Toni saat ini sedang duduk bersama Raras di sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari tempat mereka belanja tadi. Di hadapannya Raras terlihat sibuk menikmati makanan miliknya sedangkan Toni terus saja memikirkan perkataan Gerald sebelum meninggalkannya tadi.
Raras yang tengah asyik makan tentu saja menyadari kalau Toni tengah melamun dan belum menyentuh sama sekali makanan yang ada di hadapannya.
“Kamu masih mikirin sepupu kamu tadi?” tanya Raras memecahkan keheningan di antara mereka.
Suara Raras yang bertanya pada dirinya tentu saja membuyarkan lamunan dari Toni. Ia segera memberikan senyuman tipis begitu menatap Raras.
“Aku hanya takut mereka berpikiran buruk tentang kamu,” jelas Toni.
Raras tertawa kecil mendengar kekhawatiran Toni padanya. “Aku mah udah biasa,” jawab Raras. Ia kemudian menunjukkan kepalanya. “Rambut aku aja ini udah banyak yang rontok karena tunangan kamu,” lanjutnya dengan nada bercanda.
Walau Raras terlihat bercanda, tetap saja Toni merasa tidak enak pada wanita itu. “Maaf ya,” ucapnya.
“Santai aja kali. Mungkin memang ini resiko jadi perempuan yang dekat sama kamu di saat kamu udah punya tunangan. By the way kapan rencana pernikahan kalian akan digelar?” Tanya Raras sambil meraih gelas minuman di samping piringnya.
“Bulan depan,” jawab Toni.
Perkataan Toni yang menjawab pertanyaannya tentu saja membuat Raras terkejut. Ia sampai tersedak oleh minuman yang baru saja diminum olehnya.
“Kamu nggak pa pa?” tanya Toni dengan nada khawatir melihat raras yang batuk-batuk di hadapannya.
Raras berusaha meredakan dulu batuknya sebelum kembali menatap Toni. “Cepet banget rencana pernikahan kalian. Aku pikir masih tahun depan dulu, soalnya kamu kan baru nyelesaiin S2 kamu dan baru aja mulai kerja di perusahaan.”
“Keluarga Chilla dan keluargaku nggak mau lebih lama lagi nunda pernikahan kami. Mungkin karena kami berdua udah cukup lama bertunangan,” jelas Toni.
Raras akhirnya memberikan anggukan paham. “Berat banget pasti buat kamu kan. Nikah sama orang yang kita cintai aja terkadang masih harus dipikirin mateng-mateng, apalagi sama orang yang nggak kita cintai.”
“Aku em…”
“Menurut aku nggak berat sama sekali kok, apalagi kalau kamu nikah sama orang yang cantik seperti aku,” ujar seseorang yang memotong perkataan Toni.
Kedua insan manusia yang duduk tersebut sama-sama terkejut begitu mendapati Chilla yang tiba-tiba sudah berdiri di depan meja mereka dan menatap tajam pada Raras. Chilla kemudian meraih kursi di samping Toni dan duduk di sana.
“Kamu ngapain di sini?” tanya Toni sambil menatap bingung Chilla.
“Emang salah kalau aku nyusulin tunangan aku ke sini?” ujar Chilla yang balas bertanya pada Toni.
Toni tentu saja sedikit kesal melihat tingkah Chilla saat ini, apalagi ekspresi wajahnya terlihat begitu santai menanggapi pertanyaan yang diberikannya. Ia kemudian menatap lekat pada Chilla dengan tatapan penuh peringatan. “Jangan coba-coba buat keributan di sini Chilla.”
“Siapa juga sih yang mau buat keributan di sini? Aku dateng cuma mau nyusulin kamu, sekalian mencoba mengakrabkan diri dengan sahabat kamu ini,” ujar Chilla sambil menekankan kata sahabat di kalimat yang ia ucapkan tadi dengan wajah yang menatap lurus pada Raras.
Toni terlihat memijat pelipisnya karena merasa sedikit pusing melihat tingkah Chilla yang menurutnya sangat kekanak-kanakan. “Pasti Kak Gerald kan yang ngasih tahu kamu kalau aku di sini?” Tanya Toni memastikan.
Chilla memberikan anggukan dengan santai. “Bener banget.”
“Kamu mau pesen makan juga Chilla?” Tanya Raras dengan nada ramah.
Chilla memberikan senyuman manis pada Raras sambil menggelengkan kepalanya. “Aku lagi nggak nafsu makan, soalnya mata aku lagi liat pemandangan yang nggak mengenakkan. Takutnya kalau aku maksain makan nantinya aku muntah lagi.”
“Chilla,” bisik Toni dengan nada tegas seakan memperingatkan wanita yang duduk di sampingnya ini untuk lebih menjaga sikapnya pada Raras.
“Kenapa kamu kesel gitu sih? Emang kamu berpikir apa dari maksud kalimat aku itu?” tanya Chilla dengan nada santai. Ia kemudian menunjuk ke arah jendela restoran di belakang Raras yang di luar sana terdapat tong sampah. “Pemandangan yang aku maksud itu tong sampah bukan Raras. Emang kamu pikir Raras itu sampah?” lanjutnya.
Toni bergerak meraih pergelangan Chilla berusaha menegur wanita itu untuk tidak semakin kurang ajar menyindir Raras, namun pergerakan Toni yang terlalu cepat membuatnya tidak sengaja menyenggol gelas minuman miliknya dan mengakibatkan cairan di dalam gelasnya itu membasahi celananya.
“Ya ampun Toni, harusnya kamu hati-hati dong,” ujar Chilla.
Toni segera berdiri dan berusaha mengebas celana serta kemejanya yang basah.
“Mending kamu ke toilet dulu buat bersihinnya,” saran Raras.
“Kali ini aku setuju sama dia,” tambah Chilla.
Toni mendengus kesal menatap Chilla, setelah itu ia akhirnya memilih berjalan menuju toilet. Meninggalkan kedua wanita tersebut di meja itu.
Setelah kepergian Toni, Raras memilih melanjutkan makanannya dan sama sekali tidak menatap ke arah Chilla. Hal tersebut berbanding terbalik dengan wanita di hadapannya ini, ia malah terlihat fokus menatap pergerakan Raras yang duduk di hadapannya.
“Gue masih berusaha untuk nyari, tapi kenapa masih nggak ketemu ya?” gumam Chilla yang masih menatap lekat pada Raras.
Perkataan wanita yang duduk di hadapannya tentu saja membuat Raras kebingungan. “Nyari apa?” tanya Raras penasaran.
“Nyari urat malu kamu,” jawab Chilla dengan nada tegas. Ekspresi wajahnya sekarang sudah menatap tajam pada Raras.
“Apa maksud kamu Chilla? Kamu tadi ngomong sama Toni kalau kamu kesini bukan untuk nyari keributan malah mau mencoba untuk mengenal aku. Tapi yang kamu lakukan sekarang malah menghina aku dari tadi.’
Chilla tersenyum sinis mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Raras.
“Emang gini kok cara aku mengenal orang-orang yang berniat jadi parasit di hidup aku,” jawab Chilla. “Kamu mungkin bisa berpura-pura menjadi cewek baik dan polos di hadapan orang lain, tapi kamu jangan mengira aku bisa kamu bohongi seperti mereka,” lanjutnya.
Raras memasang ekspresi bingung. “Aku sama sekali nggak ngerti maksud kamu Chilla.”
Chilla tertawa melihat respon Raras dan wajahnya yang terlihat kebingungan saat ini. “Kamu pikir aku ini bodoh dan nggak tahu keinginan kamu yang sebenarnya? Kamu hanya berpura-pura menjadi gadis baik di hadapan Antoni tunangan aku, berharap dengan begitu dia bisa tiba-tiba berubah mencintai kamu dan akhirnya mencoba menentang keluarganya untuk menikah dengan aku.”
“Aku sama sekali nggak pernah memiliki niat itu Chilla. Kamu pasti berpikir seperti itu karena perkataan aku yang tadi kan?” Tanya Raras. “Yang aku bilang ke Toni tadi hanyalah kebenarannya. Dia harus menikahi wanita yang nggak dia cintai, pasti itu hal yang berat buat dia. Sama sekali nggak ada niat dalam hati aku seperti yang kamu tuduhkan,” lanjut Raras menjelaskan.
“Kalau kamu emang beneran nggak punya niat lebih sama tunangan aku, harusnya kamu bisa memposisikan diri sebagai seorang perempuan. Setiap kali kamu butuh bantuan bahkan untuk belanja bulanan seperti ini, kamu dengan lancangnya malah meminta Toni, padahal kamu jelas-jelas tahu bahwa dia sudah bertunangan dan akan segera menikah,” ujar Chilla.
“Itu kar…”
“Aku bakal robek mulut kamu kalau sampai kamu bilang hubungan kami hanyalah sebuah perjodohan dan paksaan orangtua,” ucap Chilla menatap tajam pada Raras. “Bagaimanapun hubungan kami, dia tetap tunangan aku dan calon suami aku. Selama kamu mencoba berhubungan dan mencari perhatian pria yang sudah punya pasangan, itu tandanya kamu adalah pelakor.”
Raras tertawa sinis mendengar perkataan Chilla, ia kemudian menatap wanita di hadapannya ini dengan tatapan meremehkan. “Aku bener-bener muak dengerin omongan kamu yang terus bilang kalau kamu adalah tunangan Toni. Mau kamu tunangan Toni ataupun istrinya dia, nggak akan ada yang berubah Chilla. Dia akan tetap bersikap dingin dan nggak peduli sama kamu.”
Kedua tangan Chilla terkepal kuat, merasa kesal mendengar ucapan Raras yang terkesan meremehkan dirinya. “Kamu akhirnya nunjukin wujud asli kamu yang sebenarnya.”
Raras mengangguk sambil tersenyum tipis. “Nggak ada gunanya juga berpura-pura bersikap baik di depan orang yang notabene emang nggak suka sama aku. Toh yang deket sama aku Toni bukan kamu, jadi aku hanya perlu bersikap baik sama dia.”
Raras kemudian mencondongkan sedikit wajahnya mendekati Chilla. “Bahkan kalau kita berdua tenggelam di laut. Toni pasti akan lebih memilih menyelamatkan aku dibanding kamu Chila, karena kamu sama sekali nggak berarti buat dia,” bisik Raras sambil tersenyum meremehkan.
Chilla langsung berdiri dengan tatapan penuh kemarahan. Ia sudah akan melangkah maju menghampiri Raras karena sangat ingin merobek mulut wanita itu. Namun, pergerakan Chilla terhenti ketika sebuah tangan dari belakang mencengkram pergelangan tangannya kuat.
Chilla segera membalikkan wajahnya untuk melihat siapa yang mencoba menahan dirinya. Ia tentu saja langsung terkejut saat mendapati bahwa yang memegang pergelangan tangannya saat ini adalah Toni, yang sekarang tengah menatap tajam dan penuh amarah padanya.
“Udah aku bilang untuk nggak nyari keributan Chilla,” ucap Toni dengan nada tajam.
“Dia yang duluan menghina aku tadi,” jawab Chilla dengan nada kesal sambil menunjuk ke arah Raras.
Toni tentu saja tidak mempercayai perkataan Chilla.
“Jelas-jelas kamu yang dari tadi menghina dia, sekarang kamu malah menuduh yang sebaliknya.”
Raras tiba-tiba berdiri dengan ekspresi wajah yang terlihat sendu. Chilla tentu saja tahu jelas bahwa wanita itu tengah berakting saat ini.
“Udahlah Toni, aku bener-bener udah capek jadi bulan-bulanan tunangan kamu terus. Lebih baik aku pulang aja sekarang.”
Toni segera menghempas tangan Chilla yang tadi dicengkeramnya dan berjalan mendekati Raras. “Kamu pergi sama aku, jadi pulang juga sama aku,” ujar Toni penuh penekanan. Ia kemudian meraih pergelangan tangan Raras serta mengangkat belanjaan milik wanita itu.
Sebelum melangkah pergi Toni melihat sebentar ke arah Chilla. “Kamu ke sini sendiri tadi, jadi aku rasa kamu juga bisa pulang sendiri.”
Setelah mengatakan hal itu, Toni segera berjalan keluar dari restoran tersebut bersama Raras. Mereka meninggalkan Chilla yang saat ini menatap punggung keduanya yang menjauh dengan tatapan terluka.