Intan terbangun saat ada yang menyelimutinya. Ia kontan berdiri dan itu membuatnya terhuyung karena pikirannya belum stabil karena terkejut. Darren segera menyambutnya, melingkari pinggang Intan dan menahan tubuh Intan agar tidak terjatuh. Darahnya berdesir hebat, jantungnya berpacu cepat. Posisi ini dulu selalu membuatnya marah. Ia selalu menuduh mantan istrinya itu mengambil kesempatan untuk bersentuhan dengannya. Tapi kali ini ia begitu mendamba tubuh itu, ia ingin menghirup aroma tubuh yang dulu pernah ia caci. Saking rindunya, ia selalu tidur dengan selimut yang selalu digunakan Intan. Bahkan selimut itu ak boleh dicuci karna aroma tubuh Intan akan hilang.
Intan kontan bergerak menjauh, ia ingat bagaimana dulu mata itu menatap tajam jika mereka dengan posisi tidak berjarak.
" Maaf " ucap Intan, ia mengucek matanya dan melihat Darren yang datang bersama Wisnu. Ia melihat keluar jendela kaca, langit sudah gelap. Ia ketiduran setelah membacakan dongeng untuk Kevin.
Darren tertegun dengan kata maaf itu. Dulu ketika gadis lugu itu berbuat salah, kata itu berulang kali keluar dari bibir mungilnya namun tak sekalipun ia menunjukan simpati. Sekarang, kata maaf itu telah menjadi miliknya. Ia yang akan mengucapkan berulang kali pada Intan.
" Kamu sudah makan ? " tanya Darren sambil mengamati tumpukan buku di meja sofa.
" Belum " jawab Intan. Ia melangkah ke sofa dan merapikan buku buku yang dibawakan ibunya Ia meminta ibunya membawakan beberapa buah buku untuk menemaninya menjaga Kevin.
" Kita makan di luar ya " ajak Darren, ia berharap ini adalah awal ia ingin melakukan pendekatan kembali dengan Intan. Ia berharap sesuatu yang sudah ia hancurkan ia bisa perbaiki lagi.
" Aku hanya ingin makan disini saja " tolak Intan, ia mengeluarkan hpnya untuk memesan online food.
" Biar aku saja, kamu mau makan apa ? " Darren mengeluarkan hpnya tapi Intan seakan tak memperdulikan pertanyaan Darren.
" Aku sudah memesannya, terima kasih. Bapak tidak akan tau selera saya " ucap Intan kemudian berlalu keluar ruangan. Ia melihat langit malam yang dipenuhi bintang. Darren menggigit jarinya, selama Intan jadi menjadi istrinya, ia tak pernah memperdulikan apa yang disukai wanita itu, karena mereka jarang sekali makan bersama. Dulu, ia pulang setelah makan malam bersama Anne.
Tak lama seorang kurir datang membawakan makanan pesanan mereka. Kurir itu memandang sepasang manusia didepannya.
" Ini pak buk, pesanannya. atas nama bapak Darren dan Ibu Intan, makanan yang dipesan sama "
" Bapak sama ibuk lagi marahan ya ? " tanya sang kurir dengan gerakan mata menggoda.
Intan menarik tangan Darren untuk masuk kembali keruang rawat inap. Darren melihat jemari Intan yang melingkar dipergelangan tangannya. Intan buru buru melepaskannya.
Mereka makan dalam suasana hening. Intan makan sambil membaca email yang masuk dalam ponselnya.
" Kata mama, kamu akan melanjutkan studimu ke luar negri ? " Darren berusaha memecahkan kesunyian itu. Intan hanya menjawab dengan anggukan tanpa melihat Darren.
" Saya dan Kevin pasti merindukanmu " Lirih Darren, Intan bisa mendengar kalimat itu dengan jelas. Kata saya yang tersemat dalam kalimat Darren membuatnya tersedak. laki-laki itu mengulurkan air mineral. Tak ada lagi percakapan setelah itu, Darren hanya bisa menahan setiap kata yang ingin dia ucapkan. Tuhan sudah membalikkan keadaan itu untuknya, dulu wanita itu yang berharap punya percakapan hangat saat bersama dan ia mengabaikan setiap kalimat kalimat yang ditanyakan oleh Intan. Ia akan menjawab seperlunya saja.
" Bunda..." Keduanya terkejut saat mendengar suara serak Kevin. Sama sama mendekati sang anak yang tampak menggerakkan kepala.
" Ini bunda nak..." ucap Intan penuh harap.
" Kevin, kamu sadar nak " Darren mengusap kepala putranya.
Anak laki-laki tujuh tahun itu perlahan membuka mata, ia menatap ibunya yang sudah dua tahun berpisah dengannya.
" Bunda...jangan..pergi lagi " Intan serta merta menggeleng. Ia menarik nafas lega, hampir seharian ia terus berbisik ditelinga anaknya agar putra mantan suaminya itu bangun.
Darren berulang kali berucap syukur dalam hati, doanya terkabul bertemu Intan kembali dan melihat anaknya bangun dari koma.
Seluruh anggota keluarga berbahagia dengan sadarnya Kevin terutama dengan nyonya Gladis. Ia meminta waktu khusus bicara dengan mantan menantu yang dulu pernah ia tuduh sebagai penghancur hidup Kevin.
" Intan, kami mengakui kesalahan kami terhadapmu di masa lalu. Demi Kevin, kembalilah kepada Darren, dia membutuhkanmu " ucap Nyonya Gladis penuh harap. Intan tercenung. Dia memang menyayangi Kevin tapi ia tak ingin hidup bersama dengan orang yang pernah menganggapnya hanya sebagai benalu.
" Jika saya diizinkan, saya ingin menjadi ibu Kevin tapi ..." Intan menahan kata-katanya. Ada rasa sakit yang harus ia tahan untuk mengatakan kata selanjutnya. Cinta itu sebenarnya masih utuh dihatinya meski laki-laki yang ia cintai itu hampir mencelakainya. Ia tak ingin kalah lagi oleh perasaan, tak boleh lagi siapapun yang menyakiti hatinya.
" Tapi saya tidak ingin jadi istri mas Darren lagi " Darren memejamkan matanya saat mendengar ucapan Intan, hatinya bagai ditimpa ribuan baja berat. Ia terhenyak, ia kira Intan akan mendengar nasehat dokter agar mereka kembali bersatu demi kesehatan Kevin.
" Mama mengerti perasaanmu, mama hanya berharap kamu mau memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahannya sebagai suamimu " ujar nyonya Gladis berusaha tersenyum, padahal ia merasa kecewa dengan jawaban Intan tapi ia tak bisa memaksa wanita yang pernah disakiti anaknya itu.
Dua minggu sudah Intan menemani Kevin di rumah sakit, anak itu berangsur angsur membaik. Begitu pandai Intan memainkan keadaan, ia bersikap hangat pada Darren saat bersama Kevin. Ketika mereka hanya berdua. Wajah yang hangat itu berubah dingin.
" Dia sepertinya ingin membalas saya pak Wisnu, " curhat Darren ketika ia pulang dari rumah sakit. Sopir Darren itu menoleh sesaat.
" Bapak ingin ibu kembali ? " Darren menghela nafas. Pertanyaan itu sangat menyentuh hatinya. Ia harus jujur, ia memang ingin Intan kembali dalam pelukannya. Kembali ke sisinya. Menebus segala perbuatanya yang pernah menyakiti Intan di masa lalu.
" Ya..pak Wisnu, saya ingin bersamanya lagi, tapi apa mungkin orang seperti saya bisa di maafkan pak bahkan saya tak mampu memaafkan diri saya sendiri "
" Saya yakin bu Intan masih mencintai bapak. Ya...sekarang ia membekukannya pak, tapi tak membuangnya. Bapak yang mesti memberikan kehangatan agar kebekuan hati bu Intan bisa mencair " Darren menatap sopirnya dalam. Sungguh, kata kata Wisnu menerbitkan semangat untuknya untuk mendapatkan Intan kembali. Ia menepuk bahu Wisnu.
" Terima kasih sudah menyemangati saya pak Wisnu "
" Semangat pak, jadilah pejuang cinta sejati ! " Darren tersenyum mendengar istilah yang dilontarkan Wisnu. Pejuang cinta. Selama ini ia tak pernah merasa berjuang mendapatkan cinta. Banyak wanita dengan mudah jatuh dipelukannya karna semua kelebihan yang dimilikinya. Tapi saat menatap mata Intan, nyalinya ciut. Wanita itu telah membekukan hatinya untuk sebuah nama. Mantan suami.