Mereka menghabiskan sisa hari dengan saling mencumbu. Belum tentu ada esok untuk keduanya. Malam itu Zea nggak kembali ke penginapan saking lelahnya. Dia memilih menginap di pelukan Dean. “Kalau aku ketauan gimana?” tanya Zea lirih. “Ketauan apa?” “Menginap di sini.” “Tenang saja. Nggak ada yang menyadari ketika kamu masuk ke rumah ini,” katanya sambil mengusap punggung Zea yang terbuka. “Besok keluarnya gimana?” “Kamu ini, seperti bukan si nomor satu saja. Bukannya si nomor satu itu jago menyamar ya?” Zea mendengkus. Benar juga. Dia kalau sudah berada di pelukan Dean, seperti bukan Zea yang biasa saja. Dia seperti kehilangan seluruh kekuatan dan kemampuannya. Zea yang ada di sisi Dean bagaikan perempuan lemah yang bergantung pada pasangannya. “Kamu itu kasih efek buruk buat aku,”