15. SASHI AND THE g**g

1836 Words
Ketika hendak memejamkan matanya untuk tidur, Sia teringat akan kejadian hari ini di sekolah, kejadian saat dirinya bertemu dengan Elgo, saat cowok itu membantunya memanjat gerbang dan mengantarkannya pulang, hingga yang paling menyebalkan, cowok itu tidak mau membayar es krim yang sudah dipesan. Sia justru yang kena getahnya. Flashback On Ekspresi cemberutnya sudah menghiasi wajah cantik Sia, gadis itu berjalan secepat kilat, mengejar Elgo yang sudah berada di depan sana. Sia sungguh frustrasi, kenapa dirinya yang harus membayar es krim itu? Bagaimanapun juga, Sia ingin minta ganti rugi. Ia sendiri tidak mau dirugikan. Padahal di sini, kan, memang cowok s****n itu yang minta es krim. Menyebalkan sekali. Tak butuh waktu lama, Sia sudah mengimbangi langkah kakinya dengan Elgo. Sia berdecak disamping cowok itu, sementara Elgo terlihat tidak merasa bersalah sama sekali. Sia yang sedari tadi sudah menahan kesal dibuat lebih geram ketika bola matanya menatap Elgo yang dengan santainya memakan es krimnya sembari bersenandung ria. "Kak, aku minta ganti rugi, kenapa aku yang bayar? Kan, kakak sendiri yang beli es krim. Pokoknya aku mau minta uangnya sekarang. Kalo begini caranya, nanti aku nggak bisa pulang. Uang aku udah abis buat bayar es krim kakak tadi," rajuk Sia, ia tidak menunjukkan kemarahannya. Sia rasa, cara seperti itulah agar Elgo langsung luluh dan memberinya uang. Kalau Sia berkata dengan lantang dan kasar, sudah pasti Elgo akan semakin gemas dan memancing kemarahannya agar tersulut keluar. Alih-alih memberikan uang, cowok s****n itu malah membuat Sia kembali berdecak sebal. "Gue nggak bawa, lo nggak ikhlas beliin gue es krim? ya udah, gue bakal nangis nih di tengah jalan. Lo mau gue lakuin hal itu? Terus elo mau jadi pusat perhatian karena udah bikin gue nangis. Eggak mau, kan?" Setelah berkata sesantai seperti itu, Elgo segera membuang stik es krim ke sembarang arah. Satu buah es krim sudah ludes ia makan sendiri. Terlihat Sia yang sedang menahan amarahnya, ini baru bertemu beberapa kali dengan cowok disampingnya, tetapi Elgo bersikap seolah sudah mengenal Sia dari lama. Seperkian detik selanjutnya, Sia menghembuskan napas berat, ia terus mengayunkan tungkai kakinya, begitupula dengan Elgo. Sia terpaksa harus merelakan uangnya itu, mungkin saat pulang sekolah nanti ia akan meminjam uang Elin untuk membayar angkutan umum. Flashback Off Sia langsung menyibakkan selimut yang beberapa menit yang lalu menutupi tubuhnya dari ujung rambut sampai kuku jari kakinya. Ia tidak bisa tidur dan ia pikir setelah menutup tubuhnya dari selimut tipis itu, matanya akan segera menutup dengan rapat. Namun, alih-alih usahanya berhasil dengan sempurna, Sia malah merasa sebal. Beberapa saat kemudian Sia memilih untuk duduk di kasur, entah kenapa pikirannya terus bergelut dengan cowok yang tadi pagi mengantarkannya pulang untuk mengambil buku tugas. Sia masih sebal dengan tingkahnya. Dan, karena apa, setiap Sia melihat wajah Elgo, ia selalu teringat dengan Elgi. Mereka memang dua orang yang berbeda, tetapi setiap Sia meneliti wajah Elgo, pikirannya langsung tertuju pada Elgi, pacarnya dulu. Oke, tidak ada hal yang sama yang terletak di diri mereka berdua. Menurut Sia pribadi, Elgo adalah cowok yang bertolak belakang dengan Elgi. Kekasihnya itu adalah orang yang baik hati, kerrn, dan selalu sayang kepada dirinya. Namun, sifat Elgo sunggu membuat otak Sia memanas, tingkah konyol dan anehnya selalu membuat dahi Sia merasakan pening. Tetapi, karena itulah Sia menjadi sering memikirkan Elgo. Sebenarnya kakak kelasnya itu memang kelihatan ganteng sih, Sia akui itu, hanya saja sifatnya yang terkesan aneh membuat Sia kadang mengerutkan kening. Beberapa saat kemudian Sia kembali menghela napasnya, ia memejamkan matanya sebentar, lalu setelah itu kedua kakinya turun dari kasur dan berjalan dengan gontai menuju dapur. Setelah sampai di tempat itu, Sia langsung menekan saklar lampu karena pandangannya sungguh gelap, tidak ada setitik cahaya apapun. Setelah ruangan kecil itu dipenuhi dengan cahaya, Sia kemudian mengambil gelas dan mengarahkannya ke dispenser. Sedetik setelah air terisi penuh digelasnya, dengan segera Sia menenggaknya hingga tandas, tenggorakannya memang sudah terasa sangat kering. *** Sia membersihkan roknya dengan jari jemari tangannya selepas keluar dari kamar mandi, tatapannya masih fokus pada pakaiannya, mengecek apakah penampilannya tidak berantakan. Senyuman Sia langsung terpatri setelah dirasa tidak ada lagi masalah, seperkian detik setelahnya ia langsung mendongak, menatap lurus ke arah depan dan hendak melanjutkan jalan kakinya menuju kelas. Namun, belum juga melangkah maju, senyuman Sia langsung luntur bersama dengan perubahan wajah yang sudah datar. Ekor matanya yang sudah sedikit membola ia terus pancarkan ke arah depan. Setelah beberapa saat bergelut dengan sorot mata itu, Sia sedikit merasa gugup. Tidak mungkiri, wajahnya sudah memerah dan rahangnya mengatup keras. Sia tidak menyangka akan bertemu dengan geng Sashi di sini. Sia masih menatapnya dengan pandangan ragu, sejak Sashi sudah berdiri dihadapannya dengan tangan berkacak pinggang, jantung Sia terasa dicopot paksa dari tempatnya, tangan kecilnya sudah meremas roknya dengan gugup, ia sama sekali tidak peduli jika rok itu lusuh nantinya. Sejak kejadian di kantin waktu itu, Sia merasa tidak enak dan memutuskan pada dirinya agar tidak berurusan dengan Sashi lagi. Alih-alih dugaannya meluncur dengan sempurna, Sia malah harus dihadapi dengan Sashi, cewek yang paling dihindari di sekolahnya. "Nggak usah balik, gue mau bicara sama lo." Sashi berkata begitu ketus sambil mendorong bahu Sia ke belakang saat gadis itu hendak menyela dari hadapannya. Sia memang merasa takut, ia ingin pergi ke kantin karena Elin masih menunggunya di sana. Dorongan Sashi yang begitu keras dan tidak ada kesan lembut-lembutnya dipundak Sia membuat Sia terhuyung ke belakang sampai punggungnya membentur tembok begitu kencang. Sia masih berusaha tegar, sejak tadi ia sendiri sudah mengumpulkan sisa-sisa tenaganya, segala rapalan doa sudah ia panjatkan. Semoga saja geng Sashi tidak berbuat hal yang macam macam. "Kemarin lo ke mana? Keluar lewat pagar belakang sama pacar gue?" Intonasi suara Sashi sungguh menggelegar, wajahnya tampak sangat serius dengan ekor mata yang berkobar api kemarahan. Emosinya sudah tersulut. Sementara Sia, tubuhnya masih membatu, ia tergagap di tempat, tetapi telinganya sudah mencerna dengan baik ucapan Sashi. Sebisa mungkin dan secepat mungkin Sia menyiapkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan kakak kelasnya itu yang nampaknya sudah tak sabar menunggu ucapan yang terlontar dari bibir mungilnya. "A-aku pulang mau ngambil buku tugas, kak Elgo maksa mau ikut kak," jawab Sia dengan gugup, tidak bisa ditoleransi lagi, berhadapan dengan tiga manusia super duper menyeramkan dihadapannya ini membuat nyali Sia tidak bisa membuncah begitu saja. Dan, semuanya memang sudah sangat jelas, Sia hanya seorang diri, sementara Sashi bersama dengan Rena dan Selly, kedua sahabatnya yang sifatnya tak jauh berbeda dari Sashi. Selepas kata-kata yang terdengar gugup penuh ketakutan itu melayang bebas di udara, secepat kilat Sia menundukkan wajahnya, ia sungguh tak menyangka akan dipertemukan dengan Sashi. Kenapa hidupnya kian rumit seperti ini? Beberapa menit sebelumnya ... Elin terus berdecak kesal karena Sia tidak kunjung balik dari kamar mandi, ia sudah celingak-celinguk, tapi keberadaan sahabatnya itu belum kunjung datang juga. Sebenarnya Elin sangat tidak mengijinkan Sia untuk pergi ke toilet, bukan tanpa alasan ia menyuruh sahabatnya melakukan itu, hanya saja ia tidak ingin sendirian di tempat ini, apalagi dirinya sedang berada di kantin, Elin sungguh tidak mau. Jenuh rasanya tidak ada teman ngobrol sembari menunggu pesanan datang. Elin lantas mendengkus pasrah, ia mengerucutkan bibirnya, merelakan Sia untuk pergi ke toilet dengan janji gadis itu tidak boleh lebih dari sepuluh menit di tempat itu. Selepas kepergian Sia, Elin menyibukkan diri dengan ponselnya, untung saja benda pipih itu selalu setia berada di kantong roknya. Elin segera membuka pola kunci yang sudah ia buat sendiri, sedetik setelah pola terbuka, gadis itu langsung menekan salah satu sosial medianya untuk melihat kalangan aktris mancanegara yang dia ikuti. Baru saja lima menit asik men-scroll layar ponselnya, wajah Elin langsung mendongak ke atas lantaran ponselnya melayang karena ada seseorang yang merebutnya secara paksa. Elin yang begitu terkejut dengan pergerakan cepat itu, secepat kilat ia berdiri dari duduknya, menatap seorang cewek angkuh yang masih memegang ponselnya. "Balikin ponsel gue," ucap Elin dengan suara lantang, tangannya masih berusaha meraih ponsel miliknya yang sedang digenggam oleh cewek dihadapannya ini. Kesabaran Elin sudah habis dengan mudah, ia paling anti jika ada seseorang yang mengusik hidupnya, jika itu terjadi, tidak segan Elin akan menuntaskan dan menghukum si pembuat onar itu. Elin segera mendengkus kasar, ia masih belum berhasil merebut benda pipih itu, seperkian detik kemudian Elin berkacak pinggang bersamaan dengan matanya yang ia rotasikan dengan cepat. "Kasih tahu dulu temen lo ada di mana, nanti gue kasih hape jelek lo ini," ucap cewek dihadapan Elin itu dengan ciri suara khas yang terkesan angkuh ditelinga. "Hei Sashi jelek, emang apa hubungannya hape gue sama Sia, lo ada urusan apa sama sahabat gue, ha?!" Elin sama sekali tidak takut dengan segala kecaman dari Sashi dan geng tepungnya, walaupun posisi dirinya adalah adik kelas dari mereka, hal itu tidak menyurutkan niat Elin untuk membenci Sashi dan kedua temannya. Segala tingkah dari kakak kelasnya itu sungguh membuat mata Elin memanas ketika melihatnya. "Nggak penting buat lo tau, mendingan lo kasih tahu di mana cewek kegatelan itu atau hape elo yang jadi taruhannya." Sashi tersenyum kecut, ia sudah bersiap akan menjatuhkan ponsel milik Elin ke lantai, melihat pergerakan Sashi yang hendak melancarkan aksinya, seketika Elin mengerjap berulang kali. Ia tidak mungkin membiarkan benda itu hancur ditangan manusia kejam titisan iblis dihadapannya itu. Selain itu, Elin sudah berjanji kepada kedua orangtuanya kalau ia tidak akan meminta dibelikan ponsel baru jika ponsel yang sekarang dimiliknya ini rusak. "Ish! Jangan apa-apain hape gue!" Elin yang tidak terima diperlakukan seperti itu lantas berteriak dengan kencang, Elin sungguh frustrasi dan muak dengan Sashi dan sifatnya yang selalu berdampak pada penyakit emosinya mencuat keluar. "Ya udah, lo tinggal jawab aja temen lo itu ada di mana, nggak susah, kan?" Selly, seorang cewek yang berdiri disamping Sashi dengan gaya angkuh dan tangannya yang sedari tadi bersedakep, secara langsung menyahut dengan nada tak kalah menusuk dari Sashi. "Harus banget gue kasih tahu ke elo semua. Emang ada urusan apa?" "Lo nggak ada ber—" "Jelas gue berhak tahu apapun tentang masalah sahabat gue, lo mau apa? Ngatur gue?" Elin dengan napas yang sudah memburu mengimbangi degup jantungnya yang mulai terasa bergerak cepat, ia langsung nyerobot perkataan Sashi. Ia tidak merasa takut, Elin sendiri juga tidak malu jika menjadi tontonan di kantin, jika dirinya merasa benar, tak ada kata keraguan yang hinggap di raganya. Sashi secepat mungkin mengontrol emosinya, ia berlagak sesantai seperti beberapa menit yang lalu, sebelum melanjutkan kata-katanya, ia menghela napas panjang terlebih dahulu, lantas setelah itu paparan sorot matanya kembali menghujam ke arah Elin yang menatapnya dengan sangar. "Ya udah, gue banting hape lo sekarang juga!" Elin segera menyerukan suaranya, mengisyaratkan agar cewek kejam itu tidak langsung melakukan apa yang seperti kalimatnya terucap dengan bebas, ia sungguh tak mau kehilangan ponsel kesayangannya itu. Dan, dengan perasaan yang sangat berat hati, Elin pun langsung menghela napas berat, seperkian detik setelahnya Elin berkata dengan sinis. "Sia ada di toilet, awas aja kalo lo bertiga macem-macem sama dia," pekik Elin dengan aksen suara kesal, ia langsung merebut ponselnya dari genggaman tangan Sashi. Sashi jelas tak menggubris ucapan Elin, baginya itu tidak penting, suara dari Elin hanya sebatas ucapan yang tidak pantas untuk ia pendam dihatinya. Setelah itu, Sashi langsung berujar dengan intonasi suara penuh kemenangan. "Ayo gaes, kita cabut dari sini!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD