Dan Terjadi Lagi

1075 Words
Setelah kemarin, Gazi menampakkan gejala aneh dan berperilaku tidak biasa, Rahmat mulai lebih memperhatikan tindak tanduk Gazi. Hari ini, saat upacara bendera, ketika panas terik, Gazi mulai menunjukkan tanda aneh. Ketika wajahnya sudah mulai berubah merah dan matanya melotot, Rahmat menarik Gazi ke belakang, izin ke guru pendamping yang ada di barisan belakang, “Pak, saya izin bawa Gazi ke ruang kesehatan, ya. Dia sedang demam, tidak sehat.” Guru tersebut langsung mengangguk, karena memang wajah Gazi yang memerah dan matanya melotot menyeramkan. Ketika sudah menjauh dari lapangan, Rahmat membawa Gazi ke ruang kesehatan, sebentar, untuk memperkuat alibi mereka. Di sana hanya ada anak PMR yang berjaga, setelah masuk sebentar, dan anak PMR sudah tidak ada di ruangan tersebut, Rahmat langsung membawa Gazi ke gudang sekolah yang jarang didatangi atau dilewati orang, secepat yang dia bisa. Susah payah dia membopong Gazi yang sudah mulai membenturkan kepalanya ke pundak Rahmat, sekuat-kuatnya, meski Rahmat merasakan sakit, dia menahannya dan bilang ke Gazi, “Tahan, tolong tahan sebentar. Ini sebentar lagi kita sampai.” Setelah sampai di dalam gudang tersebut, Rahmat langsung mengikat tangan dan kaki Gazi di kursi. Tidak lupa, dia juga sudah menyiapkan kipas angin yang dia pinjam dari penjaga sekolah yang kebetulan rumahnya memang di belakang sekolah. Rahmat sudah mempersiapkan ini, sejak kemarin. Tanpa sepengetahuan Gazi, Rahmat pergi ke sekolah untuk menyembunyikan Gazi jika Gazi kambuh. Rahmat tidak mengerti, dari mana Gazi mendapatkan penyakit seperti ini. Tapi yang pasti penyakit yang Gazi alami ini sangat aneh. Rahmat tidak mau siapa pun mengetahui hal ini. Jadi, sebisa mungkin, jika Rahmat sudah melihat gejala yang akan membuat Gazi berubah menjadi seperti kemarin dan kambuh, maka Rahmat akan membawanya ke tempat yang sejuk, cenderung dingin. Setelah sekitar setengah jam, Rahmat menunggui Gazi yang masih berontak, wajahnya memerah dan matanya yang melotot, akhirnya Gazi mereda. Tapi matanya tetap melotot. Sepertinya, selain udara yang sejuk, Gazi harus diberi obat atau sesuatu untuk membuatnya kembali sadar. Rahmat tidak paham obat tersebut itu apa. Maka Rahmat hanya menunggu Gazi sampai dia sadar sepenuhnya. Hampir dua jam, Gazi belum juga kembali sadar sepenuhnya. Karena di gudang tersebut memang tempat tumpukan barang, nyamuk yang banyak dan juga debu yang tebal, membuat Rahmat merasakan gatal di beberapa bagian tubuhnya, terutama di bagian tangannya. Karena hal tersebut, Rahmat selalu mengantongi minyak cajuput sejak dia kecil. Dengan kesal, Rahmat menggosokkan minyak tersebut sambil terus menggaruk bagian tangan dan tengkuknya yang diserang nyamuk di dalam gudang tersebut. Tanpa disadari Rahmat, Gazi sudah kembali dalam keadaan seperti semula. Dengan lesu dan lemas, Gazi memanggil Rahmat, “Rahmat, kita di mana? Aku kenapa diikat seperti kemarin? Apa aku mengalami hal yang sama lagi, apa aku menyerangmu lagi?” Rahmat yang terkejut karena Gazi tiba-tiba bersuara, langsung menghampiri Gazi dan menenangkannya, “Tidak. Kamu tidak menyerangku, hanya saja tadi, ketika di lapangan upacara, wajahmu memerah seperti kemarin. Jadi, sebelum kamu mulai ngamuk dan orang-orang di luar sana menganggapmu aneh, aku membawamu ke sini. Jangan khawatir, aku di sini. Kamu tidak menyakitiku, maafkan aku, ya, aku terpaksa mengikatmu seperti ini.” Gazi mengangguk lemah. Rahmat kembali bertanya, “Apa kamu memang gak ingat, Gazi, setelah wajahmu berubah memerah tadi?” Gazi menggeleng dan menjawab, “Aku tidak ingat apa-apa. Aku hanya ingat ketika kamu menarik tanganku ke barisan belakang, tadi. Selebihnya aku tidak ingat apa-apa, aku tidak merasakan apa-apa” Rahmat hanya mengangguk dan tidak bertanya lagi, khawatir membuat sahabatnya tersebut marah atau malu. Sebenarnya, ada hal yang tidak diceritakan oleh Gazi ke Rahmat. Sebenarnya, ketika tadi dia merasakan panas matahari yang terik, ketika tangannya ditarik oleh Rahmat ke barisan belakang, Gazi ingin sekali menyereang Rahmat, memukulnya, dan menyakitinya. Hasrat untuk menyeraang besar sekali. Tapi Gazi khawatir, dia takut, kalo dia jujur, Rahmat akan pergi dan tidak mau lagi menjadi sahabatnya. Maka Gazi memilih untuk tidak bicara apa pun, selain menjelaskan bahwa dia hanya merasakan panas yang teramat sangat lalu tidak sadarkan diri. Mereka kembali ke kelas, ketika bel jam istirahat berbunyi. Gazi mengajak Rahmat langsung ke kantin, “Kita ke kantin, yuk. Aku laper dan haus banget. Aku traktir, deh. Karena kamu udah bantuin aku. Yuk” Rahmat mengangguk dan menuruti permintaan sahabatnya ini. Ketika jam masuk untuk ke pelajaran selanjutnya, Rahmat dan Gazi dipanggil ke kantor guru, karena guru di jam pelajaran pertama menanyakan keberadaan mereka, “Gazi dan Rahmat ke ruangan guru, temui Bu Fida. Tadi Bu Fida nyariin kalian, memangnya kalian bolos ke mana?” Pak Anton bertanya hal tersebut ke Gazi, Rahmat yang mengetahui bahwa Gazi tidak pandai mengarang, membantu menjawab pertanyaan Pak Anton tersebut, “Tadi kami di ruang kesehatan, Pak. Saya menemani Gazi di sana. Gazi tidak sarapan tadi, karena itu dia jadi pusing.” Pak Anton hanya mengangguk dan menyuruh Gazi dan Rahmat menemui Bu Fida, “Ya sudah, temui Bu Fida, setelah itu langsung kembali ke kelas ini, saya tunggu. Jangan bolos kalian.” Gazi dan Rahmat mengangguk dan berjalan bersisian ke ruang guru. Di perjalanan menuju ruang guru, Rahmat bilang ke Gazi bahwa dia diam saja, tidak perlu menjawab apa-apa, “Kamu diam saja, ya. Tidak usah bilang apa-apa, biar aku yang menjelaskan, paham?” Gazi mengangguk dan menyampaikan terima kasih ke sahabatnya itu, “Terima kasih, Rahmat.” Rahmat mengangguk dan mereka meneruskan perjalanan ke ruang guru. Bu Fida langsung menanyakan keberadaan kedua anak tersebut, Gazi dan Rahmat, ke mana mereka saat jam pelajaran Bu Fida dimulai, “Kalian di mana dan ke mana, kenapa tidak masuk ke kelas saya?” seperti yang sudah direncanakan, Gazi hanya diam dan terus menunduk memandangi sepatunya, dan Rahmat yang menjawab pertanyaan tersebut, “Saya menemani Gazi ke ruang kesehatan, Bu Fida. Gazi tidak sarapan tadi, jadi dia pusing. Saya izin kok, ke guru yang ada di barisan belakang, Bu. Di ruang kesehatan juga ada anak PMR yang berjaga.” Bu Fida sepertinya kurang puas dengan jawaban Rahmat, tapi tidak punya alasan lain untuk memarahi mereka, jadi dia hanya bilang ke mereka berdua, bahwa mereka akan diberikan tugas tambahan karena bolos jam pelajarannya, “Oke, kalo begitu, tapi kalian harus mengerjakan tugas dari saya. Itu hukuman karena kalian bolos jam pelajaran saya. Rangkum materi di buku dari halaman lima belas sampai dengan halaman seratus lima puluh. Besok pagi kumpulkan di meja saya ini, sebelum bel masuk.” Rahmat dan Gazi mengangguk, lalu pamit untuk balik ke kelas, “Baik, Bu Fida. Kami pamit kembali ke kelas.” Dalam perjalanan menuju kembali ke kelas, Gazi kembali mengucapkan terima kasih, “Terima kasih, Rahmat, terima kasih.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD