Merasa bosan dan jenuh dengan kehidupannya beberapa tahun ke belakang, Yu memutuskan untuk meninggalkan negara kelahirannya menuju ke negara lain. Yu sudah memikirkan secara baik-baik soal keputusannya ini. Yu hanya ingin menjalani kehidupan dimana tidak ada yang mengenal dirinya dan dia bebas melakukan apapun.
Awalnya keputusan ini sangat ditentang oleh teman-temannya terutama Hiro. Apalagi Yu sangat dibutuhkan di perusahaan. Tapi setelah dijelaskan secara baik, akhirnya teman-temannya mengerti.
Yu dan keempat temannya yaitu Hiro, Agam, Lp dan Zero mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang teknologi. Perusahaan itu sudah sangat berkembang dengan banyak karyawan yang bekerja. Tiga temannya sudah menikah sedangkan dia dan Zero belum menikah sama sekali. Kapan Yu akan menikah? Pertanyaan yang sulit untuk dijawab karena sampai sekarang ia belum berpikir untuk menikah. Tapi terkadang dia juga ingin menikmati kehidupan rumah tangga seperti teman-temannya.
Sejak kecil, hidup Yu sudah sangat berat. Mulai bekerja sejak kecil bahkan bukan kerja yang mudah tetapi pekerjaan yang dilakukan oleh orang-orang dewasa yaitu menjadi kuli bangunan. Yu tidak bisa menikmati sekolah seperti anak-anak lain pada umumnya. Tapi karena dia memiliki kecerdasan yang luar biasa, jadi ia sangat mudah memahami sesuatu.
Yu ingin menikmati masa-masa kuliah. Bagaimana kehidupan perkuliahan seperti orang-orang pada umumnya walaupun umurnya sudah menginjak dua puluh delapan tahun. Tentu saja tidak batasan usia dalam menuntut ilmu. Oleh sebab itu, Yu memutuskan untuk berkuliah ke luar negeri.
Soal pekerjaan diperusahaan, Yu bekerja dari jarak jauh. Hanya beberapa pekerjaan yang bisa ia handle. Keempat temannya juga tidak memberatkan Yu. Tentu saja Yu bersyukur memiliki teman seperti mereka. Bukan sekedar teman biasa, tapi Yu sudah menganggap mereka seperti saudara sendiri. Dibanding yang lain, Yu yang paling muda. Maka wajar, ia terkadang diperlakukan berbeda dengan yang lain. Ya walau tidak terlihat secara jelas.
Sudah tiga tahun Yu tinggal di luar negeri. Kuliah nya lancar-lancar saja. Bahkan Yu memiliki beberapa teman dari berbagai negara. Mereka tidak mempermasalahkan umur karena Yu lebih tua beberapa tahun dari mereka. Meskipun begitu, awalnya teman kuliahnya tidak percaya jika Yu sudah berumur dua puluh delapan tahun. Wajah Yu terlihat seperti orang yang berusia awal dua puluh tahunan. Apalagi tingkahnya terkadang sedikit random dan sering tertawa tidak jelas.
Yu tinggal disebuah apartemen yang cocok untuk mahasiswa. Hanya ada satu kamar, satu kamar mandi dan satu dapur. Tidak ada ruang keluarga apalagi ruang tamu. Sebenarnya Yu bisa tinggal di apartemen elit, namun ia tidak melakukan itu. Ia ingin hidup biasa-biasa saja sehingga memilih tinggal di apartemen dengan ruangan terbatas. Asal bisa tidur sudah lebih dari cukup. Disini banyak juga mahasiswa yang tinggal karena tidak jauh dari kampus.
Yu terlihat seperti orang yang memiliki keuangan terbatas. Bayangkan saja pakaiannya terlihat itu-itu saja padahal memang dia membeli baju yang sama lebih dari satu. Bahkan hanya berbeda sedikit saja. Kalau dilihat lebih dekat maka akan terlihat perbedaannya tapi kalau dilihat dari jauh tidak akan terlihat sama sekali.
"Apa kamu ada kelas hari ini?" tanya seseorang. Bahasa yang digunakan yaitu bahasa negara ini.
Yu mengikat tali sepatunya. Dia benar-benar terlihat jauh berbeda dibanding berada di negara asalnya. Kalau saja para karyawan perusahaan tahu, pasti mereka sangat terkejut. Yu tidak pernah lagi menggunakan jas, dasi serta sepatu berkilat. Ia lebih suka memakai hoodie dengan celana kain. Kalau musim dingin tentu saja menggunakan pakaian untuk musim dingin.
"Ya begitu lah."
"Baiklah. Semoga harimu menyenangkan."
"Terima kasih. Semoga harimu juga menyenangkan."
Laki-laki itu masuk ke dalam apartemennya. Dia bernama Aran dan tinggal bersebelahan dengan Yu. Cukup ramah walau pembicaraan mereka hanya sebentar saja.
Yu langsung menuruni anak tangga. Jangan harap di apartemen ini ada lift dan sebagainya. Tapi hal ini lebih baik karena Yu bisa sedikit berolahraga.
Kacamata bertengger manis di hidungnya. Walaupun penampilannya terlihat biasa saja, tapi ketampanan tidak bisa disembunyikan. Kalau tidak mana mungkin ada beberapa perempuan yang menyatakan perasaan kepada dirinya. Meskipun begitu, sampai sekarang Yu tidak pernah menerima dan berusaha menolak dengan bahasa yang baik dan benar. Alasan yang paling Yu gunakan adalah ia tidak tertarik pacaran dan ingin fokus kuliah saja.
Umur sudah tua begini, Yu tidak ingin pacaran sama sekali. Kalaupun ia sudah siap, maka ia akan menikah seperti jalan teman-temannya. Menghindari perempuan di negeri yang cukup bebas ini adalah hal yang pertama dia lakukan. Yu tidak ingin membuat kesalahan kecil dan berujung pada kesalahan besar. Dia masih ingat dengan tuhan. Jadi segala larangan tuhan akan ia hindari.
Yu melangkah menuju ke kampus dengan jalan kaki. Cukup jauh tapi tidak masalah. Dedaunan terlihat berguguran. Angin membawa dedaunan itu terbang cukup jauh dari pohonnya. Yu cukup menikmati hari-harinya disini. Sesekali ia juga mengirim gambar ke teman-temannya. Seperti saat ini, Yu mengirim satu foto. Teman-temannya merespon dengan baik. Yu jadi terharu. Kalau berjauhan begini, teman-temannya cukup perhatian. Bahkan tidak heran jika ada paket yang tiba-tiba datang ke apartemennya.
Teman-temannya juga sama, mereka mengirim gambar anak-anak mereka. Anak-anak yang sudah Yu anggap keponakan sendiri semakin besar. Padahal saat mereka bertemu dulu masih sangat muda. Sudah sepuluh tahun berlalu dan hubungan persaudaraan mereka semakin erat. Yu benar-benar bersyukur.
Tidak terasa, Yu sudah sampai di lingkungan kampus. Ia menghirup aroma khas kampus ini karena banyak bunga dan pepohonan. Yu tidak langsung ke kelas, dia memilih ke perpustakaan karena disana teman-temannya sudah menunggu.
"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Yu. Teman-temannya sangat jarang ke perpustakaan. Tapi akhir-akhir ini malah sering ke sini.
Yohan memberikan gerakan menutup mulut dengan jari agar Yu diam. "Ada apa?" tanya Yu tanpa suara. Hanya ada gerakan bibir saja tapi teman-temannya mengerti.
"Yohan sedang mengincar mahasiswa baru," ujar Xioba sambil terkekeh.
"Oh ya?" Yu cukup kaget karena selama ini tidak ada adegan seperti ini padahal mereka sudah masuk tahun ketiga.
"Diam!" Yohan menutupi mulut Xioba dengan tangannya. Tapi karena tidak terima, Xioba membasahi tangan Yohan. "Menjijikan," ujar Yohan sambil memasang wajah aneh. Bahkan ia langsung mengusap tangannya ke pakaian Xioba.
Yu hanya tertawa kecil. Dia duduk sambil memainkan ponsel. Yohan dan Xioba sudah tenang dan kini mereka tengah melirik kumpulan perempuan yang ada di perpustakan.
Tapi tanpa sengaja Yu berkontak mata dengan seorang perempuan. Sebenarnya perempuan itu bisa menjadi pusat perhatian karena penampilan yang berbeda dibanding yang lain. Tapi orang lain tidak berani menatapnya. Yu bahkan hanya menatapnya sekilas saja. Tatapan tajam yang mampu membuat orang merasa terintimidasi.
"Siapa wanita itu?" tanya Yu secara tiba-tiba.
"Siapa?" Yohan dan Xioba menatap Yu.
"Itu..." Yu hanya memberikan isyarat dengan mata saja. Kalau menunjuk secara langsung rasanya tidak sopan sekali.
"Jangan menatapnya!" Yohan langsung menutupi wajah dan menatap ke arah bawah.
"Kenapa?" Xioba kebingungan.
"Dia asisten Prof Takashi."
Xioba dan Yu sama-sama terkejut. Prof Takashi merupakan dosen yang paling menakutkan disini. Bahkan sangat sulit lulus untuk mata kuliahnya.
"Kalian berasal dari negara yang sama," ujar Yohan lagi.
Yu sudah menduganya. Dilihat dari wajahnya serta penampilannya.
"Pantas saja tatapannya tajam. Ternyata asisten Prof Takashi." Xioba menempelkan wajahnya di meja.
"Kenapa? Apa kamu pernah menyinggungnya?"
"Bukan begitu. Tadi sebelum masuk, kami tidak sengaja berkontak mata. Wajah dan tatapannya terlihat sangat menakutkan." Xioba harap ia tidak akan bertemu dengan wanita menakutkan itu di kelas.
Yohan terkekeh. "Sepertinya dia sangat cerdas sehingga bisa menjadi asisten Prof Takashi."
“Sepertinya begitu. Bahkan sebenarnya dia sangat cantik."
Yohan sepakat dengan perkataan Xioba. Tapi karena tatapannya menakutkan sehingga tidak ada pria yang berani mendekati.
"Apa kamu menyukainya?"
Yohan langsung menggeleng. "Lebih baik aku melajang selamanya," balasnya cepat.
Xioba tertawa kecil. "Bagaimana dengan kamu, Yu?"
Yu yang tadi tidak begitu tertarik dengan obrolan teman-temannya padahal ia yang awalnya bertanya langsung menatap Xioba. "Pada hakikatnya, wanita akan bersikap manis dan lembut didepan orang yang dia sukai."
"Ya ya ya, memang begitu. Tapi apa kamu menyukainya?"
"Tidak. Terlalu menakutkan untuk dijadikan pasangan hidup."
Yohan dan Xioba langsung tertawa. Bahkan mereka sempat ditegur oleh mahasiswa lain.