Bab6. Unboxing

1078 Words
Serangkaian pemberkatan sudah selesai dilakukan. Satu persatu orang-orang yang hadir di sana pamit pulang. Termasuk kedua orang tua William. Pasangan pengantin yang beberapa jam mengucap janji sehidup semati kini sudah berada di kamar pengantin mereka. Flo mengucap kagum dalam hati. Kamar itu sangat mewah dan indah. Seakan dia kini berada di dalam dongeng. "Mulai hari ini sampai anak itu lahir, kamu adalah istri saya. Ikuti semua perintah saya, dan jangan buat saya marah!" William berkata sinis, Flo hanya menganggukkan kepalanya. Dia malas berdebat. "Saya ingin berdansa. Apa kamu bisa berdansa?" Ujar William. Flo menggelengkan kepalanya, karena dia memang belum pernah melakukannya. William menginginkannya. Dia mulai mengarahkan apa yang harus Flo lakukan. Perlahan, Flo mulai mengikutinya. Alunan musik, mengiringi mereka. Suasana terasa begitu romantis. William sejak tadi menatap lekat wajah cantik wanita yang sudah resmi menjadi istrinya. Hal itu membuat wajah Flo memerah, dia merasa gugup. Bahkan rasanya sangat berbeda, saat dia bersama Devan. "Apa saya sudah boleh memintanya sekarang? Lebih cepat, justru lebih baik. Setelah itu, kamu bisa bebas pergi dari hidup saya," kata William. Sakit rasanya mendengar penuturan William. Tapi, Flo harus ingat perjanjian awal dia dengan William. Tidak ada cinta yang tulus untuknya. Perlahan wajah William mendekat. Dia mulai mencium bibir Flo dengan penuh kelembutan. Kemudian, menarik tengkuk Flo untuk memperdalam ciumannya. Kali ini Flo meresponnya. Apa yang dikatakan William memang benar. Lebih cepat, lebih baik dia mengandung anak William. Setelah itu, dia akan terbebas dari hubungan ini. "Apa tuan bisa melakukannya dengan pelan-pelan? Aku belum pernah melakukannya," pinta Flo dengan wajah memohon. "Kamu hanya perlu menikmatinya saja! Awalnya memang sakit. Tapi, lama kelamaan, pasti kamu akan menikmatinya," jawab William. Keduanya kini sudah sama-sama polos. Flo terlihat malu-malu. Ini pertama kalinya dia seperti itu di depan seorang laki-laki. "Jangan ditutupi! Saya memiliki hak untuk melihat dan menikmatinya," seru William, yang masih saja bersikap dingin. Tubuh Flo gemetar. Dia tampak meringis, kala melihat benda tumpul milik William yang b baginya menyeramkan. "Tuan, apa kita bisa menundanya dulu? A—aku, belum siap," ungkap Flo ragu-ragu. Membayangkannya saja, Flo sudah merasa takut. Bagaimana nanti milik William akan menerobos mengobrak-abrik miliknya. Tentu saja William menolaknya. Hasratnya sudah meninggi, dia sudah tidak mampu menahannya lagi. "Mana mungkin saya menundanya lagi, disaat milik saya sudah bereaksi. Lihatlah, dia sudah berdiri tegak! Butuh pelepasan. Jangan buat mood saya menjadi buruk!" Sarkas William. Flo hanya bisa pasrah. Memberontak pun rasanya sudah tidak bisa. Dia sudah menjual tubuhnya kepada William. "Dia akan mengambil keperawananku yang selama ini aku jaga," ucap Flo dalam hati. Air matanya menetes satu persatu. "Jangan menangis! Saya tidak butuh tangisanmu! " William membentak Flo. William menjadi marah, karena sikap Flo membuat dia kesal. Hingga akhirnya William menghentikannya. Dia langsung beranjak turun dari tubuh Flo. "Kamu itu harus sadar, siapa diri kamu! Kamu hanyalah w************n, yang sudah saya beli untuk mengandung benih saya. Secepatnya kamu harus hamil. Setelah itu, kamu bisa pergi dari hidup saya! Saya muak dengan pernikahan ini. Saya tidak akan pernah mencintai kamu." William berkata sombong. Dia langsung ke kamar mandi, untuk membersihkan miliknya. Hati Flo terasa sakit mendengar penuturan William. Dia merasa terhina. "Aku memang w************n, yang menjual tubuh dan rahimnya demi uang." Flo berkata lirih. William keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat sinis. Dia langsung menghampiri Flo yang masih berbaring di ranjang. "Mau apalagi kamu di sana? Sudah sana cepat pakai, pakaian kamu! Kali ini, kamu bisa terbebas. Tapi, tidak nanti." William berkata kasar. Dia merasa kesal, karena belum mendapatkan pelepasan. Moodnya menjadi buruk. Tidak sedikitpun dia bersikap manis kepada Flo. William memperlakukan Flo dengan kejam. Flo beranjak turun dari ranjang, dan menutupi tubuhnya dengan selimut. "Jangan tidur di ranjang, jika kamu mau tidur! Saya tidak ingin berbagi ranjang, jika bukan untuk bercinta!" Di dalam kamar mandi, Flo menangis kembali. Dia tidak menyangka kalau William akan sekejam itu padanya. "Aku harus membuang perasaanku, ingin bahagia. Kamu harus sadar Flo, siapa diri kamu sekarang! Kamu hanyalah seorang jalang!" William sudah berbaring di ranjang, dan memejamkan matanya. Hendak tidur. Flo keluar dari kamar mandi. Pandangannya langsung mengarah ke William yang sudah memejamkan matanya. Akhirnya, Flo membaringkan tubuhnya di sofa. Perlahan, dia pun tertidur. Udara saat itu begitu dingin. Di luar sana hujan sangat deras, ditambah dinginnya AC di kamar mereka. Flo sampai tidur meringkuk, karena kedinginan. Jam menunjukkan pukul 06.00 sore, William terbangun lebih dulu, dan dia melihat Flo yang sedang tertidur nyenyak. Melihat Flo yang tidur kedinginan, dia menjadi tidak tega. Flo tersentak kaget, saat William menggendongnya ala bridal style. Spontan Flo melingkarkan tangannya di leher William. Netra mereka bertemu. William meletakkan Flo secara perlahan. Untuk kali ini dia tidak bisa menahannya lagi. Flo hanya bisa pasrah, saat William melucuti pakaiannya. Keduanya kini sudah sama-sama polos. "Saya tidak ingin dengar penolakan kamu lagi!" William berkata ketus. Flo hanya menganggukkan kepalanya. William langsung mencumbunya dengan penuh gairah. Dia sampai menggigit bibir bawah Flo, karena Flo tidak mengerti. "Ciuman kamu sangat kaku. Nikmati permainan kita! Agar kamu bisa cepat pintar," protes William. Terlihat jelas, kalau Flo belum pernah melakukan apapun dengan laki-laki lain. William merasa senang, karena dia yang pertama kali merasakannya. "Puaskan Saya!" pinta William. Dia langsung membaringkan tubuhnya di ranjang. Meminta Flo memanjakan miliknya. Flo terlihat menyimak, apa yang dikatakan William kepadanya. Flo murid yang pintar. Dia langsung bisa pintar memuaskan William. Mata William sudah terlihat merem melek, merasakan nikmat. Dia pun sudah mendesah. William sudah tidak mampu menahannya lagi. Dia langsung bangkit, dan mendorong tubuh Flo ke ranjang. Dia yang akan memimpin permainan. "Besar sekali," Flo berkata spontan, karena dia melihat ukurannya lebih besar dari yang pertama kali dia lihat tadi. William tersenyum sinis. Padahal, dalam hatinya dia merasa senang mendapatkan pujian dari wanita yang kini sudah resmi menjadi istrinya. "Tahan sedikit! Saya akan memulainya," ucap William. Flo terlihat meringis, kala William mulai mengarahkan miliknya. Hendak menerobos dinding pertahanannya. William tersenyum puas, karena Flo benar masih perawan. Buktinya, miliknya begitu kesulitan untuk masuk. Untuk mengurangi rasa tegang yang dirasa Flo, William mencium bibir Flo terlebih dahulu. "Argghh, sakit!" Flo tampak menjerit kesakitan. Tanpa sadar kuku cantik Flo menancap di punggung William. Namun, hal itu tidak masalah bagi William. Entah mengapa ada perasaan yang berbeda saat dengan Flo. William mencium bibir ranum Flo kembali, dan melakukannya selembut mungkin. "s**t! Nikmat sekali rasanya. Bahkan milik Cara tak senikmat ini." William berkata dalam hati. William memacu temponya lebih cepat, karena dia hendak mendapatkan pelepasan. Berbeda halnya dengan Flo yang masih merasa sakit di area sensitifnya. Hingga akhirnya William mendapatkan pelepasan. Dia berhasil menyemburkan benihnya ke rahim Flo.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD