BAB 13

1281 Words
Habib sendiri berusia 5 tahun, bahkan tahun ini ia akan memasuki taman kanak-kanak. Melihat setiap tingkah lucu Habib, merupakan hiburan tersendiri bagi Fajar. Bahkan Fajar selalu gemas melihat setiap apapun yang dilakukan Habib, anak kecil memang terlihat manis sebelum menjadi dewasa. "Lama banget Fajar, ayo nanti telat." Fajar tersenyum kecil lalu berjalan memasuki mobil. "Mas Bayu kalau cape biar Fajar yang nyetirin," ucap Fajar karena ia tahu suami kakanya ini baru semalam pulang dari dinas ke luar kota. "Mas kuat kok, Habib cium Papa dulu dong biar tambah kuat." Habib yang mendengan ucapan papanya langsung mendekatkan dirinya ke papanya lalu mencium pipi papanya sekilas. "Ayo yuk, nanti kita telat." Fajar hanya diam menatap keluarga kecil kakanya yang sangat bahagia, tanpa Fajar sadari suatu saat nanti saat ia bercita-cita ingin membina rumah tangga sebaik rumah tangga kakanya ini dan juga mempunyai anak seperti Habib yang lucu. Kebahagiaan bagi Fajar sangat sederhana. Sadar akan pikirannya membuat Fajar tertawa kecil karena malah sosok itu yang terlintas di benaknya, sosok yang sudah beberapa hari ini selalu ia ceritakan kepada Allah di sepertiga malamnya. "Habib nanti yang nurut ya sama Om Fajar, nanti kan Mama mau cek adik kecil sama Om dokter oke?" Habib mengangguk setuju, inilah yang membuat Fajar menyukai Habib selain karena tingkahnya yang lucu juga karena Habib sangat penurut. "Sampai," ucap mas Bayu lalu mematikan mesin mobil. Fajar dan Habib keluar terlebih dahulu lalu diikuti oleh mama Habib dan Bayu. Fajar berjalan terlebih dahulu menggandeng tangan Habib, untungnya salah satu dokter kandungan di rumah sakit ini adalah teman SMA Fajar dulu sehingga cukup mudah untuk membuat janji temu. "Kak minjem buku buat data perkembangan kehamilan," ucap Fajar. Kakaknya langsung menyerahkan buku yang diminta oleh Fajar kepada Fajar. "Ini Sus," jawab Fajar. Karena ini memang jam pulang dokter kandungan jadi Fajar bisa masuk ke dalam tanpa antrian, Fajar menjelaskan kepada Bayu di mana ruangan pemeriksaan lalu mengembalikan buku yang tadi dipinjamnya. "Mas masuk dulu ya, nitip Habib." Fajar mengangguk memlerhatikan kedua kakanya itu berjalan dan terlihat serasi memang. Fajar dan Habib duduk di kursi yang berada di ruang tunggu, Habib sibuk dengan kartun yang ada di layar televisi berbeda dengan Fajar yang hanya menatap lalu lalang orang yang lewat. "Om, Habib haus." Fajar menatap Habib, "ayo kita beli minum." Habib mengangguk lalu mengikuti Fajar. Habib menghentikan langkahnya tiba-tiba membuat Fajar yang berjarak beberapa langkah dari Habib diam menatap Habib. Fajar mengikuti arah pandang Habib, ternyata Habib menatap ayunan yang di sana ada dua anak kecil sedang bermain. "Ayo Bib," ajak Fajar namun ucapan Fajar seperti angin lalu yang tidak mendapat respon dari Habib. "Habib, katanya haus. Ayo," ajak Fajar lagi, kali ini Habib mengangguk lemah mengikuti Fajar. Pandangan Habib masih mengarah pada kedua anak kecil yang sedang bermain itu. Fajar menghentikan langkahnya membuat Habib bingung, "Habib mau main ayunan?" tanya Fajar, sebenernyanya tidak tega melihat Habib terlihat murung. "Gak usah Om," jawab Habib lemah. "Habib main aja, ayo Om anterin. Tapi Habib harus janji sama Om gak boleh nakal dan harus nunggu Om balik, Om beli minumnya di siti." Fajar menunjukkan kantin yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. Mendengar ijin dari Fajar, Habib langsung mengangguk-angguk setuju. Fajar lalu berjalan mengantarkan Habib ke taman kecil yang ia lihat sedari tadi, " boleh main tapi janji jangan kemana-mana. Janji ya?" tanya Fajar lalu menyerahkan jari kelingkingnya ke hadapan Habib. "Janji," jawab Habib mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Fajar. "Ya sudah tunggu ya," ucap Fajar membiarkan Habib bermain dengan ayunan. *** Fajar kembali setelah hampir 10 menit mengantre di kasir, padahal masih siang dan bulan puasa kantin malah malah cukup ramai pembeli. Mungkin karena efek berada di rumah sakit. Fajar berjalan menuju taman tempat dimana ia membiarkan Habib bermain, namun saat kakinya meninjak rumput taman tidak ada satupun orang yang berada di taman baik itu Habib maupun kedua anak kecil tadi. Fajar menatap cemas ayunan yang bergerak sedikit karena tiupan dari angin, ia bingung kemana harus mencari Habib yang menghilang. Fajar melangkahkan kakinya melewati koridor-koridor yang cukup ramai, tepat saat ia melihat dua anak kecil yang bermain ayunan tadi Fajar berhenti lalu berjongkok di depan kedua anak kecel itu. "Halo, Om boleh nanya?" tanya Fajar ramah kepada kedua anak kecil yang ada dihadapannya itu. "Boleh, Om mau nanya apa?" jawab anak kecil perempuan dengan rembut yang di ikat ekor kuda. "Sisil gak boleh bicara sama orang yang gak di kenal, ingat pesan Mama. Nanti Mama marah," ucap anak laki-laki yang berada di sebelah anak perempuan tersebut. Meskipun anak laki-laki tersebut berbicara seakan ia berbisik kepada anak perempuan di sebelahnya namun ucapannya dapat di dengar jelas oleh Fajar. "Om gak akan berbuat jahat kok, om cuma mau nanya tadi saat kalian main di ayunan ada anak kecil laki-laki kan? Apakah kalian tahu dia pergi kemana?" "Ello liat Om!" saut anak laki-laki tersebut memberikam secercah harapan pada Fajar, sedangkan anak perempuannya di sebelahnya menatap Fajar dengan mata berbinar. "Ello liat? Boleh Ello tunjukan dia ke mana?" "Tapi Ello sama Sisil gak boleh pergi jauh Om." Fajar tersenyum kecil, "Ello tunjukin ke Om ya dia ke arah mana." "Ke arah sana," jawab anak laki-laki itu lalu menunjuk ke arah koridor bagian umum. Fajar mengangguk lalu berterima kasih sebelum akhirnya berjalan meninggalkan kedua anak kecil itu yang memperhatikan sosok Fajar yang semakin menjauh. Fajar terus mengecek setiap lorong yang ada di korodor umum, setelah hampir 15 menit ia berkeliling akhirnya ia menemukan sosok Habib yang tengah duduk bersama seorang perempuan. Fajar langsung berjalan mendekati Habib. "Habib," panggil Fajar yang membuat sosok Habib menoleh. "Om! Sini," panggil Habib dengan cengiran lebarnya. Fajar langsung memperbesar langkahnya berjalan mendekati Habib. "Kamu ngapain ke sini?" ucap Fajar dengan nada yang cukup tinggi membuat cengiran di wajah Habib menghilang. "Kan om sudah bilang tunggu Om datang, kalau kamu hilang gimana!" lanjut Fajar, Habib diam namun matanya memerah membuat Fajar sadar apa yang dilakukannya salah, ia harus maklum karena Habib anak kecil. Namun, Fajar hanya cemas setelah Habib menghilang kedua kalinya. "Maaf, sebaiknya jangan memarahi anak kecil ini. Tadi rencananya saya dan adik saya akan mengantar Habib setelah mengurus administrasi." Wanita yang duduk di sebelah Habib menatap sosok Fajar. Fajar menatap sekilas sosok itu namun tidak memperdulikannya. "Habib tadi ketemu sama Kakak yang nolongin Habib di Mall," ucap Habib lemah. "Ini kakaknya kak Salsa," lanjut Habib memperkenalkan wanit yang berada di sebelahnya. Fajar tertegun kaget lalu dengan secepat kilat ia mengendalikan ekspresi dinginnya lagi. "Itu Kakaknya," ucap Habib menunjuk ke arah belakang Fajar. Fajar mengalihkan pandangannya ke arah sosok yang ditunjuk Habib, sosok dengan gamis berwarna biru laut tanpa motif apapun. Apakah dia? Fajar kembali bergulat dengan pikirannya, apakah sosok yang dimaksud Habib adalah sosok yang sama di kampusnya? Fajar menunggu beberapa saat, untuk saat ini ia juga penasaran dengan sosok itu apakah ia sosok sama atau bukan. Fajar menanti jawaban atas pergulatan pikirannya, namun dering telepon mengalihkan pikirannya. "Halo kak," " .... " "Iya Kak, Fajar otw ke sana." " .... " "Iya - iya,," saut Fajar lalu menasukan ponselnya ke saku celananya. Fajar menarik napasnya dalam, saat seperti ini ia harus kembali merasakan penasaran akan jawaban yang ia tadi tunggu. Tapi mau tidak mau Fajar harus kembali lagi menemui Kakaknya. "Habib ayo kita pulang, Mama udah nunggu." "Tapi Habib mau ketemu kakak itu," jawab Habib menolak. "Nanti ya, sekarang kita pulang dulu." Fajar memberi pengertian pada Habib namun Habib langsung berdiri dari duduknya dan tanpa menjawab ucapan Fajar ia berlari ke arah sosok yang ia tunjuk. Saat sosok tersebut menatap Habib saat itu juga Fajar dibuat makin tertegun, jawaban atas pertanyaan serta pergulatan batinnya kini mendapatkan akhir. Sosok itu, sosok yang kini tengan berjongkok menatap Habib adalah sosok yang sama. Sosok yang pada akhirnya memberikan Fajar kunci akan teka teki yang telah mengusiknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD