Saingan, maybe

1084 Words
Mikhayla dan mas Joe terlihat sibuk menyiapkan venue acara untuk acara ulang tahun salah satu teman SMA Mikha. Ya setelah sukses menggelar acara reuni di cafenya 3 Minggu yang lalu, kini secara otomatis banyak dari teman-temannya yang ingin membuat acara di tempat Mikhayla. " Gue perhatiin akhir-akhir ini elo beda deh Mik." tanya mas Joe penasaran. " Beda gimana mas? perasaan gue sama aja deh kek biasanya." sahutnya cuek. " Tuh....tuh....tumben-tumbenan elo pake lipstik! biasanya kalo nggak ada acara atau perform elo nggak bakal pake ginian. Tapi bagus juga sih! elo jadi kek cewek aja." sindir mas Joe setelah dengan santainya mencolek bibir adik sepupunya yang terpoles lipstik. " Ck...biasa aja kali mas! lagi pengen aja." sungut Mikhayla tak terima. Mas Joe menatap tajam gadis yang kini sibuk dengan ponselnya, " Tuh...biasanya elo cuek dan anteng-anteng aja kalo hape elo bunyi. Sekarang elo kelihatan semangat banget! elo punya pacar ya!?" tebak mas Joe dengan nada menyelidik. " Kepo!?" sentak Mikha lalu berjalan menghindar menuju lantai 2 cafenya yang juga di jadikan venue birthday party. Mas Joe hanya bisa menghela nafas kasar menghadapi adik sepupu yang di sayanginya ini. " Yaudah kalo elo nggak mau cerita sama gue! gue cari tau sendiri!" teriak mas Joe menyerah. Senja beranjak menuju malam, sang empunya pesta telah stand by di lokasi venue birthday party. Sementara Mikhayla di paksa oleh mas Joe dan mbak Sherly untuk berdandan, tamu-tamu undangan mulai berdatangan. " Nah gitu kan cantik. Meskipun nggak secara langsung terdaftar jadi tamu setidaknya elo hormati yang punya hajat. Sekalian promosi gitu buat cafe kita." cecar mas Joe yang secara tersirat bangga akan hasil karya mbak Sherly. Mikha memutar bola mata malas kemudian dengan cueknya langsung bangkit menuju lantai bawah cafe. Suasana cukup ramai, dengan memaksakan senyum Mikha menghampiri dan menyapa si empunya acara dan memberikan bouquet bunga yang tadi sempat di beli oleh mbak Sherly di perjalanan sebagai hadiah. " Selamat ulang tahun ya kak...semoga panjang umur dan bahagia selalu. Maaf gue nggak bisa kasih hadiah yang pantas." ujar Mikhayla basa basi. " Aaaahhh...elo jangan bilang gitu Mik, dengan elo bantu gue siapin acara ini, dekorasi dan makanan yang enak ini Uda cukup banyak buat gue. Makasih ya..." sahut gadis itu basa basi. Mikhayla hanya tersenyum kaku lalu pamit dengan alasan mengecek kelengkapan acara. Makin malam acara makin meriah, tiba-tiba saja dari arah keramaian terdengar suara riuh ketika seorang tamu datang. Mikha yang dari awal tidak berminat akan pesta ini pun menyingkir dan lebih tertarik pada ponselnya serta minuman di depannya yang baru saja di sajikan oleh Rio, bartender andalan di cafenya. " Bos, lagi jatuh cinta ya? dari tadi senyum-senyum sendiri mainin ponsel." celetuk Rio setelah dia selesai menyajikan minuman untuk tamu yang berdatangan. Mikhayla meliriknya dengan tajam dan mencibirnya " Kepo!?" lalu melanjutkan kegiatannya yang ternyata sedang berkirim chat dengan Gibran. " Ya... akhir-akhir ini gue lihat elu beda bos. Jarang marah-marah dan ngomel-ngomel. Kita jadi terheran-heran gitu." lanjut Rio. " Oh...jadi kalian lebih seneng gue marah-marah dan ngomel-ngomel gitu. Oke....besok gue marah-marah dan ngomel-ngomel lagi aja." sahut Mikhayla santai dengan nada tanpa dosa dan wajahnya yang datar. Rio yang mendengar itu hanya mencebik tapi setidaknya dia suka dengan perubahan bosnya ini. " Boring gue Yo, elo Uda beres kan kerjaannya?" tanya Mikha tanpa sedikitpun menatap Rio, " Uda dari tadi bos, ya paling cuma ngelayani request tamu aja. Emang kenapa bos?" tanya Rio penasaran. Dia sadar bosnya ini kadang-kadang sulit di tebak. "Main billiard yuk. Kangen gue. Uda lama nggak main." ajak Mikha yang kini menatap tajam Rio. Membuat pria itu jadi salah tingkah. " Yakin nih bos?" tanyanya meyakinkan, Mikha mengangguk malas. " Nggak usah GeEr, gue lagi cari temen main aja. Mau ngajak mas Joe tapi dia seksi yang paling sibuk. Kan cuma elo ini yang nyantai." cibir Mikha. Rio pun mengikuti mau Mikha dari pada bosnya itu badmood, malah berbahaya endingnya. Di saat mereka sedang asyik bermain billiard di pojokan dekat meja bar dan jendela pembatas antara area indoor dan outdor, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang terus mengawasi gerak gerik gadis berbaju merah yang ternyata adalah Mikhayla. " Bos, gue tinggal dulu ya, ada pesenan." pamit Rio yang dengan tergesa menuju bar. Kini Mikha bermain sendiri tanpa mempedulikan suasana pesta yang cukup ramai. Dan juga tanpa dia sadari seorang lelaki berjalan mendekatinya. " Boleh gabung main nggak?" tanya lelaki tersebut. Mikhayla yang di sapa hanya menengok sekilas dan mengangguk. Tanpa menunggu lama lelaki tersebut mengambil stick yang tadi di gunakan oleh Rio dan ikut bermain. " Hhhhmmm...jago juga ya elo. Jarang-jarang ada cewek yang main billiard." puji lelaki tersebut, Mikha hanya menyeringai tanpa mempedulikan pujian lelaki asing itu. " Wah Lex, di cariin elo malah mojok disini. Hhhhmmm....inceran baru ya?" goda seorang lelaki asing yang lain. " Giliran elo yang main." ujar Mikha memecah interaksi 2 lelaki tak dikenal itu. Kini lelaki yang dipanggil Lex oleh temannya itu pun mulai bermain. Tapi tidak lama ponsel Mikha berdering dan menampilkan nama mama di layarnya. Tanpa pamit dan berwajah datar dia pergi meninggalkan 2 orang lelaki yang terbengong melihat sikapnya. " Siapa? gila cuek banget! ngelihat kita aja nggak. Biasanya kan nggak ada cewek yang bisa ngehindar dari elo!?" sindir teman lelaki asing. Alex pun hanya menggendikkan bahu tanda tak tauh dan melempar stick billiardnya ke temannya yang cerewet itu. Mengikuti Mikha yang kini berdiri di pinggir balkon lantai 3, tapi belum sampai dia berhasil menghampiri gadis berbaju merah itu, salah satu teman Alex memanggilnya untuk bergabung ke acara inti. Ada rasa penasaran yang begitu besar bercokol di hati dan pikiran Alex sejak bertemu dengan gadis berbaju merah itu. " Ca, elo tau nggak siapa cewek yang pake baju merah yang tadi mojok main billiard?" tanya Alex pada temannya si pemilik acara. " Oh...yang pake dress merah tadi? itu yang punya cafe ini Lex, adek kelas gue. Napa?" terang Ica penasaran juga. " Nggak kenapa-kenapa, cafenya bagus, gue suka konsepnya. Yah kapan-kapan gue bisa lah ya booking ini tempat buat party gue." ujarnya menutupi kecurigaan Ica. " Owh...boleh lah, cuma elo pastiin party apa dulu. Soalnya dia juga punya club gitu, kalo elo butuh informasi detail elo bisa hubungin manajernya kok. Yang itu orangnya." jelas Ica kembali lebih rinci seraya menunjuk ke arah seorang lelaki berkacamata yang berdiri mengawasi para tamu dari meja bar. Mendengar hal itu Alex merasa kecut karena dia kira bisa langsung mendapat kontak gadis berbaju merah. Dengan berat hati Alex pun hanya bisa menahan rasa penasarannya, tapi sedikit banyak dia tau dan bisa bertemu si gadis berbaju merah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD