Gerald terlihat mengemudikan mobilnya perlahan di sebuah kompleks perumahan yang sudah sangat sering ia datangi. Begitu dirinya akan mengarahkan mobilnya masuk ke halaman sebuah rumah, terlihat mobil lain yang juga memiliki tujuan yang sama dengan dirinya dan yang pasti ia tentu mengenal pemilik mobil tersebut.
Begitu mobil Gerald berhasil terparkir rapi di halaman rumah tersebut, ia segera keluar dari mobilnya dan menatap ke arah mobil yang masuk bersamaan ke dalam area halaman rumah tersebut bersamanya. Dari mobil tersebut terlihat Bagas sepupunya yang keluar dari sana.
“Istri lo lagi di sini?” Tanya Bagas ketika sudah berada di hadapan Gerald.
Gerald memberikan anggukan. “Ya gitu lah, kalau lagi ngambek pasti dia bawaannya bakal nyari bini lo mulu bro,” jawab Gerald.
Bagas tertawa geli mendengar gerutuan sepupunya itu. Walau sering bertengkar kecil, Bagas mengakui bahwa Gerald adalah tipe pria setia yang sangat mencintai istrinya.
Mereka berdua kemudian berjalan bersama memasuki rumah Bagas Mawardi.
“Btw, lo darimana? Tumben hari minggu kaya gini keluar.” Tanya Gerald.
“Ngecek lokasi syuting bentar sama sutradara, soalnya besok udah dimulai syuting buat film baru,” jawab Bagas.
Gerald memberikan anggukan paham mendengar jawaban dari sepupunya itu.
Keduanya akhirnya sampai di dalam rumah kediaman Bagas dan keluarganya. Gerald langsung tersenyum sumringah saat melihat istrinya yang tengah menggendong putri kecil mereka sambil duduk santai di sofa ruang tengah rumah Bagas dan Arum.
“Sayang,” panggil Gerald sambil berjalan menghampiri Dewi.
Begitu melihat suaminya yang datang mendekatinya dan kemudian duduk di sampingnya, Dewi langsung memasang wajah galak sambil menatap tajam pada Gerald.
“Ngapain dateng ke sini? Mending sana jalan-jalan pake mobil sport baru kamu itu,” ujar Dewi dengan nada ketus berniat menyindir suaminya.
“Sayang, udah dong marah-marahnya. Kan aku udah minta maaf. Janji deh aku bakal jual mobil sportku yang lama buat gantiin mobil yang baru kubeli,” ujar Gerald berusaha membujuk istrinya itu.
Dewi terdiam memikirkan perkataan suaminya itu, setelah itu ia menatap Gerald serius. “Beneran bakal di jual? Tapi aku mau kamu jual dua mobil yang lama.”
Gerald langsung saja terkejut mendengar permintaan Dewi. “Yang bener aja yang, masa langsung dua yang dijual,” jawab gerald merasa keberatan dengan permintaan Dewi..
“Ya iyalah harus jual dua. Kan harga mobil baru kamu itu dua kali lipat dari koleksi mobil-mobil kamu yang lama.”
Gerald akhirnya hanya bisa menghembuskan nafas pasrah dan memberikan anggukan pada Dewi. "Ya udah, ikut mau kamu aja deh,” jawab Gerald.
Bagas hanya bisa tertawa sambil menatap prihatin pada sepupunya itu.
“Loh, udah pulang Yah,” ujar Arum yang berjalan dari arah dapur, disampingnya juga ada Chilla bersamanya.
“Hay Bro,” sapa Chilla pada Gerald dan Bagas.
“Loh, si Chilla ngapain di sini?” tanya Gerald begitu melihat tunangan Antoni itu.
“Emang kenapa, aku nggak boleh main ke rumah calon kakak ipar?” Tanya Chilla.
“Kan Cuma nanya, jawabnya nggak usah ketus gitu dong.”
“Kamu dateng buat lihat konsep pernikahan sama model gaun pengantin bareng Mama dan Arum kan?” tanya Bagas menyela pembicaraan antara Gerald dan Chilla.
Chilla tentu saja langsung beralih menatap Bagas dan memberikan anggukan sambil tersenyum sumringah.
Ekspresi Gerald langsung berubah kesal setelah mendengar perkataan Bagas.
“Kampret emang si Toni. Tunangannya di sini sibuk mikirin konsep pernikahan, dia malah asik belanja sama cewek lain,” gerutu Gerald.
Perkataan Gerald tentu saja membuat semua orang yang bersama dengannya saat ini langsung terdiam karena terkejut.
Melihat Gerald yang tidak menyadari kesalahannya, Dewi segera menggeser duduknya agar semakin mepet dengan suaminya itu lalu mencubit keras pinggangnya.
“Auh sakit sayang,” ujar gerald sambil meringis kesakitan dan memegang pinggangnya yang terasa perih akibat cubitan istrinya. “Kenapa sih main cubit-cubitan segala?”
Dewi sama sekali tidak menjawab perkataan Gerald, ia hanya menatap tajam pada suaminya sambil menggerakkan matanya untuk menyadarkan pria itu kesalahan apa yang sudah ia perbuat.
Gerald tentu saja tidak paham apa yang salah dengan ucapannya. Ia memperhatikan Arum dan Bagas yang saat ini juga terlihat menatapnya dengan tatapan mengintimidasi, seakan tengah mengatakan bahwa ia sudah melakukan kesalahan besar.
“Mereka belanja dimana?” Tanya Chilla pada Gerald dengan nada datar. Ekspresi wajahnya saat ini terlihat sekali tengah menahan amarah.
“Udahlah Chilla, paling mereka udah balik kayanya,” ujar Arum berusaha menenangkan wanita itu.
Chilla sama sekali tidak merespon perkataan Arum. Tatapannya ,asih fokus tertuju pada Gerald untuk menunggu jawaban dari pria itu.
“Kak Gerald,” panggil Chilla dengan nada kesal karena pria itu sama sekali belum merespon pertanyaan darinya.
“Di mall biasa di Jakarta pusat,” jawab Gerald akhirnya.
Setelah mendengar jawaban yang ia tunggu, Chilla segera meraih tas miliknya yang berada di atas meja dan hendak berjalan keluar dari rumah Arum dan Bagas.
“Chilla, sebentar lagi Mama dateng loh,” teriak Arum berusaha mencegah Chilla untuk pergi.
Perkataan Arum membuat Chilla menghentikan langkahnya saat posisinya sekarang sudah berada di depan pintu rumah. Ia kemudian berbalik menatap kembai ke arah Arum.
“Kamu sama Mama aja yang tentuin tema pernikahan aku, selain itu aku rela make gaun apa aja intinya menikah dengan Antoni. Aku pergi dulu, karena masih ada urusan lain yang harus aku urus.”
Setelah mengatakan hal itu Chilla kembali melanjutkan langkahnya keluar dari rumah Arum dan Bagas.
Kepergian Chilla membuat tiga orang yang ada di ruang tengah langsung menatap tajam pada Gerald.
“Lain kali bisa nggak sih lo ngontrol mulut lo itu,” ujar Bagas.
“Emang susah dia tuh, kalau ngelakuin sesuatu nggak pernah bisa mikir dulu. Ini nih alasan aku suka kesel sama dia,” tambah Dewi yang ikut memarahi suaminya itu.
“Udah, udah. Percuma juga kalian marahin Gerald. Setelah aku pikir-pikir lagi, Gerald juga nggak salah kok untuk jujur kaya tadi. Mungkin aja dengan cara ini, Chilla bisa sedikit aja sadar dan mikir ulang apakah mau tetap melanjutkan pernikahannya dengan Toni atau nggak.”
Bagas memberikan gelengan. “Apapun kondisinya, aku yakin Chilla tetap dengan pendiriannya. Ambisi dia untuk jadi istri Toni terlalu besar.”
Gerald mengangguk setuju. “Yang dibilang Bagas tuh bener. Sih Chilla kayanya emang udah tergila-gila sama Toni, jadi gimanapun cara cowok itu memperlakukan dia tetep aja dia kebal.”
“Ini karena dia belum ngerasain capek aja tuh. Takutnya nanti pas Chilla udah capek, adik kalian yang brengs*k itu malah mulai membalas cinta Chilla. Aku bakal jadi orang pertama yang bakal mendukung Chilla buat berpisah sama Antoni kalau dia udah nyerah,” ujar Dewi penuh tekad.
“Husss, mulutnya. Orangnya aja belum nikah, masa kak Dewi udah doain pisah sih,” sela Arum berusaha memperingatkan.
Dewi mengangkat kedua bahunya santai. “Ya kan ini cuma dugaan Rum. Kalau ternyata setelah nikah Toni udah ngebales perasaan Chilla dan mereka hidup bahagia, aku juga bakal ikut seneng kok.”
“Udah-udah, berhenti ngomongin masalah Chilla dan Toni. Mending kita makan, aku udah laper,” ujar Bagas yang berdiri dari duduknya hendak menuju ruang makan. Ia tentu saja tahu bahwa istrinya pasti sudah menyiapkan makan siang untuk mereka.