16. ANCAMAN DAN TEKANAN

1346 Words
Sia masih mematung sambil memilin bibir tipisnya, sekarang ia tidak bisa ke mana-mana lagi, kepungan dari ketiga cewek dihadapannya ini menyulitkan dirinya untuk kabur. Tatapannya yang begitu tajam dari Sashi seolah lebih kejam ketimbang tindakan pembulian yang kerap kali dirinya lihat. "OI, GUE TANYA SAMA LO CEWEK GATEL, KEMARIN KENAPA LO MAU DIANTER SAMA ELGO PULANG? MAU CAPER?" Jelas sudah tak diragukan lagi suara Sashi terdengar seperti apa, yang jelas dan pasti, telinga Sia sungguh sakit ketika menangkap gelegar suara dari cewek dihadapannya ini. Apalagi ditambah jambakan rambutnya yang ditarik Rena kuat-kuat membuat kepala Sia ikut tertarik mengikuti arah jambakan tersebut. Sia meringis menahan sakit, ia mengerjap berulang kali, kepalanya mendadak merasa pening, tarikan yang sungguh kuat penyebab rasa pusing itu bersarang di sana, rambut Sia seolah adalah seutas tambang yang begitu kebal dan kokoh. "S-sakit kak," adu Sia dengan suara pelan, sedikit tersendat karena Rena malah menarinya lebih kencang. Rasanya rambut Sia hampir lepas dari kepalanya. Tak kuasa menahannya lagi, ia memejamkan matanya bersamaan dengan satu bulir cairan bening yang lolos membasahi pipinya yang mulus. "Oh sakit? Lo berani bilang sakit setelah caper ke pacar gue? Dasar nggak tahu malu!" Sia masih tetap memejamkan matanya, bahkan kali ini lebih rapat, setelah itu pendengarannya disumpal dengan suara lebih mencengkam dari Sashi. Cewek kejam itu berteriak tepat di telinga Sia. Jelas saja tidak ada yang mendengar ucapannya karena toilet ini jarang di kunjungi oleh siswa maupun siswi lantaran tempatnya yang agak jauh dari koridor kelas. Dan Sia memilih tempat ini untuk buang air kecil karena ia tidak mau mengantri, lagipula Elin sudah memberinya waktu sepuluh menit saja. Sia tidak menyangkal perkataan sarkas dari Sashi, ia sungguh kehabisan energi karena sudah terkuras untuk menahan tarikan rambutnya. Ini sangat sakit bila dirasakan, Rena sungguh kejam bertindak seperti itu. Bagaimana Sia mau membalas perkataan dari Sashi jika rambutnya saja semakin ditarik lebih kasar dan kencang? Sudah jelas Sia harus menahan dan menguatkan diri. Membalas ucapan Sashi bukanlah hal penting bagi dirinya untuk saat ini. Merasa sudah geram dan tidak sabar lagi, Sashi mendengkus kasar dan sedetik setelahnya ia melayangkan pukulan maut begitu keras, Sia yang masih susah payah menahan rasa sakit akibat jambakan Rena yang masih belum terlepas, seketika langsung mendapati tamparan dari Sashi. Wajah gadis itu sampai ikut terlempar ke arah samping, telapak tangan Sashi yang bersentuhan dengan pipi Sia yang masih dibanjiri linangan air mata menimbulkan suara tamparan yang begitu keras. Sashi benar-benar cewek yang kejam, diperlakukan seperti sedemikan rupa membuat batin Sia terasa diremas dan remuk dalam satu waktu. Cewek itu sungguh merasakan sakit, maupun itu di raganya, atau perasaannya. "Itu akibat yang akan lo terima kalo lo berani macem-macem sama gue," kata Sashi sinis sembari melipat kedua tangannya di atas d**a, Selly dan Rena tertawa senang diatas penderitanya Sia, senyuman remeh dan remeh sudah jelas terpancar di kedua sudut bibir mereka masing-masing. Sia masih mendengar, hanya saja ia lebih memprioritaskan tubuhnya yang seolah begitu remuk tak berdaya, pipinya masih saja terasa panas dan nyeri, dengan tangan yang bergetar menahan rasa takut, Sia langsung menyentuh pipinya dengan gerakan perlahan. Lagi dan lagi Sashi tidak memberi jeda bagi Sia untuk bernapas, baru beberapa detik dia menyiksanya, detik berikutnya lagi Sashi sudah mengecamnya begitu kejam. Secepat kilat, dengan sepasang mata yang nyala dengan kobaran api, Sashi mengeratkan jari jemarinya didagu Sia, mencengkram dengan kekuatan tinggi, tentu saja Sia merasa rasa sakit yang lebih menggila, tak ayal jika bibirnya nyaris membentuk huruf 'O'. Sia mau tak mau menatap sepasang manik mata Sashi, sebelumnya, ia menenggak ludahnya sendiri yang terasa sangat getir. "Ini belum seberapa, kalo lo berani coba coba dekat-dekat sama Elgo alias cowok gue, lo bakal tahu akibatnya," ancam Sashi, Sia yang mendengarkan perkataan itu secara seksama lantas berdiam diri sembari menetralkan jantungnya yang sudah berpacu dengan cepat, lebih kencang dari detak jantung orang normal. Selepas puas memarahi dan memberi sedikit pelajaran pada gadis itu, Sashi langsung menghempaskan dagu Sia dengan kasar, sampai kepala Sia terdorong ke belakang dan membentur tembok dengan keras. Sashi yang tak menyangka akan hal itu langsung mengerjapkan matanya berkali-kali, dia sendiri juga melihat kepala Sia membentur tembok dengan sangat cepat. Tak mau melihat kejadian selanjutnya, Sashi langsung menginterupsi kedua sahabatnya agar segera menjauh dari sana. Secepat kilat ketiga cewek itu berlari dari tempat itu, mereka semua takut jika terjadi apa-apa dengan Sia. Jambakan rambut nyatanya masih terasa walaupun Rena sudah melepaskannya, lebih-lebih lagi ditambah benturan kepalanya, Sia semakin merasa pusing yang sangat hebat, seperkian detik setelahnya, bahu Sia merosot ke bawah, bersama dengan pandangan yang mulai mengabur dan menjadi gelap. Sia pingsan. Setelah pulih dari pingsannya, Sia segera mengerjapkan matanya sebanyak tiga kali, ia butuh menetralkan tubuhnya agar kembali kuat, seperkian detik selanjutnya Sia membuang napasnya dengan berat dan terdengar sangat gusar. Rasa pusing masih setia menemani kepalanya, Sia tidak kuat menahannya lagi. Ia memilih membangunkan badannya yang terbaring di sofa. Setelah tubuhnya tegap, ekor mata Sia beralih menatap ke sekeliling ruangan ini. Selang lima menit, Sia belum menemukan titik kejelasan di mana dirinya berada. Jika kalian semua mengira Sia berada di UKS, mungkin kalian semua berada di fase kesalahan besar, nyatanya saja gadis itu sedang berada di ruangan yang penuh dengan barang-barang mewah. Ya, setidaknya itu yang Sia amati beberapa saat. Guci berukuran besar dengan ukiran antik, perabotan rumah tangga yang terlihat sangat apik dan elegan, serta dengan langit-langit atap yang dipenuhi lukisan yang memanjakan mata lengkap dengan lampu gantung yang begitu memukau. Benar-benar kontras dengan rumah Sia yang begitu kecil dan sempit. Mungkin rumah Sia tidak ada apa-apanya di bandingkan dapur di rumah ini. Pikiran Sia masih belum pulih dengan sempurna, ia kemudian memutar otak, dan ingatannya jatuh pada kejadian dimana dirinya disiksa oleh Sashi dan kedua temannya yang sungguh mempunya sifat tidak kalah menyeramkan dari iblis. Tetapi, siapa gerangan orang yang membawanya ke tempat ini? Tiba-tiba saja sekelabat pikiran negatif masuk dan menempel di otak Sia. Dengan mata yang hampir membola, Sia segera mengecek tubuhnya, apakah terjadi perubahan pada dirinya. Selang beberapa detik setelah itu itu, Sia memegangi dadanya sembari membuang napas lega. Pikiran buruk itu sudah menguap entah ke mana dan diganti dengan rasa terkejut ketika pandangannya menangkap seseorang yang sungguh dirinya kenali. Dengan sekali hentakan, orang itu duduk dengan santai di samping Sia, menghempaskan tubuh kokohnya begitu saja pada sandaran sofa berwarna abu-abu yang sangat empuk, matanya kemudian melirik Sia sekilas lalu beralih menatap camilan keripik kentang yang berada di genggaman tangannya, tak butuh waktu lama buat Sia untuk memasukkan makanan ringan itu ke dalam mulutnya. Merasa sangat canggung, Sia segera memosisikan duduknya senyaman mungkin, lalu tatapannya ia alihkan pada seseorang yang duduk disampingnya ini, sebelum berkata, Sia menyelipkan sejumput rambutnya ke arah daun telinga. "Kak Elgo, aku kenapa ada di sini, ini rumah kakak?" Pandangan Sia menatap lurus ke arah Elgo yang masih sibuk mengunyah keripik kentangnya, setelah ucapan Sia menyumbat ditelinga Elgo, cowok tampan itu langsung menoleh ke samping dengan tatapan datar lengkap dengan mulut yang penuh makanan itu. Pipinya juga mengembung dengan lebar. "Iya ini rumah gue, kenapa? Nggak nyaman, ya? Tadinya gue mau bawa elo ke kamar gue, tapi nanti kalo lo sadar dan mikir gue udah buat macem-macem sama lo gimana? lagian gue nggak napsu sama lo, orang d**a aja rata kek gitu, mana gue puas," celetuk Elgo dengan santai, saking santainya bahkan membuat Sia terlihat menggeram sebal dan merotasikan sepasang bola matanya dengan malas. "Terserah kak Elgo, by the way makasih udah nolongin aku dan bawa aku ke sini, tapi maaf, aku mau pulang, aku nggak bisa lama-lama di sini," ucap Sia begitu lembut, lengkap dengan tebaran senyuman termanisnya. Sia segera memosisikan tubuhnya untuk berdiri, lalu ia mulai mengangguk sekilas sebelum melangkah keluar dari rumah besar ini, namun belum sempat langkah kakinya berjalan, sebuah tangan kekar langsung memegangi lengannya, Sia lalu mengerjap, ekor matanya melirik tangannya, setelah tiga detik kemudian tatapannya beralih pada Elgo yang masih menatapnya dengan bola mata legamnya. "Gue nggak biarin lo pergi sebelum lo cerita ke gue semuanya, kalo lo masih ngebet juga mau pergi juga, gue tetep bakal cegah semuanya. Jadi, lo nggak punya pilihan lain selain cerita ke gue ada apa sebenarnya, dan kenapa lo pingsan. Paham?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD