BAB 12

1086 Words
Salsa berjalan menuju prodi kimia yang berada tepat di sebelah gedung prodinya. Salsa melangkahkan langkah kakinya melewati parkiran yang berada lantai dasar lalu menaiki tangga menuju lantai kedua. Salsa langsung saja berlari menuju pojok koridor lantai dua. Sama seperti penempatan ruangan di prodinya itulah sebabnya Salsa tahu bagaimana penempatan ruangan di prodi Kimia. Salsa membuka pintu ruang kesehatan prodi, mendorongnya kasar lalu meniti ranjang yang berada di sebelah kananya. Di sana kakaknya terbaring lemah, masih dengan memejamkan matanya. "Kamu saudaranya Resya?" tanya seseorang yang Salsa ketahui adalah salah satu dosen prodi kimia. Salsa mengangguk sambil tetap menatap kakaknya yang terlihat lemah. "Kamu adiknya atau kak--?" tanya dosen itu lagi namun dipotong oleh Salsa, "saya adiknya." "Sepertinya kakak kamu kini ten--" "Kak!" ucap Salsa dengan nada tertahan saat ia melihat mata kakaknya yang tadinya tertutup mulai terbuka secara perlahan. Salsa membantu kakanya yang kini tengah berusaha untuk bangkit dari tidurnya. "Istirahat aja dulu kak," ucap Salsa tertahan. "Kakak gak kenapa-kenapa. Kita pulang yuk," tutur Resya lemah. Salsa menatap khawatir kakaknya yang terlihat pucat, ia bahkan ingin menolak ajakan kakaknya untuk pulang sekarang karena sepertinya kakaknya sendiri masih butuh waktu untuk beristirahat. "Ayo," ucap Resya lemah. Salsa berjalan dengan membopong tubuh kakaknya, membiarkan dirinya untuk menjadi sandaran. "Kita ke dokter dulu yuk kak, biar kakak bisa dapet obat." Salsa terus membujuk kakaknya namun tetap saja, kakaknya ini keras pendiriannya belasan kali Salsa membujuk juga belasan kali ajakannya di tolak. "Kakak bisa makan obat yang ada di rumah kok," ucap Resya masih lemah. Salsa menyandarkan kepala kakaknya pada lengannya, untungnya taksi online yang ia pesan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai. "Kakak pusing Sal, nanti kalau sampai bangunin kakak ya." Salsa mengangguk menjawab ucapan kakaknya yang kini tengah memejamkan matanya. Salsa mengusap kening kakaknya yang berkeringan dengan sapu tangan, melihat kakaknya terlihat kesakitan membuat dirinya juga merasa kesakitan. Bahkan perjalanan ke kontrakan yang memakan waktu 15 menit pun tanpa terasa cepat berlalu. Salsa membayar taksi online, lalu membangunkan kakaknya yang masih terlihat tertidur namun jelas ada sorot kegelisahan di wajah kakaknya itu. Salsa mengusap lengan kakaknya lemah sambil tetap memanggil-manggil kakaknya. Perlahan mata kakaknya terbuka, setelah menyesuaikan dirinya selama beberapa saat Salsa berjalan ke luar terlebih dahulu lalu membukakan pintu untuk kakaknya. Ia juga menyampirkan tas kakaknya pada pundaknya, lalu kembali membopok kakaknya. Salsa membuka kunci pintu lalu mendorongnya perlahan. Ia membawa kakaknya menuju kamar lalu membaringkannya dan menyelimutinya. Setelah itu, ia berjalan menuju kamarnya lalu meletakkan barang-barangnya. Salsa berjalan menuju kamar mandi lalu mencuci mukanya, tepat saat ia keluar dari kamar mandi adzan magrib berkumandang. Salsa langsung menuangkan air putih kedalam gelas lalu membatalkan puasanya hari ini. Ia langsung mengambilkan segelas air untuk kakaknya lalu mengambil beberapa obat-obatan penurun panas dan penghilang demam. Salsa berjalan menuju kamar kakaknya, mendorong pintu lalu duduk di kursi meja rias yang berada di samping ranjangnya. Salsa memanggil kakaknya yang setengah tertidur, lebih tepatnya memejamkan mata. Karena saat membuka mata hanya pusing yang ia rasakan. Salsa membantu kakanya meminum air yang ia bawa dan memberikan obat-obatan yang tadi ia bawa untuk di makan oleh kakaknya. "Kakak istirahat dulu, habis Salsa sholat nanti Salsa masakin bubur." Resya mengangguk lemah, membiarkan Salsa keluar dari kamarnya sedangkan ia kembali memejamkan matanya. *** Setelah semalaman ia menjaga kakaknya hari ini keadaanya tidak cukup lebih baik dari kemarin. Tubuh kakaknya berkeringat sepanjang malam, membuat Salsa tidak bisa tertidur dengan nyenyak karena terus memantau keadaan kakaknya. "Sal," panggil kakaknya saat Salsa tengah membuat bubur untuk sarapan kakaknya pagi ini. Awalnya malah kakaknya berniat untuk tetap puasa apalagi ini adalah puasa di minggu terakhir namun kali ini kakaknya harus menuruti perintah Salsa meski harus dengan perdebatan panjang Salsa tidak peduli, yang ia pedulikan adalah kesehatan kakaknya. "Kak, kok bangun dari tempat tidur." "Kakak minta paracetamol ya, kakak ras--" Bruggg!!!! Belum selesai kakaknya berbicara, Salsa dibuat terkejut melihat kakaknya yang pingsan lagi. Ia langsung mematikan kompor lalu berlari menuju kakaknya. Salsa mengangkat kepala kakaknya menuju pangkuannya, namun tetap saja meski Salsa mencoba memanggil-manggil kakanya tetap tidak bangun. Saat Salsa merabah kening kakaknya ternyata panasnya semakin tinggi. Salsa langsung memesan taksi online untuk membawa kakaknya ke rumah sakit, dengan sedikit tertatih Salsa membopong tubuh kakaknya dan membaringkannya di sofa ruang tamu. Salsa berjalan menuju kamarnya lalu dengan cepat memasukan dompetnya ke dalam tas kecilnya. "Sal," panggil Resya lemah. Salsa yang mendengar panggilan itu langsung berlari menuju kakaknya yang masih terbaring lemah . "Sal kakak kok--" belum selesai Resya berbicara dengan tertatih dirinya berjalan menuju kamar mandi dan memuntahkan cairan karena memang semalam kakaknya itu tidak banyak memakan bubut yang fibuat oleh Salsa. "Keluarin kak," ucap Salsa sambil mengoleskan minyak kayu putuh di lehernya dan memijatnya. Setelah cukup baikan Salsa membantu kakaknya berjalan menuju sofa lagi. "Kak taksi online nya udah datang, ayo kita ke rumah sakit. Ayo Kak," ajak Salsa membantu kakaknya berdiri, kali ini kakaknya tak banyak menolak mungkin karena terlalu lemah dan juga setengah tersadar. Dengan bantuan bapak supir taksi online Salsa di bantu membukakan pintu sehingga ia bisa dengan perlahan membaringkan kakaknya di kursi penumpang. Lalu Salsa menutar lalu menbuka pintu, ia perlahan menaikan kepala kakaknya lalu dengan sigap duduk dan meletakkan kepala kakaknya pada pahanya menjadikan pahanya sebagai bantal. *** "Habib, Om Fajar mana?" Sosok anak kecil yang tengah sibuk dengan mainan mobil-mobilan itupun menatap mamanya bingung. Ia menggelengkan kepalanya lalu kembali sibuk dengan mobil-mobilan di tangannya. "Ayo panggil Om Fajar dulu di kamar, Mama mau lihat Papa dulu." Habib yang mendengar perintah dari mamanya langsung bangkit dari duduknya. Dengan semangat ia berjalan menuju ruangan dengan pintu kayu berwarna coklat lalu dengan sedikit kesulitan karena berjinjit ia akhirnya berhasil membuka pintu dari luar. Habib langsung memasuki ruangan dengan nuansa biru langit, menatap ke sekelilingnya mencari sosok Om kesayangannya. Namun tetap ia tidak menemukan sosok Omnya tersebut, lalu saat ia hendak membalikan badannya ia begitu kaget melihat sosok tinggi yang memakai topeng Iron Man. Habib berjalan mundur beberapa langkah dari sosok tersebut, sebelum akhirnya menyadari siapa sosok yang berada di balik topeng tersebut. "Kekuataaannn Iron Man!!!" teriak Habib lalu berjalan menuju sosok tersebut. Berbeda dengan Habib yang dengan semangat berlari menuju sosok tersebut, malah sosok tersebut langsung membawa Habib ke dalam pelukannya. Bahkan, ia mengangkat tinggi tubuh Habib hingga Habib mampu melepas topeng yang menutupi wajah sosok dijadapannya itu. "Om Fajarrr!!!!" jerit Habib senang, Fajar langsung kembali mengangkat Habib tinggi mengukirkan senyuman lebar di kedua sudut bibir Habib. "Habib, Om Fajarnya mana! Hayo Papa udah nungguin, Habib," teriak mama Habib dari lantai bawah. "Om, ayo pergi. Nanti Mama marah," ucap Habib yang nasih tetap berada dalam gendongan Fajar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD