Tak ada kecupan, tak ada ucapan terima kasih dari bibir William. Setelah dia selesai menggagahi Flo. Kini dia berbaring di sebelah Flo, mencoba mengatur napas dan juga jantungnya yang masih berpacu cepat.
"Mau kemana kamu?" Suara barito William membuat Flo tersentak kaget. Membuat Flo terhenti sejenak, untuk bangkit.
"Membersihkan area intiku," jawab Flo singkat.
Flo beranjak bangkit kembali. Namun, tak lama kemudian dia meringis kesakitan. Merasa nyeri di area sensitifnya.
"Apanya yang enak? Rasanya sakit begini. Mengapa Teman-temanku bilang enak. Aneh," gerutu Flo pelan. Namun, William masih bisa mendengarnya.
Awalnya, William terlihat cuek. Dia hanya memperhatikan Flo yang berjalan tertatih, karena ulahnya. Namun akhirnya, dia mengikuti Flo ke kamar mandi.
Alangkah terkejutnya Flo, saat melihat William sudah berdiri di depan pintu. Saat dia hendak menutup pintu kamar mandi. Padahal tadi, William masih berbaring di ranjang.
"A—Anda mau apa, Tuan?" Tanya Flo.
Wajahnya Flo terlihat tegang. Dia takut, kalau William menerkamnya kembali. Dia masih merasakan nyeri.
"Mau melakukan apa yang saya inginkan," jawab William dengan santainya, dan menerobos masuk ke dalam.
Flo spontan berteriak dan menutup matanya. Saat tak sengaja melihat milik William yang sudah berdiri tegak. Siap menerkamnya lagi.
"Berisik sekali kamu ini, berteriak di telinga saya! Membuat telinga saya sakit saja. Padahal tadi kamu sudah merasakannya," William berkata sinis.
"A—aku mohon Tuan, jangan lakukan sekarang! Area sensitif aku masih terasa nyeri," pinta Flo dengan wajah memelas, dan justru membuat William menjadi gemas memandang wajahnya.
William tak mengindahkan ucapan Flo, dia justru menyerang bibir Flo kembali. Sepertinya, dia sudah mulai kecanduan. Namun, dia belum mengakui perasaannya kepada Flo.
Seperti biasanya, dia selalu b*******h. Flo terpaksa membuka mulutnya, karena William menggigit bibir bawahnya. Ternyata, William belum merasa puas. Dia tarik tengkuk Flo, untuk memperdalam ciumannya.
"Cukup bagus. Sudah mulai ada perkembangan," ucap William tanpa ekspresi. Flo terlihat memutar bola matanya, karena malas mendengarnya.
"Kita mandi, dan bersiap! Setelah itu, saya akan mengajak kamu makan malam. Saya yakin, pasti perutmu sudah lapar." William berkata kembali.
Flo tampak memandangi wajah William yang sedang mandi di bawah guyuran shower. Dia pun mengakuinya, kalau wajah suami kontraknya itu sangatlah tampan. Meskipun usianya terpaut jauh dengannya.
"Jangan terlalu lama memandang saya! Ingat, tak ada cinta diantara kita! Setelah kamu melahirkan anak untuk saya, kamu harus pergi dari hidup saya," kata William dengan sombongnya.
Dia sudah selesai mandi. William pergi meninggalkan Flo begitu saja, keluar dari kamar mandi. Hal itu membuat Flo berdecak kesal.
"Cepat kamu mandi! Saya tak ingin menunggu terlalu lama," teriak William dari luar.
Dengan perasaan kesal, Flo akhirnya segera menyelesaikan mandinya, dan segera keluar memakai bathrobe.
"Cepat sedikit! Perut saya sudah lapar," seru William.
Flo harus bersikap sabar menghadapi sifat dingin William. Dia berharap, dirinya bisa segera hamil. Dengan seperti itu, dia bisa segera terbebas dari beruang kutub itu. Julukan yang Flo berikan untuk William.
William tampak menggandeng tangan Flo, sejak keluar dari kamar hotel. Flo hanya mengikutinya saja. Meskipun dia merasa risih. Selama dalam perjalanan, William hanya diam. Flo pun melakukan hal yang sama. Dia lebih senang menatap ke arah luar jalanan. Sampai akhirnya mereka sampai di sebuah restoran mewah.
Mereka turun dari mobil, dan William menggandeng tangan Flo masuk ke dalam restoran itu. Flo merasa tak percaya diri, berada di lingkungan kelas atas. Dia harus sadar, dengan siapa dia saat ini.
"Jangan menunduk, kamu adalah istri saya! Istri pengusaha hebat," bisik William. Flo pun mengangguk lemah.
Suasana di restoran itu begitu romantis. Alunan musik biola, menambah keromantisan mereka. Posisi Flo duduk berhadapan dengan William. Dia terlihat grogi.
"Nikmati semua yang saya berikan sekarang! Belum tentu, nantinya kamu akan merasakannya lagi. Setelah tak bersama saya," ucap William.
Sakit? Tentu saja. Tapi, itu memang kenyataan. Dia harus sadar siapa dirinya. Mereka kini sudah berada di sebuah private room. William sengaja memberikan surprise untuk Flo.
"Apa kamu menyukainya? Saya sengaja melakukan ini. Agar kamu tak merasa begitu buruk, menikah dengan saya. Ya, meskipun saya tak akan pernah mencintai kamu." William menekankan status mereka.
"Terima kasih surprisenya. Aku menyukainya," jawab Flo singkat. Dia tak ingin memperpanjangnya.
'Andai saja, orang yang melakukan ini adalah orang yang mencintaiku. Aku akan menjadi wanita yang beruntung di dunia ini. Tapi sayangnya, aku harus mengubur perasaan itu," batin Flo berkata lirih.
Suasana terlihat kaku. Sepanjang makan malam, baik Flo maupun William terlihat hanya diam. Mereka sibuk dengan makanannya. Sesekali William hanya melirik ke arah Flo yang terlihat cuek kepadanya.
Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa bucket bunga yang cantik, dan sebuah kotak kecil berwarna merah. Jo sudah menyiapkan, sesuai perintah dari William.
"Ini buat kamu," ucap William yang memberikan bucket bunga itu untuk Flo.
William beranjak bangkit dari tempat duduknya, dan berjalan menghampiri Flo. Dia raih tangan Flo, dan dia pasangkan sebuah cincin yang begitu cantik di jari manis sebelah kiri Flo. Karena jari manis sebelah kanan Flo sudah terpasang cincin pernikahan mereka.
Ingin rasanya Flo meneteskan air matanya. Dia tak menyangka, kalau William akan melakukan itu padanya. Berkali-kali Flo menelan salivanya.
"Terima kasih. Ini sangat cantik," ucap Flo terdengar berat. Dia mencoba menahan untuk tidak menangis.
Tak ada jawaban dari William. Dia justru memilih duduk kembali di kursinya.
"Semua yang saya berikan itu, milik kamu. Kamu boleh menjualnya, jika nanti kamu membutuhkan uang saat tak bersama saya."
Rasanya seperti tertusuk pisau belati. Sakit, tapi tak berdarah. Ucapan William begitu menyayat hati wanita cantik yang masih berstatus istrinya.
'Sadar Flo! Sampai kapanpun dia tak akan pernah mencintai kamu! Hilangkan perasaan berlebihan kamu untuknya. Apa yang dia lakukan kepadamu, hanya sebuah status. Tak ada cinta untukmu,' kata Flo dalam hati.
Paling tidak, dia pernah merasakan di posisi saat ini. Merasakan seorang laki-laki memberikan surprise yang begitu romantis di hidupnya. Dia pandangi ruangan itu detik demi detik. Ruangan itu sudah di dekor begitu indah. Di sana juga terdapat lilin yang di susun bertuliskan I Love You My Wife.
Mereka sudah selesai makan, William langsung mengajak Flo pulang. Kembali ke hotel tempat mereka akan bermalam. Mereka sudah dalam perjalanan menuju hotel kembali. Kali ini, mereka terlihat berjalan masing-masing. Tak ada sikap romantis yang dilakukan William kepada Flo.
"Aku yakin, suatu saat nanti Tuan William, akan jatuh cinta pada Nyonya Flo," ucap Jo.
Dia sudah melajukan mobilnya kembali menuju apartemen tempat dia tinggal. Dia hanya menurunkan tuan dan istri tuannya di lobby. Dia akan selalu siap siaga, saat bosnya membutuhkannya.