7.

1137 Words
Seekor hewan melata berukuran besar dan panjang yang sebelumnya diam mendekam di dasar sungai, kini terlihat begitu tertarik dengan gelembung dan percikan air yang dihasilkan oleh suara balita menggemaskan itu. Dalam diam namun pasti, hewan melata yang merupakan jenis ular Anaconda itu menyelam mendekati suara percikan yang ditimbulakan oleh balita itu. Dari dasar sungai, nampak bagian bawah tubuh balita itu bergerak antusias mengikuti pergerakan ekor Leon dan arus sungai itu. Jarak keduanya tinggal beberapa meter lagi untuk ular tersebut bisa meraih tubuh balita kecil itu dari dasar sungai. Dan ketika ular itu sudah mulai membuka mulutnya lebar, hendak meraup bagian bawah tubuh balita itu, tubuh itu menghilang dari jarak jangkauannya.   Leon kembali mengangkat tubuh kecil itu ke atas permukaan air sungai untuk melihat kembali seberapa bersihnya balita itu kini. Tetes air dari tubuh balita itu yang meluncur turun ke sungai menimbulkan gelombang-gelombang kecil yang lalu menghilang. Kedua kaki balita itu kembali antusias menendang-nendang ke udara, begitu juga dengan kedua tangan kecilnya yang sesekali menepuk-nepuk pelan dan lalu memeluk bagian ekor harimau Leon yang membelit tubuh kecil itu.   “Hmh ... ini lebih baik,” gumam Leon yang merasa cukup puas dengan kondisi kebersihan tubuh balita itu. Setelah itu Leon menarik balita itu kembali ke darat. Diletakkannya tubuh balita itu ke atas tanah.   “Kehh .. eung! He he ...” tawa kecil balita itu yang kini tengah memerhatikan Leon dengan mata bulatnya. Leon akhirnya kembali sudi berhadapan dengan santai ke arah balita itu, setelah bau menyengat di tubuh kecilnya menghilang. Leon menghela napas lega. Entah kenapa dirinya sudah merasa lelah tanpa sebab. Balita kecil itu bisa membuat emosinya mudah meledak-ledak begitu saja, hingga membuat Leon merasa kehabisan tenaga sendiri. Padahal yang dilakukan balita itu hanya tertawa sembari bergumam tidak jelas sendirian. Oh dan jangan lupakan tangisan kencangnya yang berhasil membuat kepala Leon merasa pening dengan mudah. Belum sehari penuh mereka berdua bertemu, dan Leon sudah merasa kelelahan menghadapi balita itu.   “Heh kau senang sekarang?!” dengus Leon sambil memandang kesal sekaligus remeh balita kecil itu. Leon merasa tengah dikerjai habis-habisan oleh bocah tengik di depannya itu. Dan respon yang ditunjukkan oleh balita itu masih tetap sama. Menatap Leon dengan tawa lucu dan binar antusias di dalam bola matanya yang polos.   “Kau tunggu saja ya! Sebentar lagi aku akan memakanmu habis! Aku akan melumat dagingmu, mencabik-cabik daging itu, dan menyesap semua darahmu, bahkan mengunyah sampai ke tulang-tulangmu hingga tidak bersisa lagi. Semua akan kumakan habis, kau mengerti itu hah?!” ucap pria harimau itu dengan gemas sendiri.   “Kyah ha ha ... ho!” tawa balita itu. Kelopak matanya mengerjap lucu menatap Leon dengan wajah heran. Kedua tangannya kini mulai mengulur ke depan. Tubuh atasnya bergerak condong ke depan hendak berusaha merangkak pergi. Nampaknya balita kecil itu ingin menyentuh moncong harimau Leon yang berada satu langkah dengannya. Pergerakan balita itu yang mencoba mendekati dirinya membuat Leon terdiam di tempat. Pria harimau itu memerhatikan dengan lekat tiap pergerakan kecil dari balita itu. Meski sedikit kesusahan, balita itu perlahan namun pasti mencoba mendekati dirinya. Merangkak sedikit demi sedikit, menunjukkan b****g memerahnya yang telanjang dan kotor karena beberapa tanah yang menempel di kulit ranumnya yang masih basah.   “Kau benar-benar bocah tidak punya takut ya?! Bukannya lari, kau justru mendekatiku!” gumam Leon dengan mata yang masih memerhatikan balita itu dengan lekat. Diperhatikannya wajah mungil nan chubby milik balita itu yang menggemaskan. Aliran darah segar pada luka di atas kelopak matanya sudah mulai mengering. Begitu juga dengan beberapa luka gores yang muncul di beberapa bagian tubuh balita itu. Nampaknya luka-luka itu tidak terlalu dalam jika dperhatikan lebih teliti lagi. Hanya saja yang paling parah memang luka yang ada pada bagian atas kelopak mata sebelah kirinya.   Mata tajam Leon menjadi lebih fokus pada luka di atas kelopak mata kiri balita itu. Bekas darah yang merembes melewati area sekitar mata balita itu nampak masih basah dan segar. Indera penciuman tajam Leon bisa menghirup aroma darahnya yang pastinya terasa lezat.   Melihat itu, Leon menampilkan senyum miringnya kemudian. Pria harimau itu menjilat moncong harimaunya dengan lidah panjang nan kasarnya dengan lapar. Ya, Leon kini mulai merasa lapar kembali setelah memerhatikan bekas darah yang merembes di sekitar mata dan tubuh balita kecil itu.   Melihat betapa ranum dan lembutnya kulit putih balita itu membuat Leon meneteskan air liurnya lagi. Mata tajam Leon memerhatikan kedua pipi chubby milik balita itu yang terlihat begitu penuh dan kenyal. Astaga, balita ini benar-benar sehat sepertinya.   Pikiran Leon mulai tidak bisa tenang membayangkan betapa lezatnya daging balita di depannya itu. Tanpa sadar pria harimau itu sudah menelan air ludahnya sendiri beberapa kali, hanya karena memerhatikan balita yang sudah berada tepat di depannya kini.   Dalam diam Leon memerhatikan balita itu mengulurkan kedua tangannya, berusaha menggapai moncong harimau Leon yang tidak jauh di atasnya.   “Eungh ... eum ... ahh!”   Ini bukanlah desahan, kalian tahu itu bukan?! Ini adalah suara celotehan dari balita menggemaskan itu, yang berusaha menggapai moncong harimau Leon. Pria harimau itu tersenyum senang melihat balita itu justru mendekatinya seperti ini. Dengan sengaja Leon semakin menurunkan moncong harimaunya, agar balita itu bisa menyentuhnya dengan mudah. Dan benar saja, balita itu langsung meraba moncong harimaunya, menjalar ke sekitar wajah berbulunya dan mengusap-usapnya dengan pelan. Sesekali balita itu akan menepuk-nepuk bagian sisi wajahnya dengan ringan. Kedua mata bulat balita itu nampak begitu terpana akan tekstur wajah harimau Leon. Tanpa sengaja mata keduanya saling bertemu pandang. Untuk beberapa saat waktu di antara mereka terasa seperti terhenti di tempat. Leon sempat terpesona dengan kelereng kembar milik balita itu yang menatapnya dengan tatapan polos dan penuh antusias. Mata bulat itu seperti mengumpulkan seluruh atensinya pada Leon seorang dan itu membuat perasaan Leon entah kenapa menjadi tergelitik dengan cara yang menyenangkan.   “Kyah haha ... ha! Ummh ...!” Tawa renyah balita itu yang nampak begitu senang menyentuh wajah Leon, dan merasakan betapa tebalnya kulit dan bulu harimaunya itu. Kulit tubuh harimau Leon terasa seperti karpet yang berasal dari karet. Namun tentu saja balita kecil itu tidak akan mungkin bisa mengerti perbedaannya bukan.   Melihat balita kecil itu nampak begitu menikmati kegiatannya dalam mengusap wajah harimau Leon, lama-lama membuat pria harimau itu semakin tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kedekatan jarak di antara mereka berdua membuat aroma darah itu tercium lebih jelas di indera penciuman pria harimau itu. Leon tanpa aba-aba langsung mengulurkan lidah panjang nan kasarnya untuk menjilat bekas darah di sekitar wajah balita kecil itu dengan nikmat. Terlalu bersemangat sehingga membuat pria harimau itu tidak mau bersusah payah menahan tenaga lidahnya, sehingga membuat balita kecil itu kehilangan keseimbangan, dan lalu terdorong ke belakang. Balita itu kembali terjatuh terlentang dengan wajah terkejutnya. Bekas jilatan dari lidah Leon yang kasar seperti amplas berhasil menimbulkan luka garis-garis merah sangat halus di tempat yang dijilatnya itu. Sehingga detik kemudian akhirnya balita itu kembali menangis kencang.   “Huwaanngg!” Tangisan balita itu sontak membuat Leon terkejut karena tidak menduganya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD