Petak umpet

1836 Words
Pagi itu setelah selesai berbenah dan sarapan, pasangan baru Gibran dan Mikhayla memutuskan berjalan-jalan untuk berkencan. Kali ini Gibran yang membonceng Mikhayla karena tempat yang mereka tuju tak jauh dari hotel yang mereka tempati. " Agak sepi ya? kalo lihat review-nya di internet sih ini salah satu tempat wisata favorit." Gibran berdecak heran begitu memasuki area wisata. " Ck....lupa ingatan atau gimana sih? kan kita kesini pas weekday....helloooo.....ya agak sepi lah! mau rame ya kesini pas weekend!" Mikhayla tak tahan untuk tidak berkomentar nyinyir pada Gibran. Gibran hanya melirik gadis di sampingnya dan kemudian tersenyum. " Oh iya ya....lupa! he he he...yaudah ayo masuk. Hari ini aku pengen seharian kencan sama pacar baru aku ini." ujar Gibran lebay. Mikhayla langsung menengok ke arah Gibran dengan bibir memicing ke atas, " Nggak usah lebay...orang tiap hari juga ketemu aja lebay! salah jawab kayaknya gue kemaren malem! Napa ini orang jadi lebay gini!" nyinyir Mikhayla yang berjalan masuk meninggalkan Gibran yang terkejut dengan reaksi Mikha. " Wah....bener-bener deh, sifatnya bener-bener bikin jantungan. Untung gue sayang." ujar Gibran pada dirinya sendiri sambil bergegas menyusul Mikhayla yang sudah jauh di depan. 3 Minggu sudah Gibran dan Mikhayla menjalin hubungan tak biasa. Dan sampai detik itu tak ada yang mengetahui hubungan mereka, Mama Vita dan papa Rendra pun berhasil mereka kelabui. Memang, di depan mama dan papa mereka dekat seperti selayaknya saudara. Kadang bertengkar, bercanda, saling ledek, sama-sama mengusili, berdamai tapi di mata mama dan papa interaksi mereka berdua masih cukup wajar. Tapi bila hanya mereka berdua atau ketika mama dan papa kembali ke rumah eyang, Gibran selalu menempel pada Mikhayla seperti di tubuhnya ada lem. Setelah acara wisuda Mikhayla memutuskan untuk tinggal di Surabaya terlebih dahulu sebelum memikirkan langkah hidup selanjutnya. Padahal beberapa hari sebelum wisuda Gibran dan mama sudah membujuknya untuk ikut kembali ke Jakarta. " Aku mau ngurus usaha dan kerjaan aku di sini dulu ma, Mikha nggak bisa begitu aja ninggalin apa yang papa Mikha mulai. Mikha juga nggak bisa terus-terusan minta tolong mas Joe buat ngehandle semua kerjaan Mikha. Mikha harap mama ngerti." tegas Mikha malam sebelum mama dan papa Rendra kembali ke Jakarta. " Tapi Mikha....mama berharap kamu bisa ikut mama tinggal di Jakarta, mama ingin menghabiskan waktu mama dengan anak mama." Rajuk mama Vita. Mikhayla hanya memutar bola malas mendengar rajukan mama Vita, meskipun dia juga ingin bersama mamanya tapi dia masih punya kewajiban di sini. " Ambil liburan aja dulu barang seminggu, gue rasa mas Joe juga nggak keberatan kalo elo tinggal seminggu." kini Gibran ikut bersuara, Mikhayla langsung melotot ke arah Gibran, tapi Gibran sedikitpun tidak bergeming. " Sudah....menurut papa ada benarnya juga Mikha di sini dulu. Bukankah semenjak kita menikah dia jadi harus menangguhkan kewajibannya di sini? papa rasa mungkin saat ini cafe dan restoran lagi musim rame-rame nya. Jadi tidak mungkin bisa di tinggal begitu saja, toh Jakarta Surabaya juga bisa di tempuh 2 - 3 jam-an kan kalau naik pesawat?" ujar papa Rendra menengahi, seulas senyum terbit di bibir tipis Mikha kemudian ia mengangkat tangannya untuk melakukan TOS dengan papa Rendra. " Wah....papa Rendra pengertian banget sih....iya sih pa, emang lagi banyak-banyak nya bookingan. Jadi aku kasihan sama mas Joe kalau ngurusin sendiri." timpal Mikha dengan nada senang. Papa Rendra hanya tertawa menanggapi Mikha yang dengan cueknya melanjutkan makannya, mama Vita dan Gibran pun hanya bisa pasrah bila papa sudah memutuskan. " Ma, mumpung masih ingat, ini undangan dari mas Joe. 2 Minggu lagi acaranya, Tante Mira berharap mama bisa datang. Kangen banget katanya." ujar Mikha sambil menyerahkan undangan pada mama Vita yang langsung membukanya. " Baiklah, mama usahakan datang di acara nikahnya Joe." lanjut mama Vita yang di angguk'i oleh Mikha. " Jadi mama paham kan kenapa Mikha nggak bisa ikut balik dulu?" sindir Mikha lebih kepada Gibran yang sedari tadi menatapnya tajam. " Iya deh....yaudah habisin. Besok anterin mama, papa dan Gibran ke bandara." putus mama Vita yang dilanjut menyelesaikan acara makan malam mereka. Ceklek...suara pintu kamar Mikha terbuka. Mikha yang sedang asyik nonton drakor dan memakai earphone tak menyadari ada seseorang yang masuk ke kamarnya diam-diam. Sebuah tangan tiba-tiba melepas paksa earphone Mikha dan membuat Mikha terkejut, Mikha yang akan berteriak mengurungkan niatnya ketika bibir tipisnya di bungkam dengan ciuman lembut Gibran. " Gibraaaannn!!!! gila ya! bikin orang jantungan aja tau! aku kira maling." omel Mikha begitu Gibran melepaskan tautan bibir mereka. Gibran hanya tersenyum mendengar Omelan gadis yang merengut di depannya itu. " Ya emang sengaja ngagetin kamu, kan habis ini kita LDR. Aku mau puas-puasin disini sama kamu. Emang nggak boleh? hhhmmmm???" tutur Gibran yang asyik memainkan jarinya merapikan anak rambut Mikha. " Ya....ya....boleh, cuma jangan bikin kaget. Minggir dulu gih," usir Mikha terbata menahan malu. Gibran tersenyum melihat perubahan wajah gadis yang kini jadi pacarnya itu, dia senang melihat wajah Mikha jadi blushing dan telinganya pun ikut memerah. Sebelum gadis itu mendorongnya dari bawah Gibran pun bangkit dan menepi memberi jalan Mikha untuk bangkit. Mikha mempause drama yang sedang dia tonton dan menepikan laptopnya serta menyimpan earphone di atas meja kerjanya. Gibran terus memperhatikan gadis itu sampai gadis itu menyelesaikan aktivitasnya dan duduk di sofa kamarnya. Gibran mengikutinya dan duduk di samping gadis yang kini beralih menyalakan tv. " Kenapa kok cemberut terus sih? nggak rela ya aku tinggal balik ke Jakarta?" goda lelaki itu yang kini duduk di samping Mikhayla. " Pede banget, kalau mau balik ya balik aja, toh yang kangen juga kamu. Bukan aku." tanpa menoleh Mikha mengejek Gibran. " Ah yang bener? terus kemarin siapa yang ngechat dan telpon kangen pas aku tinggal balik 2 Minggu?" sindir Gibran balik. Mikhayla tak bisa membantah memang kemarin dia merasa rindu teramat sangat. Melihat tak ada jawaban atau bantahan dari gadis yang sok cool di sampingnya, Gibran pun kembali menggodanya. " Benaran kamu nggak bakal kangen aku? di sana aku pasti sibuk banget lho sampe makan aja aku bisa lupa." bisik Gibran di telinga Mikhayla membuat gadis itu merinding. " Iyalah...! oh iya, sebenarnya ini sedikit ganggu pikiran aku sih..." , " Apa? bilang aja." ujar Gibran dengan nada serius. " Pernah nggak kamu mikirin gimana kalo mama, papa dan eyang tau hubungan kita?" tanya Mikha dengan nada serius. Gibran pun terdiam dan bingung harus menjawab apa, karena dia sendiri juga bingung. Dalam diam Gibran menarik Mikhayla kepelukannya dan mencium keningnya lembut. " Aku juga nggak tau, yang jelas mereka pasti syok dan mungkin marah besar pada kita. Tapi apapun yang terjadi kita pasti bisa melewatinya." ujar Gibran pada akhirnya. Mikha diam, tapi entah kenapa ada banyak hal yang menggelitik otaknya untuk mengeluarkan isi pikirannya. " Apa kamu pernah mikirin hubungan kita akan di bawa kemana? jujur saja usia kita juga makin lama makin bertambah. Dan aku yakin mama, papa apalagi eyang pasti menuntut kita untuk menikah. Tanpa mereka peduli dengan siapa kita mereka. Entah di jodohkan atau kita menemukan sendiri. Itu pasti, apalagi kamu! pasti lebih dituntut oleh eyang untuk segera menikah. Atau jangan-jangan eyang sudah menjodohkan kamu diam-diam." lanjut Mikha dengan lugas. Gibran hanya terdiam mendengar penuturan Mikha yang tak ia duga itu. " Jujur aku belum memikirkan hal itu, karena yang penting untukku saat ini kita bisa selalu bersama seperti ini saja sudah cukup. Tapi untuk masalah dengan siapa kita menikah sebenarnya ada yang harus kamu ketahui." jawab Gibran. Mikha menghentikan jarinya yang sedari tadi bermain di perut Gibran, dan mendongak menatap wajah Gibran yang berubah serius. " Sebenarnya aku pernah punya tunangan. Dia teman SMA aku dan Dylan. Dulu aku, Dylan dan Karina berteman akrab. Aku tak tau bila aku di jodohkan dengannya, setelah tau aku menentangnya dan dengan tegas menolak. Tapi eyang tak mau tau dan terus memaksakan kehendaknya, tanpa ku tau ternyata Karina juga menyetujui perjodohan itu dan sialnya Dylan diam-diam mempunyai perasaan pada Karina. Sejak itu Dylan beranggapan aku merebut gadis cinta pertamanya dan perlahan-lahan dia mulai berubah. Jadi sering keluar masuk club, mabuk-mabukkan, Gonta ganti cewek, dan menganggap aku sebagai rivalnya. Padahal aku sendiri sudah menolak dan yang membuatku lebih kesal lagi, sikap Karina berubah drastis seakan-akan dia benar-benar sudah jadi istri ku.". " Tanpa malu dia bermanja, memeluk dan berkoar-koar di mana-mana bila kita bertunangan. Meskipun aku terus menerus menolaknya dan mengusirnya. Lelah dengan sikap Karina di tambah dengan sahabat terdekatku mulai memusuhiku akhirnya aku kabur. Aku benar-benar kabur dan pindah sekolah dimana tidak ada yang menemukan ku Sampai akhirnya lulus SMA.". " Jangan tanya eyang atau papa tak mencariku, eyang mati-matian mencari ku. Tapi dengan bantuan papa aku bisa terus bersembunyi sampai aku menyelesaikan masa SMA. Dan eyang akhirnya menemukanku ketika aku melanjutkan kuliah di Amerika." cerita Gibran panjang lebar yang membuat Mikha terkejut. " Seriously? lalu bagaimana nasib tunangan kamu sekarang? Dylan itu Dylan yang sama si nenek sihir maksud kamu?" tanya Mikha penasaran sekaligus cemburu. Gibran menatap Mikha sekilas dan menariknya kembali untuk bersandar di dadanya. " Iya benar, Dylan yang kumaksud si Dylan yang bersama nenek sihir itu. Dan si tunangan itu, kita sudah tidak berhubungan lagi. Kita sudah putus, ketika aku mencoba menerimanya aku menemukan dia sedang b******u dengan lelaki lain yang tak ku kenal. Setelah aku kembali dari Amerika teman-temanku seperti Axel, Zayn dan Reza terang-terangan kasih tau aku gimana keadaan selama aku kabur. Tanpa terkecuali," jeda Gibran mengambil nafas. " Ya aku sadar kadang tindakan dan cara berfikir mereka kadang masih kekanakan, tapi di satu sisi mereka juga teman yang setia. Dan yang bikin aku terkejut mereka berkata dengan membawa bukti. Ya, setelah itu aku memutuskan pertunangan yang dari awal nggak aku setujui sepihak." tutup Gibran yang kini beralih tidur di pangkuan Mikha yang terlihat syok. " Apa papa dan eyang tau bila kamu memutuskan pertunangan itu?" tanya Mikha penasaran. " Semua orang tau, kecuali eyang. Karena cewek itu pilihan eyang. Dan sampai sekarang eyang belum tau gimana bila kami Uda selese. Aku dan papa cari waktu yang tepat untuk bicara sama eyang. Melihat kondisi kesehatan eyang yang tidak terlalu bagus." jawab Gibran dengan nada pasrah. Mikha hanya mengangguk paham dan berusaha tidak memikirkan masalah itu. " Nikahannya si Joe aku usahain datang. kamu dandan yang cantik ya..." goda Gibran setelah sekian lama kebisuan menyelimuti mereka berdua. Mikha yang terlarut dengan acara tv hanya terbengong. " Hah...aku besok jadi bridesmaid kok. Aku sepertinya bakalan sibuk banget deh sebulan besok." terang Mikha. " Wah bakalan dandan cantik dong pacar aku ini. Iya aku paham, kamu disini ada tanggung jawab juga. Jadi aku juga nggak bisa maksain kehendak aku bawa kamu ke Jakarta." timpal Gibran. " Sebenarnya sebelum wisuda kemarin aku di tawari beberapa perusahaan dan hotel. Aku berminat sih pada beberapa hotel, tapi tanggung jawabku juga penting." lanjut Mikha kemudian membuat Gibran berjingkat kaget. " Kok nggak bilang? kan bisa di bicarain sama mama dan papa. Sini aku lihat aplikasinya dulu." Mikha pun bangkit menuju meja kerjanya yang di sudut ruangan dan mengambil setumpuk amplop aplikasi perusahaan dan hotel. Gibran pun memeriksa dan membacanya satu persatu dengan teliti. " Gib, aku tidur duluan ya....ngantuk. Kalo Uda selese taruh aja di meja." pamit Mikha, Gibran yang fokus tak mendengar. Akhirnya Mikha tertidur di sofa tanpa mempedulikan jawaban Gibran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD