14. ES KRIM UBI DAN KEJU

2119 Words
"Kak, jangan nyelah dong. Kan, aku dulu yang sampai di sini." Elgo kembali menengadah kepalanya, mencari seseorang yang sudah berbicara tadi, lalu tatapan Elgo berhenti pada anak kecil berwajah imut dengan rambut yang dikuncir ekor kuda yang terlihat sedang menarik-narik seragamnya, wajahnya terlihat cemberut dengan pipi yang menggelembung. Elgo tersenyum sesaat, lalu ia mencubit pipi gadis kecil itu, tak lama setelah itu ia berkata, "dengar ya anak kecil tapi jelek kayak p****t kuda, kamu itu harus ngalah sama kakak. Kamu nggak tau kalo kakak punya s*****a pedang dengan api yang nyala-nyala. Kamu mau kakak siksa kamu pake itu?" Elgo mencoba menakut-nakuti anak kecil itu, matanya berkobar nyalang, hal itu dia lakukan untuk membuat anak itu nangis dan mengalah pada dirinya. "Seharusnya kak Elgo yang harus ngalah sama dia, orang dia yang udah sampe sini duluan kok. Udah gede malu dikit lah kak," ucap Sia sambil melipat kedua tangannya di atas dadanya, sorot matanya menatap Elgo tidak suka. Elgo menghela napas berat seraya mengerlingkan matanya menatap Sia dengan pandangan remeh. Beraninya gadis itu menasihati dirinya macam itu. "Nggak bisa, kamu itu cuma anak kecil. Lagian kamu juga beli satu, kan?" Gadis kecil itu mengangguk kecil, sementara Elgo tersenyum dengan lebar. Elgo benar-benar tidak berperikemanusiaan, lihat saja kelakuannya itu. Bagaimana Indonesia mau maju kalau rakyatnya tidak bisa mengantri macam Elgo itu? "Tunggu kakak dulu, baru kamu. Ingat, harus nurut sama kakak kalo kamu nggak mau kakak setrum pake listrik." Merasa takut, gadis kecil itu hanya mengangguk patuh. Wajahnya sudah merah, menahan takut akan ucapan Elgo. Sia yang melihat itu menggeram frustrasi, bisa-bisanya Elgo membohongi anak kecil dengan menakut-nakuti seperti itu. Seharusnya Elgo ngalah, tidak boleh bersikap kasar pada anak kecil. Apalagi harus mengancam segala. Setelah Elgo tersenyum, lalu ekor matanya beralih pada penjual es krim itu. Dilihatnya bapak tua yang sedang menyerahkan es krim ke pembeli lainnya. Dan kini hanya tersisa dirinya, Sia, dan gadis imut tadi. "Mana pesanan saya pak?" Elgo menodongkan tangannya, lalu ia beringsut mendekat agar lebih mudah mengambil es krim itu. Penjual es krim tadi nampak menunjukkan dahi berkerut. Elgo jadi bingung sendiri, padahal dirinya sudah menyebut pesanannya, bukan? "Bapak jangan bilang kalo es krim yang dijual udah abis. Nggak kan, pak?" Elgo sudah membulatkan matanya dengan lebar, lalu sedetik setelah itu ia mengeluarkan napas lewat mulut dan hidungnya secara bersamaan. Ia lega, jawaban dari tukang es krim itu adalah gelengan kepala. Dan itu artinya es krim yang dijual belum habis. "Tadi kamu pesan rasa apa?" "Dasar bapak ini, pelupa banget loh," ucap Elgo dengan senyuman masam. "Ya maaf mas, maklum saya sudah tua. Jadi mau pesen rasa apa jadinya?" tanya penjual es krim itu. Sia yang melihat Elgo sungguh merasa heran sekali, Elgo sudah tidak sopan dengan penjual itu. Bersikap lebih sopan sedikit bisa, kan? Kenapa Elgo malah menyebut bapak itu pelupa segala? Sia tidak suka dengan Elgo yang kasar seperti tadi. Bapak penjual es krim hanya diam, ia hanya menganggap ucapan Elgo tidak serius. Bapak penjual es krim itu juga tidak menegurnya. Dia tidak bisa melakukan itu semua. "Es krim rasa ubi sama keju. Gitu aja lupa sih pak." Elgo melipat kedua tangannya, namun sorot matanya sama sekali tidak berpindah dari orang tua dihadapannya ini. Jadi, apa susahnya cuma mengambil pesanan, lalu membayar itu dengan uang pas. Selesai, kan? Tapi kenapa pak tua itu malah kerepotan dan kebingungan sendiri. Menyebalkan sekali. "Kenapa pak?" "Nggak ada es krim rasa keju, apalagi rasa ubi. Jangan minta yang enggak-enggak deh kak." Ucapan itu melayang begitu saja, bukan dari penjual es krim maupun Sia. Tetapi gadis lucu yang masih berdiri di samping Elgo. Tingginya yang hanya mencapai paha Elgo membuat Elgo menundukkan wajahnya. "Kamu bilang apa tadi? Nggak ada es krim rasa keju sama ubi?" Elgo tersenyum remeh, lalu ia kembali melanjutkan kata-katanya, "kamu itu cuma anak kecil, mana tahu soal itu. Kerjaan kamu itu cuma nangis, merengek, dan minta sesuatu, kalo nggak dituruti juga kamu bakal nangis. Dasar bocah jelek kayak paku karatan." Elgo berkata dalam satu tarikan napas, suaranya begitu lantang dan terdengar menggelegar. Ia lalu menarik kunciran rambut bocah itu dengan kuat. Elgo sungguh kesal dengan bocah satu ini. "Kakak jahat, aku aduin nanti ke papa biar kakak kena marah," ucap anak kecil itu dengan pelan. Lalu bocah itu membalikkan badan dan langsung berlari terbirit-b***t dengan tangisan yang sungguh memekakkan telinga meninggalkan tempat itu begitu saja. Walaupun jaraknya sudah cukup jauh, tetapi tangisannya masih saja terdengar kencang. Elgo terdiam, apakah ia sungguh kejam dan sudah kelewatan? Tapi ia cuma berkata dengan benar dan apa adanya. Jadi letak kesalahannya ada di mana? Merasa tak bersalah apapun, Elgo mengendikkan bahu tak acuh. "Kak Elgo jahat banget, lihat tuh gara-gara kakak dia jadi nangis, ngalah dikit kenapa sih kak? Dia itu cuma anak kecil, wajarlah dia kayak gitu." Sia sudah terlanjur emosi, ia benci dengan Elgo yang seperti itu. Lalu sedetik kemudian ia kembali berucap, "lagian betul apa dia, di sini nggak ada es krim rasa ubi dan keju. Mungkin emang ada, tapi di sini nggak jualan es krim rasa itu." Tatapan Elgo beralih menatap si penjual es krim, terlihat bapak itu mengangguk setuju dengan ucapan Sia. "Nggak ada? Rasa apel sama jeruk deh kalo gitu," pinta Elgo akhirnya. "Jeruk ada, tapi apel nggak ada," jawab penjual itu sembari mengambil es krim rasa jeruk di gerobaknya. "Rasa cokelat vanilla kalo gitu," ujar Elgo lagi. Dia sudah malas sekali, mood untuk makan es krim entah kenapa sudah hilang begitu saja. Ia sudah tidak bersemangat. Tapi mau bagaimana lagi, Elgo juga sedikit kasihan sama bapak penjual ini yang sedari tadi terlihat bingung dan kerepotan. Setelah dua es krim itu dibungkus dalam plastik, penjual itu menyerahkannya pada Elgo dan disambut Elgo dengan hati-hati. "Totalnya sepuh ribu rupiah mas," ucap bapak tua itu dengan sepasang senyuman yang lebarnya. Elgo berhenti sejenak, ia lupa tidak membawa dompet. Selepas pulang dari pos satpam untuk mengambil bekal titipan mamanya tadi, ia tidak sempat pergi ke kelas. Elgo berdecak singkat, lalu tatapannya beralih pada Sia. Merasa ditatap seperti itu, Sia sudah mencium aroma tidak mengenakan. "Dia yang bayar pak, uangnya banyak tuh," celetuk Elgo, lalu ia berjalan dengan santai, tangan kirinya menenteng plastik yang berisikan es krim itu. Sia melototkan matanya, kenapa dirinya yang jadi rugi seperti ini? Bukannya Elgo janji mau mentraktir dirinya, bukan? Elgo benar-benar menyebalkan. Berkata seenak jidat, Sia mau tak mau harus membayarnya, merelakan uang sepuluh ribu itu. Lihat saja, ia akan meminta ganti rugi es krim ini nanti. *** Wajah Elgo cemberut, tetapi ia terus saja melangkah menuruni tangga untuk pergi ke parkiran. Bel pulang sekolah sudah mengomando para siswa dan siswi untuk pulang ke kediaman masing-masing. Tak terkecuali dengan Elgo. Hanya saja, ia begitu kesal pada Bu Cinta, hanya karena Elgo telat memasuki kelas, ia tidak bisa mengikuti pelajaran dan harus berdiri di depan kelas dengan satu kaki naik ke atas seraya kedua tangannya harus menjewer telinganya sendiri. Menyebalkan sekali. Padahal Elgo terlambat masuk bukan karena ia sengaja, dirinya memang baru sampai setelah mengantar Sia mengambil buku tugasnya. Sudahlah, ini sudah telanjur terjadi. Namun, tak bisa di mungkiri, perasaan Elgo masih kalut, ia terus berjalan dengan tergesa, setelah sampai di parkiran, ia pun langsung mencari keberadaan motor vespa kesayangannya. Walaupun begitu, Elgo sama sekali tidak malu. Ia sebenarnya juga bisa menaiki motor besar seperti teman-temannya yang lain. Hanya saja ia sendiri yang malas, lagipula motor tua ini peninggalan sang kakek. Elgo suka mengendarainya. Tetapi, Elgo sesekali masih memakai motor besar miliknya. Memang tidak terlalu sering, itu hitung-hitung hanya untuk memanasi motor agar tidak rusak. Sebenarnya, Elgo tidak meminta untuk dibelikan motor ninja itu, semua ini hanya keinginan Yahya—sang ayah—yang mendesak dirinya untuk menurut padanya. Oleh karena itu, Elgo tidak berani menolaknya. Toh, keberadaan motor ini kadangkala dibutuhkan juga. Misalnya saat motor Vespa tuanya rusak dan butuh beberapa hari untuk diperbaiki. Setelah menemukan motor Vespa berwarna hitam arang itu, Elgo segera menungganginya, tak butuh waktu lama untuk ia pergi dari parkiran. Elgo ingin sekali merebahkan tubuhnya di kasur empuknya, ia rasa kegiatan itu sedikit mengurangi stress dan rasa penat yang hari ini ia lalui. Setelah kurang lebih dua puluh menit mengendarai motornya di jalanan yang penuh dengan debu dan suara bising dari kendaraan besar, akhirnya Elgo menghela napas, ia sudah sampai di rumahnya. Dengan segera Elgo memakirkan motornya di garasi. Selepas motor vespa itu terparkir sedemikian rupa dengan baik, Elgo lekas beringsut dari sana. Disela langkah kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai dua, tiba-tiba mata Elgo menemukan mamanya yang sedang berada di dapur, Elgo berhenti sejenak, memandangi wanita itu yang sudah tidak muda lagi. Senyum Elgo terbentuk dengan manis, ia kemudian berjalan menghampiri mamanya. Entah sebab apa ia berjalan ke arah dapur. Setelah berdiri dibelakang wanita paruh baya itu, Elgo menarik napasnya lalu dilanjutkan memeluk tubuh mamanya yang ramping. Lengan tangannya melingkar dengan sempurna di pinggang mamanya, senyumannya tidak mau hilang dari wajah tampannya. Tak lupa pula, Elgo meletakan dagunya di bahu mamanya itu. Sesekali ekor matanya melirik ke arah tangan mamanya yang masih dengan cekatan memotong buah pepaya. "Kamu kok tiba-tiba meluk mama gini? Jangan bilang kamu mau sesuatu dari mama, ngaku kamu?" ucap Indah, tak lain dan tak bukan adalah mama dari Elgo. Mendengar penuturan dari sang mama, Elgo segera merotasikan matanya dengan malas, mamanya ini benar-benar menyebalkan. Memangnya apa salahnya seorang anak memeluk mamanya? Oke, Elgo memang jarang melakukan hal manis seperti ini, namun entah kenapa dan dapat hidayah dari mana ia melakukan hal seperti itu sekarang. "Memangnya nggak boleh Elgo meluk istri sendiri?" celetuk Elgo, bermaksud becanda. Ia semakin erat melingkarkan tangannya. Dia akui, posisi yang sekarang dilakukannya membuat d**a Elgo menghangat, ia begitu santai dan sangat nyaman. "Istri? Kamu istri mama?" Indah tersenyum dengan gigi putihnya yang diperlihatkan. Kemudian ia menggelengkan kepalanya, anaknya ini selalu saja membuat suasana hatinya semakin membaik, ia tersenyum begitu lebar sembari mengusap-usap pipi Elgo dengan penuh kasih sayang. "Eh, maaf. Maksudnya mama itu bidadari Elgo yang paling jelek dan menyebalkan." "Apa?!" Elgo berdecak, lalu kembali berkata, "ih mama motong ucapan Elgo. Padahal Elgo kan, belum selesai. Ngeselin banget nih mama," ucap Elgo sembari cemberut, bibirnya yang berwarna merah muda itu maju beberapa senti ke depan. Dagu Elgo masih setia bertengger di pundak mamanya. "Ya udah, lanjutin." "Mama itu paling jelek saat bangun tidur, dan mama paling nyebelin kalo lagi marah-marah sama Elgo." Indah mengangguk sekilas, lalu ia berjalan untuk mengambil piring. Setelah benda itu sudah berada digenggaman tangannya, ia kemudian beringsut ke tempat semula. Elgo sudah melepaskan pelukan itu. Kini ia menatap mamanya dengan senyuman yang paling bahagia. Indah sudah membuat hatinya sejuk. Wanita itu tidak kenal kata lelah, Elgo harus bersyukur memiliki mama yang baik dan selalu sayang kepadanya. "Mama marah sama kamu kalo kamu nakal dan rewel, makanya kamu harus nurut sama mama biar mama nggak sering marahin kamu, paham?" ucap Indah sambil melirik Elgo sekilas, lalu tak lama setelahnya ia kembali ke kegiatan semula. Elgo berdecak lagi, ia tidak suka jika mamanya menyebut kata nakal, apalagi apa tadi? Rewel? Kata macam apa itu? Memangnya Elgo bayi kecil yang patut dibilang rewel? Ish, menyebalkan sekali. "Oh iya, ma. Mama mau awet mudah nggak? Elgo soalnya pernah baca di internet agar wajah selalu cerah tanpa kerutan. Nah mama, kan udah sedikit kelihatan tuh kerutan di wajah, mama mau tahu nggak caranya gimana?" goda Elgo pada Indah, ia menaikturunkan alis tebalnya, dan usahanya sama sekali tidak mengecewakan, Indah tampak berbinar, raut wajahnya menatap Elgo penuh antusias. Elgo sampai tak bisa menahan senyuman lebarnya. "Emang caranya gimana? Iya nih, mama mau, soalnya kulit mama udah mulai lembek dan nggak kenceng kayak dulu lagi. Butuh perawatan, perempuan mana yang nggak mau awet muda? Kasih tahu mana lah Go, biar papa kamu makin cinta dan sayang sama mama," kata Indah panjang lebar. Wanita setengah baya itu sungguh ingin mendengar perkataan Elgo selanjutnya. "Caranya gampang banget, Elgo yakin mama bakal mampu ngadepinnya." "Emang apaan?" Sebelum menjawab, Elgo menghela napas sejenak, lalu sedetik kemudian ia berkata, "Mama nggak boleh keseringan marah- marah sama Elgo, emang mama nggak tahu kalo orang yang sering marah-marah nggak jelas itu bakal bikin muka kelihatan cepet banget tua? Ya kayak mama ini, makanya jangan sering ngelakuin hal macam itu. Tuh lihat, muka mama kelihatan tua banget, kalo nggak mau terlambat, mulai sekarang juga mama nggak boleh marah sama Elgo, deal?" Elgo menaikkan satu alisnya ke atas, lalu tangan kanannya terangkat ke udara, berniat menjabat tangan Indah untuk meminta kesepakan. Elgo rasa, ucapannya tadi tidak ada yang salah, kalau orang sering marah, bukannya memang bikin muka kelihatan cepat tua, bukan? "Apa kamu bilang?! Sini kamu, kurang ajar banget sama mama! Hei, mau ke mana? Mama mau kasih kamu pelajaran, jangan kabur!" Elgo sudah lari terbirit-b***t, meninggalkan Indah dengan amarah yang memuncak. Tawa Elgo masih mengudara dengan kencang, ia sudah menaiki anak tangga dan pergi ke area kekuasaannya. Kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD