan normal. Waktumu hanya lima menit, aku akan keluar sekarang dan mengunci pintu. Oiya, jangan lupa, setelah sampai di rumah itu, tutup semua pintu lalu nyalakan kipas angin di sana, paham? Jaga agar suhu tubuhmu tidak panas, ya." Gazi mengangguk dan mencoba menarik napas panjang. Rahmat lalu keluar dari kamar Gazi, mengendap-endap kembali ke kamarnya, berusaha terlihat biasa saja tanpa menimbulkan kecurigaan.  Setelah Rahmat keluar dari kamar, Gazi mencoba sekali lagi untuk berkeliling di kamarnya, kamar yang sudah beberapa waktu ini membuatnya nyaman untuk tidur, belajar, dan bahkan sekedar melamun. Tapi keadaan berubah, ketika penyakit aneh ini mulai muncul, tidak ada lagi malam dengan tidur yang nyenyak. Yang ada hanya malam dengan penuh was-was, ketakutan, dan ancaman. Setelah Rahmat kembali ke kamarnya, dia berjalan mondar-mandir dari satu sudut ruangan ke sudut ruangan lainnya yang ada di dalam kamar tersebut. Berdiam diri di kamar dan menunggu selama sepuluh menit saat itu untuknya serasa menunggu seratus jam saja. Yang pasti ada kekhawatiran dan juga ketakutan jika rencananya ini tidak berhasil. Dan akhirnya sepuluh menit tersebut berhasil dia lewati dengan kembali mengecek semua barang-barang yang akan dibawa pergi dari kamar ini, kamar yang selama ini sudah memberikan banyak kenangan untuknya. Dan setelah sepuluh menit berlalu, Rahmat keluar dari kamarnya dan mengetuk pintu kamar Gazi sebanyak tiga kali seperti kesepakatan mereka di awal. Setelah mengetuk pintu kamar Gazi, Rahmat kemudian berjalan dengan cepat ke arah ruang tamu, sambil melihat kanan dan kirinya, mengawasi situasi di dalam rumah, agar tidak ada yang melihat atau curiga. Dia mengawasi Gazi yang terlihat sedang mengayuh sepeda menuju ke pintu gerbang depan. Rahmat melihat Gazi sedang terlibat pembicaraan dengan satpam, mungkin Pak Satpam menanyakan keadaannya atau apa, Gazi tidak tahu pasti pembicaraan mereka berdua, yang jelas Pak Satpam sepertinya ingin menahan Gazi, tetapi kemudian akhirnya pintu gerbang dibuka dan Pak Satpam memberikan izin kepada Gazi untuk keluar. Setelah Gazi keluar, Rahmat menuju ke ruang makan, karena jam segini biasanya Bapak dan Ibu Barsah sudah ada di meja makan dan bersiap untuk sarapan. Begitu sampai di ruang makan, benar perkiraan Rahmat, Bapak dan Ibu Barsah ada di sana. Setelah menyapa dan mengucapkan selamat pagi ke mereka berdua, Rahmat mengambil tempat untuk duduk di kursi biasanya.  "Pak, ehm ... Maaf, saya mau bicara." Rahmat yang gugup, bicara tanpa melihat ke arah Paj Barsah, dia menunduk. Mendengar Rahmat bicara, Pak Barsah menanyakan ada hal apa yang mau disampaikan, "Iya, ada apa, Rahmat?" Rahmat diam beberapa menit, kemudian menyambung pembicaraannya, "Ada beberapa barang untuk keperluan belajar dan juga buku yang harus saya beli. Mohon maaf sebelumnya, bolehkah saya meminta uang untuk membeli barang tersebut?" Pak Barsah mengangguk dan bertanya, "Boleh. Berapa uang yang kamu perlukan?" Rahmat terlonjak kaget dan cukup terkejut dengan reaksi Pak Barsah, dia tidak menyangka akan semudah ini meminta uang, "Sekitar lima ratus lima puluh ribu, Pak." Iya, uang itu cukup besar, tapi Rahmat sudah memperhitungkan semuanya. Dengan uang tersebut dia bisa bertahan hidup berdua dengan Gazi di luar sana, sambil dia akan mencari kerja serabutan untuk dikumpulkan dan bisa menyambung hidup. Pak Barsah agak terkejut dengan jumlah uang yang diminta Rahmat, "Kok banyak banget. Boleh saja, tapi nanti Bapak minta semua rincian barang dan harga dari masing-masing barang tersebut, ya." Dan Pak Barsah mengeluarkan uang tersebut. Uang pecahan dua puluh ribu dan sepuluh ribuan. Bu Barsah sepertinya keberatan dengan hal tersebut, "Ibu ada usul, gimana kalo Ibu dan Rahmat yang pergi dan mencari semua barang yang Rahmat butuhkan. Uang segitu banyak banget, loh. Kamu masih kecil, nanti kamu diapa-apain sama orang dewasa di luar sana." Rencana Rahmat hampir gagal, keringat dingin mulai mengalir di kedua telapak tangannya. "Gak apa-apa, kita harus mengajarkan Rahmat tanggung jawab dan harus percaya penuh padanya. Ini uangnya." Setelah memberikan uang tersebut ke Rahmat, Pak Barsah bangkit dari kursinya, dan bilang, "Bapak mau lihat keadaan Gazi dulu," Tanpa pikir panjang, Rahmat langsung bangun dari tempat duduknya, "Jangan, Pak. Ehm ... Anu, maksud saya, Bapak selesaikan aja sarapannya, biar saya yang liat ke kamar Gazi, ya." Dan tanpa di minta, Rahmat langsung berjalan menuju ke kamar Gazi, "Pak, Ibu. Bapaaak, Gazi tidak ada di kamarnya." Rahmat berteriak dari dalam kamar, tidak berapa lama, Bapak dan Ibu Barsah berlarian ke kamar Gazi, "Kemana Gazi, Pak, Gazi ke mana? Pak, jendelanya ..." Ucap Bu Barsah melihat ke arah jendela, "Sepertinya dia kabur." Pak Barsah ke arah kasur Gazi, dan melihat tali yang sudah dipotong dan jendela yang terbuka, "Kamu di sini saja, biar saya yang cari." Rahmat juga langsung berjalan ke arah pintu, "Saya akan ikut cari Gazi, Pak." Pak Barsah mengangguk, "Oke, ayo naik ke mobil, buruan, sebelum dia jauh." Rahmat menggeleng, "Lebih baik saya naik sepeda saja, Pak. Biar bisa masuk ke gang-gang kecil atau tempat yang gak bisa dilalui mobil." Pak Barsah setuju, "Oke, Bapak cari Gazi duluan. Kamu nyusul saja. Hati-hati." Rahmat mengangguk. Dua sengaja mengulur waktu, menunggu suara mobil Pak Barsah pergi dan kemudian dia ke kamarnya, untuk mengambil tas yang sudah disiapkan. Ketika keluar dari kamar, dia melihat Bu Barsah menangis, "Gazi, di mana kamu, Nak." Melihat hal tersebut, Rahmat merasa bersalah dan hampir mengurungkan rencananya. Tapi dia kemudian tersadar, jika mereka tidak pergi, kemungkinan besar Gazi akan dibawa ke tempat yang mereka tidak tau. Jadi Rahmat pamit ke Bu Barsah, "Bu, aku pamit, ya. Maafkan kami selalu merepotkan, terima kasih atas kebaikan hati Ibu dan Bapak selama ini." Bu Barsah melihat ke arah Rahmat dan mengangguk, "Kembali ke rumah ini dengan membawa Gazi, ya, Rahmat. Jangan tinggalkan dia di luar sana sendirian." Rahmat mengangguk, lalu melesat menuju garasi dan mengayuh sepedanya keluar dari gerbang dan menuju ke rumah kosong tempat dia janjian dengan Gazi tadi. Setelah sampai di rumah tersebut, dia mengetuk pintu dan Gazi membuka pintunya. Tepat ketika Rahmat menutup pintu, Pak Barsah melewati rumah kosong tersebut dan berhenti di depannya. Rahmat memberi isyarat ke Gazi dengan menempelkan jari telunjuknya ke bibir, dan meminta Gazi untuk diam, "Sssttt ..." Mereka menunggu dalam diam, deg-degan dan takut ketahuan jika mereka kabur, bercampur. Setelah hampir sepuluh menit Pak Barsah berhenti di rumah kosong tersebut, akhirnya mobilnya berlalu, dan Rahmat juga Gazi bisa bernapas lega.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD