Tubuh balita yang terbalik itu melayang dan bergoyang ke sana ke mari karena pergerakan ekor harimau Leon yang mengikatnya di belakang. Sudah cukup jauh mereka berdua melangkah pergi meninggalkan tempat sebelumnya. Sedangkan Leon sendiri nampak sesekali mengernyitkan hidung tajamnya karena aroma yang menguar tajam dari kotoran dalam popok bayi itu sampai ke hidungnya.
“Hee he he ... kyahaha!” pekik riang bayi perempuan itu karena merasa tubuhnya tengah diayu-ayun nyaman di udara. Tubuhnya bergerak ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri mengikuti gelombang pergerakan ekor panjang harimau Leon.
Sesekali bayi menggemaskan itu akan mengulurkan kedua tangannya ke arah semak-semak yang berada dalam jangkauannya, atau ke arah bunga yang dilewatinya, kadang juga ke arah lalat yang datang karena tertarik akan bau kotorannya.
Mata bulat milik bayi menggemaskan itu bergerak ke sana-kemari dengan pancaran penuh akan rasa penasaran pada sekitarnya. Bibirnya yang nampak ranum dan kecil itu terbuka lebar, melongo, membuat air liurnya sesekali menetes jatuh ke tanah, dan membasahi sekitar bibirnya, terlebih dengan posisi tubuh yang hampir terbalik sempurna itu.
Dan beruntungnya, posisi itu juga membuat darah yang mengalir keluar dari luka di atas kelopak mata kirinya, tidak sampai mengenai area mata. Mendengar bagaimana riangnya balita kecil itu berada dalam genggaman ekor panjangnya, membuat Leon menjadi kesal sendiri.
Karena bukannya takut, balita kecil itu justru membuat dirinya yang merupakan salah satu penguasa di hutan Terlarang, terlihat seolah tengah mengajaknya bermain. Dan Leon sangat tidak suka jika dirinya terlihat ramah pada makhluk lain. Itu hanya akan membuat makhluk lain merasa dirinya cukup mudah ditakhlukkan bagi mereka.
Leon berhenti di pinggir sungai. Wujud harimaunya mendekat ke tepi sungai dan melihat pantulan wajah harimaunya di permukaan sungai. Pria harimau itu bermaksud untuk mencuci tubuh balita menggemaskan di belakangnya.
Mata tajam Leon memerhatikan dengan lekat ke arah sungai itu. Dirinya tahu bahwa aliran sungainya cukup deras di bawah sana. Tidak mungkin jika dirinya melempar begitu saja tubuh kecil itu ke dalam sana, karena bisa-bisa balita itu hilang tanpa jejak terbawa arus sungai yang deras.
Leon nampak memutar otaknya untuk mencari cara membersihkan balita kecil itu secara aman. Diperhatikannya area sekitar sungai itu yang nampak begitu sepi. Setidaknya dirinya merasa tidak ada pesaing yang akan datang menghampiri dirinya saat ini. Leon merasa aman.
Namun dirinya juga perlu memerhatikan lebih jauh ke arah sungai yang cukup dalam itu. Leon harus memastikan tidak ada yang akan menyambar mangsa kecilnya itu dari dalam sungai. Dan jika hal itu benar terjadi, Leon tetap tidak akan tinggal diam saja.
Meski begitu, bertarung di dalam air cukup merepotkan untuk Leon sendiri. Terlebih dengan sungai yang cukup dalam di depannya ini. Karena itu, dirinya harus memusatkan insting tajamnya untuk memeriksa lebih teliti bagian dalam sungai. Sementara balita yang ada dalam belitan ekor harimaunya itu, kini tengah melemas lelah.
Kedua tangannya sudah meluruh ke bawah dan lebih tertarik dengan meremas-remas pelan bagian ekor berbulu Leon yang bisa dijangkaunya. Bibir kecilnya sudah mempout lucu. Mata bulatnya sesekali mengerjap pelan, menunjukkan bahwa balita itu sudah kehilangan energinya.
Dari ekor Leon, tangan balita itu beralih menggosok bagian matanya yang terasa memberat. Hingga tanpa sengaja tangan kecil itu menekan luka di bagian atas kelopak mata kirinya. Rasa perih dan sakit pada luka itu sontak mendera indera perasanya kembali.
Balita itu langsung menangis kencang di tempat, membuat Leon yang masih sibuk memerhatikan area sekitar menjadi terkejut. Mata tajam Leon langsung menoleh ke belakang, mengira bahwa ada musuh yang ternyata datang mendekati buruannya itu tanpa sepengetahuannya.
Namun ternyata tidak ada apa-apa yang terjadi, selain balita itu yang kini menangis kencang dalam belitan ekor harimaunya. Jiwa manusia Leon mengerutkan kedua alisnya merasa bingung sekaligus heran sendiri, kenapa balita itu tiba-tiba menangis kencang.
Merasa semakin heran, akhirnya Leon menurunkan tubuh balita itu ke tanah yang sedikit berumput, dan lalu memutar tubuh harimaunya untuk menghadapi balita itu. Balita menggemaskan itu masih meraung keras dengan bibir terbuka lebar, dan air mata yang sudah memenuhi wajah bulatnya.
“Huaa ... aahh huk huk ... uwaahh!” Leon merasa pening sendiri mendengar tangisan yang keluar begitu nyaring dari tubuh sekecil itu.
“Hei Bocah! Ada apa dnganmu?! Aku belum berniat memakanmu, kau tahu huh?! Berhenti menangis! Kau membuatku pening, sialan!” umpat Leon dengan kesal.
“Huk huk uwanggg!” Tangisan balita itu masih tidak berhenti. Bahkan tubuhnya yang semula duduk, akhirnya kehilangan keseimbangan dan jatuh merebahkan diri ke belakang. Leon masih belum menyadari apa yang salah dengan balita itu hingga membuatnya menangis kencang seperti ini.
Dirinya sama sekali tidak berpengalaman mengenai gerak-gerik bayi seperti balita manusia itu. Hidup selama ratusan tahun dalam kesendirian membuat Leon lupa akan perasaan bagaimana caranya mengayomi seorang bayi.
“Hnghhh!” dengus Leon pada akhirnya, disertai geraman harimau. Pria harimau itu merasa jengah sendiri melihat balita itu yang tidak bisa berhenti menangis. Sedangkan bau yang menyengat di antara kedua kaki balita itu membuat Leon kembali mabuk kepayang.
“Hei diamlah! Kau bisa diam tidak?!” geram Leon dengan tidak sabar pada balita itu. Tidak ada perubahan sama sekali dengan balita itu. Ini merupakan hal tersulit bagi Leon menghadapi makhluk tidak kenal takut seperti balita di depannya itu.
Biasanya semua musuh dan buruannya akan dengan mudah dibuatnya terdiam. Namun kali ini tidak dengan balita itu. Alhasil, akhirnya Leon berinisiatif mendekat. Dengan kuku tajamnya, Leon merobek celana yang dipakai bayi itu, hingga menampilkan kotoran berbau menyengat di dalamnya. Kotoran itu sudah berceceran dan belepotan di sekitar area paha dan perut bawah balita itu. Menjijikkan sekali.
“Hueekk! Huekk!” Leon seketika merasa mual akan bau menyengat sekaligus penampakan menjijikkan dari sela kedua paha balita perempuan itu. Leon langsung mengalihkan pandang ke arah lain dan bergerak sedikit menjauhi balita itu.
“Uhuk sialan, bau sekali kau! Apa saja yang sudah kau makan hah?!” umpat Leon dengan kesal. Kedua kaki depannya langsung menggosok-gosok hidung tajamnya, mirip seperti kucing berukuran besar saat ini, bermaksud menghilangkan jejak bau busuk yang rasanya seperti menempel di permukaan hidungnya saat ini.
Leon mencoba menguatkan diri kembali. manusia harimau itu melirik ke arah balita perempuan yang masih menangis kencang di tempat. merasa tidak sudi mendekatinya lagi, Leon dengan jijik mengarahkan ekor harimaunya yang panjang untuk meraih tubuh kecil itu lagi.
Kali ini dengan posisi yang benar. Tanpa melihat respon yang ditunjukkan oleh balita itu, Leon segera membawa balita itu ke tepi sungai, dan tanpa ragu langsung mencelupkan sebagian tubuh kecil itu ke dalam sungai memakai ekor harimaunya. Membuat balita itu sontak terkejut merasakan dinginnya suhu sungai yang dimasukinya itu. mata bulatnya yang sebelumnya menyipit hampir menutup karena tangisnya, kini membuka lebar. tangisnya bahkan langsung terhenti seketika.
Leon yang membelakanginya kini menoleh ke arah balita itu sembari memastikan keadaan di sekitar. Tanpa disangkanya, tindakan yang dilakukannya itu bisa membuat tangis balita berhenti. Jiwa manusia Leon tersenyum miring melihatnya.
Balita itu nampak memerhatikan dengan lekat air sungai di sekitarnya. Kedua tangan kecilnya dengan ragu menyentuh permukaan air sungai. Suhu dingin air sungai membuat balita itu semakin merasa tertarik.
"Kau suka heh?! Kau senang bermain air rupanya," gumam Leon yang masih memerhatikan gerak-gerik balita menggemaskan itu. Tapi Leon tidak berniat menghibur balita itu saat ini. Dirinya perlu secepatnya membersihkan tubuh bagian bawah balita itu, sebelum predator lain datang menyambar tubuh kecilnya dari dalam sungai.
Alhasil Leon menggerakkan ekor harimaunya untuk menggoyang-goyangkan tubuh balita itu. Leon bermaksud memanfaatkan arus deras dari sungai itu untuk membersihkan kotoran berbau busuk yang menempel di sana.
Tubuh kecilnya yang terguncang-guncang dan menimbulkan percikan air sungai di sekitarnya, membuat balita itu merasa kaget dan bingung sekaligus heran sendiri. Tidak lama, Leon mengangkat tubuh balita itu ke atas permukaan air sungai untuk melihat sebersih apa tubuhnya saat ini.
"Kyahh kyu .. eungh!" pekik balita itu di udara. Mata bulatnya menatap ke sekitar dengan polos. Kedua kakinya yang basah bergerak menendang-nendang kecil ke udara. Nampaknya balita itu merasa antusias akan goncangan yang dilakukan Leon padanya dalam air sungai barusan.
Masih dirasa kurang bagi Leon, pria harimau itu kembali mencelupkan tubuh bagian bawah balita itu ke dalam sungai, dan mengguncang-guncangnya kecil sekali lagi. Kali ini kedua tangan kecil balita itu ikut andil dalam meramaikan suasana di sekitar sungai itu. Dengan semangatnya kedua tangan balita itu bergerak menepuk-nepuk permukaan air sungai hingga menimbulkan percikan lebih besar dan suara ramai di sana.
"Kyahahaha ... ah uh ..!" pekikan balita itu semakin terdengar riang. Dan Leon yang melihat betapa balita itu menikmati apa yang tengah dilakukannya itu hanya bisa memutar bola matanya dengan jengah. Lagi-lagi dirinya merasa seperti tengah mengajak makhluk kecil itu bercanda.
Pria harimau itu masih belum menyadari bahwa percikan dan tawa ramai yang ditimbulkan oleh balita itu, ternyata berhasil mengundang atensi makhluk lain yang tengah mendekam di dalam sungai sedari awal.
Tubuh makhluk itu berukuran cukup besar. Dari dasar sungai, makhluk dengan panjang beberapa meter itu mulai bergerak menggeliatkan tubuhnya menyelami air sungai. Dan perlahan namun pasti, makhluk melata itu mulai mendekati percikan air yang ditimbulkan oleh balita kecil itu.