“Biar aku saja yang urus masalah surat perjanjian ini. Kalau, para preman itu datang lagi langsung saja hubungi aku.” Arumi mengangguk tanpa mau melihat ke arah Elang. Dia terpaksa menerima bantuan dari Pria yang mati-matian dihindarinya. “Pipinya masih sakit?” “Udah enggak.” “Masih sering nangis?” “Enggak!” “Kerja tujuh hari dalam seminggu apa nggak capek, Rum? Kamu ini manusia bukan robot!” Arumi menghela nafas. Sebenarnya dia memang sangat lelah tapi tidak ada pilihan lain. Dia ingin segera melunasi hutang kedua orang tuanya agar kehidupannya tenang seperti sedia kala. “Kalau sudah selesai, Rumi mau masuk dulu bantuin Ibuk masak.” Elang tersenyum saat Arumi mau melihat ke arahnya meskipun hanya sekilas. “Masak yang banyak nanti aku makan lima piring.” “Hmmm ...” Arumi pergi