17. Kedatangan Bos Besar

1782 Words
Sejak diadakan pertemuan kedua tadi pagi suasana salon cukup berbeda. Shandy lebih terlihat banyak diam. Tidak seperti biasa yang selalu mencela kerja Romi. Shandy yang selalu menganggap kerja Romi tidak dengan tangan kosong, kali ini Shandy lebih banyak tutup mulut. Satu per satu tamu mulai berdatangan. Dari mulai potong rambut hingga perawatannya. Karyawan salon kembali mulai disibukkan. “Sir gunting siapa?” Tanya Irsan pada Norma usai mencuci rambut tamu. “Shandy tolong gunting!” Norma dengan intonasi cukup tinggi agar suara terdengar hingga ke telinga seluruh karyawan. Suara hair drayer yang cukup menutup pendengaran dalam salon, membuat Norma harus bisa mengeluarkan suara keras. Hal ini dilakukan agar karyawan bisa mendengar panggilan Norma. “Shandy!” Panggil Norma untuk kedua kalinya. “Lewong Sir, masih peges tamara!” Ucap Shandy dengan nada cukup tinggi pula. “Masih peges tamara Mbak, lewong.” Siti menyampaikan perkataan Shandy, kalau-kalau Norma belum mendengarnya. “Romi tolong gunting!” Perintah Norma pada Romi karena Shandy tak bisa. Shandy memang tengah sibuk memegang tamu yang sedang meluruskan rambutnya atau biasa disebut smoothing apa rebonding. Waktu pelurusan rambut memang cukup lama kurang lebih empat jam. Sebenarnya saat menunggu obat meresap bisa ditinggal mengerjakan pekerjaan lain. Shandy kebetulan sedang mengoles obat step 1 yang memang tak boleh lama-lama. Waktu pengolesannya harus cepat dan tak boleh ada yang ketinggalan. Karena pengolesan step 1 harus benar-benar merata agar hasilnya maksimal. Pengaplikasian obat pun dilakukan selapis demi selapis menggunakan sisir khusus. Setelah dioles menggunakan sisir khusus, baru diratakan dengan menjepit bagian rambut tadi dengan telunjuk dan jari tengah . Mulai dari pangkal rambut hingga ujung secara berulang ke arah bawah hingga lurus. “Mas, tadi Mas e ngomong opo to Mas? Lewong tamara opo tadi?” Tanya mbak-mbak yang sedang dipegang rambutnya oleh Shandy. “Oh yang tadi Mbak, itu bahasa salon artinya lewat kasir, masih pegang tamu.” Ucap Shandy menjelaskan. “Lucu ya bahasa salon. Itu awalnya dari mana sih Mas kok bisa ada bahasa salon begitu?” Tanya tamu lagi. “Kurang tahu juga, itu kan sebenarnya bahasa bancii. Bahasa itu sebenarnya khusus dipakai di dalam salon, supaya percakapan yang tidak seharusnya diketahui umum bisa tetap ditutupi. Misalnya kata-kata yang kurang sopan di dengar.” Shandy kembali menjelaskan. “Tapi asyik juga ya di dengar. Lewong, temong, apa lagi Mas tadi crembong. Kayaknya cuma diganti ong-ong aja ya Mas?” Tanya mbanya lagi masih penasaran. “Ya gak semua diganti ong-ong si Mbak! Kaya gentes kan gunting. Banyak kok Mbak!” Jawab Shandy sembari mengoles step 1 obat smoothing. “Tapi kayaknya kalau kerja di salon itu senang terus yo Mas. Okeh guyone.” Mbaknya terus mengajak Shandy ngobrol. “Iya Mbak. Maaf Mbak apa tadi bilang o... okeh apanya?” Shandy balik bertanya. Shandy yang baru beberapa hari di Yogya belum mengerti bahasa Jawa. “Okeh guyone maksudnya banyak bercandanya. Soalnya kalau saya pas ke salon pasti pada ketawa-ketawa saling bercanda. Jadi kita itu ikut seneng. Loh, memang Mas e orang mana, bukan orang Yogya po?” Tanya mbaknya balik. “Bukan Mbak, saya dari Palembang.” Shandy tersenyum kecil. “Welah uwadoh yo Mas. Jauh. Kok bisa sampai Yogya itu gimana ceritanya Mas?” Si mbak dengan campuran logat Jawa. “Iya cabangnya kan banyak. Jadi kita diroling gitu Mbak.” Shandy sembari menjelaskan. “Oh gitu, ada di mana saja itu cabangnya? Berarti salon gede ya?” “Banyak sih Mba. Pusatnya kan di Jakarta, cabangnya kebanyakan di kota-kota besar. Misal Jakarta, Bandung, Yogya, Surabaya sama luar pulau juga ada.” Shandy menjelaskan. “Banyak juga ya, tapi kalau Masnya diroling gitu ongkos sendiri apa dari perusahaan?” “Kalau diroling dibiayai perusahaan. Tapi kalau kita sendiri yang minta pindah ke mana, kita ongkos sendiri.” “Oh bisa to minta dipindah ke mana? Enak dong bisa jalan-jalan, banyak pengalaman juga.” Mbak tak berhenti bercakap. “Bisa. Cuma dilihat juga sih, cabang yang diminta itu lagi penuh gak. Kalau misalnya penuh ya gak bisa mesti nunggu. Soalnya kan kasihan kalau kebanyakan karyawan. Iya kalau salonnya ramai terus.” “Bukannya malah senang kalau banyak orang, jadi kan gak terlalu capek!” Tanya mbaknya terus. “Ya kita kan sistemnya per kepala Mbak. Jadi komisinya, kita pegang apa hari ini. Semakin banyak yang kita pegang, semakin banyak pendapatan kita.” Shandy terus memberi penjelasan. “Ya kasihan dong kalau kebanyakan karyawan sementara salon sepi.” “Makanya tiap cabang sudah diatur jumlah karyawannya tergantung dari pendapatan cabang itu. Semakin ramai cabang semakin banyak karyawannya. Begitu sebaliknya kalau cabang sepi karyawannya sedikit.” Shandy menjelaskan. “Jadi tiap karyawan beda-beda bayarannya ya?” Tanya mbaknya lagi. “Iya Mba. Oh ya Mba ditunggu sebentar ya didiami dulu!” Shandy telah selesai mengoles step 1, dan kini si tamu harus menunggu lagi hingga obat meresap. “Oh ya Mas. Berapa lama ini Mas?” Tangan kanan tamu menunjuk ke arah rambutnya. “Nanti dua puluh menit saya lihat lagi Mbak. Saya tinggal dulu ya Mbak!” Shandy berlalu meninggalkan tamu. *** Salon kembali sepi setelah tadi sempat penuh dan hampir ditolak karena semua karyawan tengah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Untung saja si tamu dengan sabar mau menunggu. Dan akhirnya tamu pun bisa dipegang semua tanpa ada penolakan. “Mana ini temong, tadi sampai mengantre-antre. Sekarang satu aja gak ada!” Ucap Irsan sendiri. “Sabar Cong, kau ini nanti kalau ramayana kau mengeluh bilang capung! Giliran sepoi teriak-teriak gitu!” Jawab Norma mencela. ( ramayana : ramai, capung : capek, sepoi : sepi ) “Iya Mas Irsan ini, disyukuri aja. Ini tandanya kita suruh istirahat dulu. Tadi kan sudah sempat ramai.” Siti menimpali. “Alhamdulillah. Iya Ustazah Siti.” Jawab Irsan menyambung ucapan Siti. “Eh mumpung sepi, aku mau cari mekong dulu ya Teh? Ada yang mau mekong juga gak, bareng yuk, aku tuh males sendirian!” Romi menawarkan makan bareng. ( mekong : makan ) “Bareng ekek aja!” Shandy menawarkan diri. Romi tak percaya dengan suara tadi. Apa benar ini Shandy yang menawarkan diri. Karena selama ini, Shandy lah yang sepertinya paling tidak suka dengan kedatangan Romi. Jangankan untuk menawarkan pergi bareng, ngobrol aja sepertinya Shandy malas. “Kamu? Ayuk atuh!” Romi mengerutkan dahinya. Shandy mengangguk mengiyakan. “Eits... tunggu! Kau jangan pergi berdua! Kau kan sama-sama stylist, nanti kalau ada tamu siapa yang mau pegang! Gak-gak, sama yang lain aja!” Norma tak mengizinkan. Memang stylist di DN Salon Yogya baru dua orang. Dan kalau pergi dua-duanya siapa yang akan merawat tamu. Sementara di dalam hanya ada CR dan kapster. CR hanya bisa cuci rambut, creambath serta perawatan kuku. Sementara kapster bisa potong rambut tapi gak bisa styling. Mau gak mau Romi dan Shandy harus bergantian sembari nunggu stylist baru datang lagi. “Ah kau ini Sir, sekali-kali kasih izin mereka pergi kenapa? Biar mereka makin dekat!” Ucap Irsan pada Norma. “Tinta!” Norma dengan menggeser bola mata ke arah Irsan. “Udah gak papa. Aku sendiri aja Teh!” Jawab Romi. “Tuh yang bersangkutan aja gak masalah! Kau yang ribet!” Tangan kanan Norma menunjuk Irsan. “Kasirun aja yang gak pengertian!” Irsan tak mau kalah. “Wis to! Sudah gak usah dilanjut!” Ucap Siti menengahi. “Iya Uztazah Siti.” Jawab Irsan tersenyum renyah. “Mas Irsan ini, selalu saja bilang ngono kuwi.” Siti tersipu. Romi pun akhirnya ke luar sendiri untuk mengisi perutnya yang sudah mulai keroncongan meminta jatah. Meski tak mendapat izin dari Norma untuk pergi bersama Shandy, Romi merasa senang karena Shandy sudah bisa sedikit menerima Romi. *** Di saat tak ada pengunjung salon, seorang laki-laki muda dengan penampilan stylist namun gayanya gemulai mendatangi meja kasir. “Sir, temong!” Teriak Irsan memanggil Norma yang sedang ke belakang sebentar. “Selamat sore Mas, mau perawatan apa?” Sapa Irsan tanpa memperhatikan wajah si laki-laki muda tadi. “Selamat sore! Memang kasir kamu ke mana kok kamu teriak-teriak begitu kaya di hutan!” Ucap laki-laki sedikit ketus. “Kasirnya lagi ke kamar mandi sebentar. Maaf Mas, kalau gak teriak nanti gak dengar!” Ucap Irsan berusaha membela diri. “Kamu kan bisa memanggilnya pelan-pelan. Didekati dulu, atau kamu minta tolong teman kamu yang menganggur untuk memanggilkannya.” Laki-laki tadi menasihati Irsan. Irsan merasa janggal dengan ucapan laki-laki di depannya. Karena selama ini tak ada tamu yang bermasalah meski dia ataupun Norma suka berteriak memanggil salah satu temannya. “Pak Danu.” Norma menjabat tangan kanan laki-laki tadi. Norma juga terlihat sangat menghormati laki-laki ini. Irsan jadi penasaran, Irsan pun berusaha memperhatikan wajah laki-laki di depannya. Irsan cukup terlonjak setelah memahami dengan jelas wajah laki-laki yang barusan berbicara di meja kasir dengannya. Ternyata laki-laki tadi adalah bos besar atau pemilik DN Salon. Danu pun berjalan ke belakang lalu mengambil kursi tamu untuk diduduki. “Bisa kumpul sebentar! Yang lain ke mana, kok cuma segini?” Laki-laki muda tadi atau Danu mencari keberadaan Romi yang tak terlihat. “Sedang ke luar makan Pak.” Jawab Norma. “Ya sudah kita tunggu sebentar! Gimana salonnya, kok bisa gak ada tamu begini?” Tanya Danu sembari memandang sekeliling salon. “Tadi ramai Pak, ni baru saja sepi.” Norma berjalan mengambil buku tamu untuk diperlihatkan pada bos besarnya. Tak lama Romi pun muncul. “Kamu dari mana?” Tanya Danu pada Romi. “Makan Da... Pak.” Romi ingat ini tempat kerja. Romi harus bisa menyesuaikan tempat dan situasi. Bagaimanapun Danu adalah bos besarnya. Jadi saat ini Romi dan teman-temannya sama, karyawan Danu. “Saya kecewa dengan kejadian kemarin! Kalian kan satu cabang, harus bisa bekerja sama, bukan untuk saling menyaingi! Saya tak ingin kejadian kemarin terulang, atau kalian mau saya mutasi ke tempat yang sangat sepi?” Ucap Danu kecewa. “Tidak Pak.” Jawab karyawan serentak. “Iya sudah tolong minta kerja samanya ya! Anggap salon ini sebagai rumah kalian! Teman-teman kalian sebagai saudara, bukan saingan! Jadi kalian bisa nyaman dalam bekerja. Kalian kan sudah jauh-jauh kerja di sini, jadi kalau bukan teman siapa lagi yang akan menolong kalian kalau kalian kenapa-kenapa!” Danu menasihati lagi. “Iya Pak. Maafkan kami.” Ucap Shandy. Shandy merasa dia yang telah memulai masalah ini. “Sekarang saya minta omzet salon tolong tingkatkan! Kemarin juga merosot tajam, ada apa dengan kalian? Mana pendapatan seperti di awal-awal salon buka? Tolong tingkatkan lagi!” Ucap Danu meminta. “Baik Pak, kami akan berusaha.” Jawab Norma. “Oh ya saya juga sudah menyetujui promo yang kalian ajukan. Saya setuju kalau perawatan mencapai dua ratus ribu gratis creambath biasa pendek. Jadi kalau rambut panjang tambah lagi sama bayar blow nya! Kalian maksud gak?” “Iya Pak.” Jawab karyawan serentak. “Satu lagi, saya sudah tentukan supervisor yang akan mengatur dan memegang salon di sini. Saya minta Romi tolong kamu atur salon dengan baik! Saya percaya sama kamu.” Danu menunjuk Romi. “Saya Pak, apa gak Teh Norma aja?” Romi merasa tak pantas. “ Saya mau kamu, kamu pasti bisa! Urusan kasir tetap Norma! Itu saja yang akan saya sampaikan! Mohon kerja samanya ya, kalau ada apa-apa konsultasi saja pada Romi. Bicarakan pada Romi. Karena saat ini Romi adalah hairstylist sekaligus supervisor DN Salon cabang Yogya! Saya masih banyak urusan, saya akhiri sampai sini! Romi kita bicara sebentar ya!” Danu dan Romi pun ke luar berdua untuk membicarakan masalah salon. Danu juga ingin melihat perkembangan Romi selama dia di Yogya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD