Jadian deh...

1139 Words
Kini Gibran kembali menatap gadis yang menatapnya sayu di bawah Kungkungan tubuh besarnya. Gibran merasa ada kepuasan tersendiri setelah berhasil menggoda gadis itu. Tapi tak lama dia kembali mendekatkan badannya lagi dan kini terang-terangan bibirnya mencium bibir tipis gadis yang berstatus adik tirinya itu. Mikha pun entah kenapa juga kali ini tidak berontak, malah dia pun menikmati cumbuan dari lelaki yang saat ini berstatus sebagai kakak tirinya. Makin lama ciuman mereka makin dalam dan panas, tapi kesadaran Gibran langsung kembali ketika tangannya akan menarik tali bathrobe milik Mikha. Dia pun melepaskan tautan di bibir mereka dan langsung menepikan badannya di samping tubuh Mikha yang masih menegang. " Sorry, gue kebawa suasana." ujar Gibran terbata.Sepersekian detik kemudian Mikha bangkit dan merapikan bathrobenya yang acak-acakan akibat ulah mereka barusan. " Elo tadi? apa maksudnya?" tanya Mikha akhirnya. Gibran diam, Mikha memukul punggung Gibran dengan bantal berkali-kali. Meluapkan seluruh emosinya yang tertahan. Perasaannya yang kacau dan bingung. Gibran berbalik dan menahan pukulan bantal tersebut, menatap aneh pada Mikha, " Sorry, maaf....gue nggak bisa nahan perasaan ini. Gue marah dan nggak suka elo di lihat oleh cowok lain, gue nggak suka elo di perhatiin cowok lain, gue nggak suka elo di deketin cowok lain. Bukan karena gue mau berperan jadi kakak yang baik!" ujar Gibran dengan nada serius, Mikha hanya bengong mendengar ucapan Gibran. " Sorry gue nggak bisa nggangep elo sebagai adek gue. Di mata gue elo gue anggep cewek biasa, dan oerasaan gue ke elo bukan perasaan posesif sebagai kakak, perasaan gue perasaan seorang cowok yang posesif ke ceweknya. Gue....gue tau perasaan gue ke elo salah. Tapi gue nggak mau munafik, dan gue cuma ingin elo tau perasaan gue." Gibran dengan tulus membongkar seluruh isi hatinya yang beberapa Minggu ini mengganggunya. Mikhayla pun terkejut mendengar pengakuan Gibran yang tidak di sangka-sangka. Sedikitpun dia sendiri tidak menyangka bila Gibran memiliki perasaan yang sama-sama terombang ambing seperti perasaannya. Dia yang biasanya bisa bersikap tegar dan sok kuat serta cuek tapi kali ini hatinya tersentil rasa aneh, rasa aneh yang menggerogoti hatinya setelah bertemu Gibran dan makin kuat setelah kejadian ciuman pertama itu. Gibran pun kini bingung dengan ekspresi Mikhayla, setelah seluruh isi hatinya terbongkar kini dia jadi cemas sendiri. " Elo....cuma mau ngerjain gue kan???" tanya Mikha meyakinkan, Gibran menggeleng, " Elo cuma mau bercanda sama gue kan? hhhhmmm....elo lagi latihan nembak cewek kan?" tanya Mikha lagi dengan ekspresi yang memaksa untuk bisa tertawa. Gibran kembali menggeleng, sebal dengan tanggapan gadis itu Gibran kembali mengurung gadis itu dibawah tubuhnya. Membuat Mikhayla kembali terkejut, tapi kali ini dia sudah ada sedikit persiapan bila Gibran melakukan tindakan gila. " Apa kamu pikir aku bercanda? Aku tidak pernah main-main bila menyangkut masalah hati. Atau kamu belum cukup bukti bahwa aku serius dengan semua kata-kata ku?" kini Gibran merubah panggilan elo gue mereka dengan aku kamu yang lebih intim. Mikhayla sontak tapi sebelum keterkejutannya reda Gibran kembali mencium bibir Mikhayla tapi kali ini lebih lembut. Mikhayla hanya pasrah dan makin lama menikmati sentuhan bibir Gibran. Gibran melepaskan bibirnya ketika nafasnya hampir habis dan langsung merebahkan diri di samping tubuh kaku Mikhayla. Gibran pasrah akan apa yang Mikha pikirkan tentangnya, yang penting kegelisahan hatinya sudah tersampaikan. Mikha kembali sadar ketika dia merasakan lengan Gibran memeluk tubuhnya dari belakang, dan lelaki itu membenamkan wajahnya di ceruk lehernya. " Bila ini benar-benar isi hatimu, aku bisa apa? akupun Uda lancang pernah memikirkan hal yang tidak-tidak tentangmu. Akupun pernah melihatmu bukan sebagai kakakku, akupun pernah memikirkan dirimu andai kamu lelaki biasa. Tapi aku bertanya-tanya, apa boleh aku seperti itu? apa cuma aku yang beranggapan seperti itu? apa hanya aku yang merasakan itu? sungguh saat itu aku sangat terganggu." akhirnya Mikhayla bersuara sebelum Gibran benar-benar pergi ke alam mimpi. Matanya kini benar-benar terbelalak tak percaya dengan apa yang dia dengar barusan. " Aku lega mendengar hal yang benar-benar aku inginkan. Jadi....mau nggak kamu mulai kencan denganku?" bisik Gibran dengan nada lega, Mikhayla hanya mengangguk pelan dan langsung menarik selimut menutupi wajahnya yang saat ini memerah. Gibran hanya tersenyum melihat tingkah gadis yang di peluknya dan kembali membenamkan wajahnya di leher gadis itu. " Eh sebentar, ada yang salah deh..." Gibran tiba-tiba bangkit dan menyingkap selimut yang menutupi tubuh mereka. Mikha pun yang tadinya hampir terlelap kini ikutan terduduk dengan menahan ngantuk, " Kamu serius tidur cuma pake itu aja?" tanya Gibran dengan nada serius, Mikha yang sudah mengantuk hanya mengangguk malas. Gibran tidak habis pikir dengan gadis di depannya ini, " Hey sayang, aku masih lelaki normal lho....aku juga punya nafsu lho....kalo aku khilaf gimana? pake baju yang bener Napa!" omel Gibran ketika sadar bila Mikha tidur hanya memakai bathrobe tanpa dalaman apapun. " Ck....berisik ah ...tinggal tidur aja, sana balik ke ranjang sendiri Napa!" usir Mikhayla yang kini berubah jadi mode cuek kembali. Gibran tak ambil pusing langsung bangkit dan mengambil baju yang tadi di beli dan melemparnya ke arah gadis itu. " Cepet ganti sana! atau aku makan kamu!" ancam Gibran, mau tidak mau Mikha pun bangkit menuju kamar mandi untuk berganti baju. " Rempong banget sih...." cibir Mikha. Malam itu mereka pun tidur sambil berpelukan, meskipun masih dengan sedikit perdebatan kecil yang mengharuskan Gibran menahan hasratnya. Ya benar Gibran mati-matian menahan gejolak nafsunya karena gadis yang tertidur di pelukannya ini punya kebiasaan tidur tanpa memakai dalaman. " Gue rasa kali ini gue berurusan sama cewek yang benar-benar menguras energi." gumamnya dan tak lama kemudian dia ikut terlelap menyusul Mikhayla ke alam mimpi. Di tempat lain, Dylan sedang beradu mulut dengan papanya. " Sampai kapanpun papa nggak akan kasih posisi direktur utama bila kamu masih suka bergonta ganti teman kencan! dan papa menolak bila kamu ingin menikahi anak Erlangga itu! lebih baik kamu menikah dengan orang lain saja!" bentak papa Dylan. Dylan yang sudah menahan amarahnya sejak bertahun-tahun lalu kini sudah muak. " Tapi yang aku cintai cuma Karina pa!" tegas Dylan. " Karina itu sudah di jodohkan dengan Gibran! sudahlah kamu menurut saja dengan papa!" balas papa Dylan, " Mereka sudah putus pa, Gibran sudah tidak bertunangan lagi dengan Karina!" bantah Dylan meyakinkan papanya. " Sekali tidak tetap tidak! meskipun mereka sudah tidak bertunangan lagi, jawaban papa tetap tidak! dan papa tidak mau di bantah lagi! keputusan papa sudah final! bila kamu mau menikahi Karina tunggu sampai papa mati!" putus papa Dylan dan berlalu meninggalkan Dylan sendiri di ruang kerjanya. Dylan benar-benar sakit hati dan kecewa, dari dulu papa ya tidak pernah mendengarkan isi hatinya. " Baiklah, kalau itu mau papa! tapi jangan harap Dylan bisa berbaik hati pada istri pilihan papa!" sahut Dylan sebelum papa Dylan benar-benar meninggalkan ruang kerja. " Itu urusan kamu dan istri kamu, rumah tangga itu yang menjalani kamu sendiri. Papa hanya bisa mencarikan jodoh yang baik untuk kamu! tapi kalau kamu benar-benar manusia yang punya hati, papa yakin kamu bisa jadi seorang suami yang baik tanpa melihat siapa istri kamu!" putus papa Dylan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD