"Gila! ini benar - benar gila! sebenarnya apa yang sedang terjadi? hah...Natasya Aara bisa - bisanya berbuat demikian." Ucap Zaki dalam hatinya yang merasa patah hati dan juga tertipu oleh kepolosan Aara yang selama itu sudah berhasil mengambil hatinya, bahkan sampai membuat Zaki tergila - gila pada bu guru teman mengajarnya itu. Lalu terdengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali. Segera saja Zaki menyeimbangkan duduknya, ia melihat Aara dan Zen baru datang dengan makanan di kedua tangan Zen.
"Kami pulang dulu bu...selamat malam..." ucap Zaki sembari menarik tangan Zen begitu saja dan mengajak temannya itu pergi dari sana.
"Eh tunggu Zak...aku berikan makanan ini pada bu Aara saja ya...kita kan sudah makan tadi." Ucap Zen pada temannya itu lalu berlalu masuk kembali kedalam rumah Aara dan memberikan makanan itu pada Aara, baru Zen berpamitan dengan benar pada bu Aara dan pergi dari sana, namun Zen sudah tidak dapati Zaki di luar pintu rumah Aara, Zaki sudah ngibrit pergi begitu saja dari sana.
"Apa yang salah pada Zaki? jangan - jangan...Zaki benar - benar sudah bertemu dengan tunangannya bu Aara ya tadi? kan tadi dia di rumah berdua saja dengan tunangan bu Aara!" ucap gerutu Zen di sepanjang jalan saat ia mencoba menyusul Zaki yang sudah teramat jauh jalannya, hingga Zen menghentikan langkahnya, saat ia dapati Zaki berdiri mematung di area yang akan di bangun perhotelan atau sebuah Resor di area tersebut, karena area tersrbut lumayan dekat dengan rumah Aara, hanya berjarak lima belas menit saja jika berjalan kaki dari rumah Aara. Ternyata Zaki tengah menatap baliho di tanah yang akan di dirikan Resor tersebut.
"Putra Erlangga!" ucap Zaki lirih yang Zen dengar saat itu, membuat Zen menepuk pundak temannya itu disana.
"Ada apa Zak? kenapa kamu tiba - tiba pergi begitu saja tadi? duh...tidak sopan tahu Zak!" ucap Zen pada temannya itu.
"Orang yang ada di poster baliho itu sepertinya mirip dengan tunangan bu Aara ya pak?" tanya Zaki lirih pada temannya, dan samar - samar Zen memang mendengarnya.
"Saya belum melihat tunangan bu Aara lo Zak..." ucap Zen pada temannya itu.
"Kamu percaya pak? bahwa bu Aara sudah bertunangan?" tanya Zaki begitu kaget pada sahabatnya itu. Dengan kedua mata menatap lekat dan kedua tangan yang menggenggam kuat lengan tangan Zen disana.
"Tidak percaya sih jika orang lain yang bilang, masalahnya bu Aara mengakuinya sendiri Zak...makanya mau tidak mau aku harus percaya!" ucap Zen yang membuat Zaki terdiam, pegangan tangannya yang tadi kuat menjadi mengendur seakan lemas tidak bertenaga.
"Kenapa nasibku seperti ini sih pak? sekalinya dan pertama kalinya jatuh cinta, menyukai seseorang, eh...sudah langsung patah hati, sebenarnya sejak kapan bu Aara mempunyai kenalan lelaki? aku tidak pernah tahu! lalu kapan pacarannya? toh setiap hari ia berkutat dengan murid - murid dan pelajaran saja, berangkat pagi pulang sore setelah memberi tambahan les...kok bisa tunangan? lalu kenapa saat tunangan kita tidak ada yang di undang? aneh tidak sih pak? aku harus mencari tahu kebenarannya!" ucap Zaki dengan mantapnya.
"Sudahlah Zak...sabar saja...mundur saja...nyari yang lain lagi, toh di luaran sana masih banyak wanita cantik yang kelak kamu jumpai, atau...gadis yang sudah kelihatan oleh mata? yang sudah tergila - gila padamu Zak!" ucap Zen yang mencoba menghibur temannya disana.
"Maksud kamu apa sih Zen?" tanya Zaki balik karena tidak mengerti apa yang temannya itu katakan.
"Rena Zak...bu Rena...dia cantik...lebih modis dari bu Aara, dia juga pintar...tapi tidak pekerja keras sih..." ucap Zen pada temannya, karena Zen lebih sering di limpahi tugas bu Rena daripada di bantu oleh bu guru cantik itu.
"Tidak pak Zen...dia terlalu manja dan kekanak - kanakan pak...akh sudahlah...nanti pasti akan aku usut lagi pak, ayo pulang..." ucap Zaki pada temannya itu, sedangkan di tempat Aara, Aara segera menuju ke kamarnya, setelah menyiapkan makan malam gratis untuknya dan untuk Angga.
"Ngga! ayo makan malam...kita makan enak malam ini, tadi di belikan sama paka Zaki dan pak Zen...ayo..." ucap Aara sembari membuka pintu kamarnya, dan terlihat lelaki itu sudah berganti pakaiannya dengan pakaian biasa, yaitu kaos oblong dan celana boxer seatas lutut. Karena memang Aara hanya mempunyai itu saja, itu pun milik pacar Niken yang ia bawa kesana kemarin, akhirnya Aara berikan pada Angga.
Namun saat itu Angga malah berhambur memeluk tubuh Aara di ambang pintu.
"Maaf Ra...maafkan aku ya..." ucap Angga dengan suara lirih seakan berbisik disana, namun Aara tidak mengerti ia pikir tidak terjadi apa - apa tadi saat ia tinggal keluar.
"Ada apa Angga? apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Aara yang penasaran di buatnya.
"Jujur aku akan berkata jujur, tapi jangan marah ya?" ucap Angga yang merasa harus berkata jujur pada gadis yang ia sukai itu. Sembari mengendurkan pelukannya dan sedikit menunduk menghadapkan wajahnya tepat di depan wajah Aara disana, kedua matanya menatap lekat mata gadis itu.
"Iya..aku tidak akan marah, apapun yang sudah terjadi kan sudah lewat Ngga, ada apa sih?" tanya Aara lagi disana.
"Emmmb...tadi saat kamu keluar...lelaki yang ada disini, tiba - tiba memaksa masuk kedalam kamar ini, dan dia melihat aku ada disini, dia terlihat sangat kaget saat itu, tapi...aku bisa mengendalikan suasana kok, dia tidak tahu siapa nama aku, tidak tahu seluk beluk tentang aku, yang dia tahu...aku adalah tunangan kamu, orang yang tinggal satu rumah denganmu dan tidur di tempat tidur yang sama denganmu, apa itu akan mempengaruhi pekerjaanmu Aara?" ucap Angga yang menerangkan disana, dan Aara hanya mengangguk - angguk tanpa ekspresi, Aara berpikir bahwa apa yang Angga katakan itu tidaklah membuatnya sulit, bahkan saat itu Angga melihat gadis di depannya tidak lah kaget seperti apa yang Angga bayangkan sebelumnya, Aara malah terlihat begitu tenang dan seolah bisa memahami situasi yang Angga alami saat Aara pergi tadi.
"Kamu baik - baik saja?" tanya Angga yang merasa khawatir pada gadis yang sudah menawan hatinya itu. Aara pun hanya mengangguk saat Angga bertanya demikian padanya.
"Iya Ngga aku baik - baik saja kok, sebelum kamu khawatir...aku beneran baik - baik saja, dan tadi pun andai tidak ketahuan pak Zaki disini, di jalan juga sudah ada ibu - ibu tetangga yang menanyakan tentang keberadaan kamu, otomatis aku pun menjawab bahwa kamu adalah tunangan aku Ngga, maaf ya...aku tidak tahu lagi harus berkata apa selain itu, karena kalau aku bilang kita hanya pacaran saja...jelas kamu tidak boleh tinggal lama - lama disini Ngga...dan aku khawatir jika terjadi sesuatu padamu." Ucap Aara dengan jujurnya.