Bab 13

1547 Words
Toni baru saja keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan kaos hitam polos dan sebuah celana training. Tangannya sibuk menggosok rambutnya yang saat ini basah setelah keramas dengan sebuah handuk kecil. Setelah mengantar Raras pulang ke rumahnya tadi, Toni memutuskan untuk pergi ke Bar miliknya yang berada di area Jakarta Selatan dan menghabiskan harinya di sana. Selain untuk menenangkan diri, ia juga ingin melihat kondisi barnya sebelum akhirnya nanti ia tidak bisa terlalu sering datang ke sana setelah sudah resmi bekerja di perusahaan keluarganya. Hari Senin besok dirinya sudah akan secara resmi bekerja di perusahaan Mawardi Group sebagai Direktur Personalia, menggantikan Gerald yang saat ini sudah menjabat sebagai Direktur Utama. Hal ini dikarenakan Papanya serta Papa Gerald memutuskan untuk berhenti bekerja dan ingin menikmati masa pensiun mereka dengan beristirahat di rumah. Mereka selama ini hanya menunggu Toni menyelesaikan pendidikan S2 nya dan langsung berhenti begitu Toni sudah kembali ke Indonesia. Selesai mengeringkan rambutnya, Toni langsung membuang handuk kecil yang ia gunakan tadi ke dalam keranjang pakaian kotor. Ia kemudian hendak berjalan keluar dari kamarnya untuk pergi ke dapur melihat bahan yang bisa ia gunakan untuk menyiapkan makan malam. Baru saja tangan Toni hendak meraih gagang pintu kamarnya, bunyi dering ponsel menarik perhatian nya. Ia segera mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar dan berjalan menuju meja kecil di samping ranjangnya tempat ia meletakkan ponsel miliknya. Begitu benda pipih itu ada di tangannya, Toni mengerutkan alisnya tanda bahwa ia merasa bingung saat mengetahui bahwa yang menelponnya saat ini adalah Satpam di gedung apartemennya . “Halo,’ jawab Toni begitu sudah menekan tombol hijau dan menempelkan ponselnya ke telinga. “Halo selamat malam. Apa benar ini dengan Pak Antoni Mawardi, penghuni unit apartemen nomor 141?” Tanya Satpam yang menelpon Toni. “Benar pak dengan saya sendiri. Ada apa?” “Begini Pak Antoni. Saat ini ada seorang wanita muda yang sepertinya sedikit mabuk tengah duduk di depan lobby gedung apartemen dengan tubuh yang sempoyongan. Dia mengatakan bahwa namanya adalah Chilla Maharani dan ia adalah tunangan bapak. Apakah benar?” Toni langsung menghela nafas berat setelah mendengar alasan kenapa satpam apartemennya menelpon dirinya saat ini. Bahkan ia sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk terkejut dengan berbagai tingkah yang dilakukan Chilla. “Sedikit lagi saya akan turun untuk menjemputnya. Mohon bantuannya untuk menjaga dia sebentar,” pinta Toni. “Baik pak.” Toni segera memutuskan sambungan telepon tersebut dan kembali meletakkan ponselnya di atas meja di hadapannya saat ini. Ia kemudian segera berjalan keluar dari kamarnya dan langsung menuju pintu apartemennya lalu keluar dan pergi ke lantai satu untuk menjemput Chilla. Begitu Toni keluar dari unit apartemennya, dengan langkah buru-buru ia segera berjalan menuju lift. Sampai di depan lift Toni langsung menekan tombol untuk membuka pintu lift. Syukurnya adalah, ia tidak membutuhkan waktu lama untuk menunggu pintu lift tersebut terbuka. Toni segera masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai satu untuk pergi ke lobby gedung apartemennya. Setelah menunggu selama beberapa menit, pintu lift akhirnya terbuka begitu tiba di lantai satu. Toni segera berjalan keluar dari lift dan langsung berlari kecil menuju lobby gedung apartemen. “Itu tunangan aku udah dateng.” Toni akhirnya hanya bisa menghela nafas kasar sambil berusaha mengontrol nafasnya karena rasa lelahnya setelah berlari cukup cepat untuk sampai ke lobby apartemennya ini. Saat ini ia melihat Chilla yang tengah duduk di dekat tangga kecil di area lobby dengan diapit dua satpam di gedung apartemennya itu. “Selamat malam Pak Antoni Mawardi,” sapa kedua satpam yang menjaga Chilla itu. Toni tersenyum ramah pada kedua pria tersebut. “Makasih ya Pak udah dijagain,” ucap Toni. “Jadi benar ini tunangan anda Pak?” Tanya salah satu satpam memastikan. Toni memberikan anggukan pada mereka. “Tuh kan, apa saya bilang pak. Kan udah saya kasih tahu dari tadi kalau saya ini tunangannya Antoni Mawardi, tapi kenapa sih saya malah nggak diizin masuk,” gerutu Chilla di tengah kondisinya yang linglung karena pengaruh alkohol. “Maaf pak, kami nggak berani ngebiarin Mba ini masuk soalnya dia nggak punya kartu akses,” jelas satpam tersebut. Toni mengangguk paham. “Iya Pak nggak pa pa. kalau gitu saya bawa dia ke dalam ya pak." “Oh iya pak, silahkan," ujar satpam dengan nada ramah. Toni segera mendekati Chilla sambil menatap gadis itu dengan tatapan kesal. Ia kemudian menarik pergelangan tangan Chilla untuk membantu gadis itu berdiri. Karena kepalanya yang masih terasa berat dan pusing karena pengaruh alkohol, begitu berdiri tubuh Chilla tidak bisa menemukan keseimbangan dan akhirnya hampir jatuh kembali. Untungnya dengan cepat Toni segera menangkap tubuh Chilla ke dalam pelukannya untuk menahannya. Kondisi Chilla yang sepertinya terlihat sempoyongan saat ini membuat Toni menyadari bahwa ia akan kesulitan jika membiarkan Chilla jalan sendiri menuju unit apartemennya. Ia akhirnya menundukkan badannya dan segera menyelipkan satu tangannya ke bagian belakang lutut Chilla dan tangannya yang lain melingkar di belakang bahu Chilla sehingga tubuh wanita itu dalam beberapa detik sudah berada di gendongannya. Setelah berpamitan sekali lagi pada kedua satpam yang tadi menjaga Chilla, Toni segera membawa Chilla masuk ke dalam gedung apartemen. Ia langsung berjalan cepat menuju lift dan masuk ke sana untuk pergi ke lantai tempat unit apartemennya berada. Walau memang dirinya sedikit dipengaruhi oleh alkohol saat ini, Chilla masih memiliki sedikit kesadaran bahwa saat ini dirinya tengah di gendong oleh Toni. Ia menatap penuh cinta wajah Toni yang terlihat menahan kesal saat ini. “Pake apa kamu ke sini? Kenapa nggak langsung pulang ke rumah kamu?” tanya Toni dengan nada datar tanpa menatap Chilla sama sekali. “Aku pake taksi tadi,” jawab Chilla dengan suara serak. “Aku nggak mau pulang karena aku lagi kesel sama kamu. Tiap kali aku kesel sama kamu aku malah makin kangen sama kamu,” lanjutnya. Chilla kemudian segera mengangkat kedua tangannya dan memeluk erat leher Toni. “Aku pokoknya masih marah sama kamu yang ninggalin aku tadi,” gerutunya. Setelah mengatakan hal itu, ia memilih membenamkan wajahnya di ceruk leher Toni. Menikmati aroma tubuh pria itu yang terasa begitu memabukkan. Toni memilih tidak menanggapi perkataan Chilla yang tentu saja dipengaruhi oleh alkohol yang dikonsumsinya saat ini. Ia melanjutkan langkahnya keluar dari lift begitu pintu lift terbuka dan berjalan menuju pintu unit apartemen miliknya. Untungnya kunci pintu apartemennya bisa menggunakan password dan sidik jari, sehingga Toni tidak terlalu kesulitan membuka pintu apartemennya dalam keadaan Chilla yang berada di gendongannya. Begitu masuk ke dalam apartemen, Toni langsung berjalan ke arah kamar miliknya dan langsung menuju ke ranjang. Ia sedikit menundukkan badannya dan secara perlahan meletakkan tubuh Chilla ke atas ranjang. “Chilla lepasin pelukan kamu,” bisik Toni sambil berusaha menarik tangan Chilla yang saat ini memeluk erat lehernya. Chilla menggelengkan kepalanya sambil semakin erat memeluk leher Toni. Ia kemudian mengubah posisi tubuhnya yang tadinya berbaring menjadi duduk di atas ranjang pria itu. Tangannya pun masih betah memeluk leher Toni. “Pokoknya aku mau kamu tahu kalau aku masih marah sama kamu,” gerutu Chilla. Toni menghela nafas untuk menahan rasa kesalnya kemudian menatap Chilla dengan sorot mata lebih lembut. “Mending kamu istirahat sekarang, kita bicarain lagi besok,” bujuk Toni. Chilla menggeleng. “Yang ada bukannya bicara kita malah berantem terus. Kamu selalu saja lebih memilih untuk bela perempuan lain dibandingkan calon istri kamu.” “Aku sama sekali nggak membela siapa-siapa Chilla. Kalau kamu nggak nyari perkara duluan sama Raras, aku juga nggak akan marah sama kamu,” jelas Toni dengan nada lembut. Entah kenapa saat ini ia merasa sedikit tidak tega melihat tatapan sendu dari sorot mata Chilla. “Kalau aku sama Raras sama-sama tenggelam di laut, kira-kira siapa yang bakal kamu tolongin duluan?” Tanya Chilla. Toni mengerutkan dahinya merasa bingung dengan pertanyaan random yang diajukan Chilla secara tiba-tiba itu. “Ngapain sih nanya hal nggak penting kaya gitu?” “Udah jawab aja,” desak Chilla. Toni terdiam sebentar memikirkan jawabannya, setelah itu ia kembali menatap Chilla. “Yang pasti aku bakal nolongin kamu duluan Chilla, karena Raras bisa berenang sedangkan kamu nggak,” jawab Toni. Senyuman langsung muncul di bibir Chilla dan Toni yang duduk berhadapan dengannya saat ini tentu saja tidak bisa menyangkal bahwa wajah Chilla terlihat sangat cantik saat tersenyum seperti sekarang. Chilla segera memajukan wajahnya dan mengecup lembut bibir Toni. Wajahnya benar-benar menampilkan kebahagiaan dan rasa puas karena jawaban tunangannya itu. Ia kemudian mengeratkan pelukannya di leher Toni dan membenamkan wajahnya di ceruk leher pria itu. Tidak puas hanya menghirup aroma leher Toni, bibir Chilla mulai bergerak mengecup lembut kulit leher pria itu. Pergerakan bibir Chilla yang awalnya hanya kecupan lembut, perlahan mulai berubah menjadi isapan kuat. Toni adalah laki-laki normal. Pergerakan bibir lembut Chilla yang mengisap kuat lehernya tentu saja membuat tubuhnya bereaksi saat ini. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol dirinya agar tidak terpancing oleh godaan Chilla malam ini. “Chilla, lebih baik kamu istirahat sekarang,” pinta Toni dengan suara serak menahan sensasi di tubuhnya akibat bibir Chilla. Ia berusaha melepaskan pelukan wanita itu. Chilla sama sekali tidak mendengarkan perkataan Toni. Ia malah semakin bersemangat mengekspor seluruh area kulit leher Toni, sedangkan satu tangannya bergerak ke arah perut pria itu dan masuk ke dalam sela bajunya. Tubuh Toni bergetar hebat merasakan tangan lembut Chilla yang bergerak mengelus kulit perutnya. Seperti saat terakhir kali Chilla mabuk dan menginap di apartemennya, Toni yakin setelah ini dirinya akan kembali mandi air dingin seperti malam itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD