Meet

1048 Words
Aleah pov Malam hari tiba, para tamu juga sepertinya sudah ada yang datang karena riuhnya dibawah. Ku lihat dari jendela kamar pun ada banyak mobil yang terparkir di depan rumah. Aku menghela nafas, sepertinya malam ini akan sangat membosankan. Ingin memutar musik keras-keras tetapi dibawah acara belum saja dimulai. Bisa curiga mereka nanti, dan juga mama dan papa akan malu. Mengintip sedikit rasanya tidak apa-apa. Jadi aku memberanikan diri untuk melihat ke bawah, untuk pertama kalinya melihat rumahku didatangi orang lain selain keluarga besarku tentunya. Andai aku bisa bergabung.. Walaupun aku tidak pernah benar-benar punya teman atau sering berada di tempat ramai, aku bukanlah orang yang anti sosial. Aku normal tetapi harus dibatasi karena diriku sendiri. Tapi melihat seperti ini rasanya menjadi agak membosankan, jadi aku memilih untuk bermain dengan kucing kesayanganku Loly, kucing manis pemberian kak Frans. Saat asyik bermain, Loly malah masuk ke walk in closet-ku yang pintunya terbuka. "Loly, kenapa kau nakal sekali hmm? Harusnya kau bermain disana bukan disini." Aku menggendongnya dan segera keluar. Aku terkejut saat mendapati seroang pria di kamar ku, sedang apa dia disini? "Si-siapa anda? Ada apa kemari?" Yang kulihat dia hanya terpaku ditempatnya dan menatapku. Ditanya bukannya dijawab malah diam saja. "Tuan! Kenapa malah diam saja? Anda pasti salah masuk ruangan." Aku tidak perduli dia tamu papa atau bukan sekarang aku merasa kesal padanya. "Maaf, aku lancang masuk kemari. Aku adalah salah satu mitra kerja Mr. Dakota, siapa kau sebenarnya? Mengapa bisa ada dikamar ini?" Nah, benarkan. Duh.. aku harus jawab apa? "Hmm.. itu- itu hmm.. ini kamar sebenarnya kamar saya. Bisakah anda keluar dari sini? Saya merasa tidak nyaman ada orang asing masuk kedalam ruang privasi saya." Pliss pergi dong. Dia malah tak menghiraukan dan melangkah maju, sontak saja aku mundur. "Siapa namamu?" Jika aku jujur, aku akan dicari tahu dan semua akan ketahuan. Lebih baik berbohong kan? "Krystal." Entah mengapa nama itu terlintas begitu saja. Hah padahal itu adalah nama sainganku. "Krystal? Itu benar namamu?" Ia nampak tak yakin. Tentu aku harus meyakininya dengan anggukan kepala. "Anda pasti salah satu kolega bisnis paman Dakota, benar kan?" Mengaku sebagai paman terdengar lebih baik dan aman. "Jadi Mr. Dakota itu pamanmu?" Aku kembali mengangguk. Papa maafkan anakmu tidak mengakui dirimu. "Bisa dibilang begitu, sebenarnya istrinya adalah sepupu jauh ayahku." Jelasku tak yakin, tapi dia mengangguk saja. Sepertinya ia berhasil aku bodohi. "Maaf sebelumnya, tapi ada urusan apa sehingga anda bisa salah masuk ruangan begini?" Tanyaku kembali supaya dia tidak lagi berbasa-basi dan enyah dari sini. "Aku sedang mencari toilet tadi, dan memutuskan untuk melihat-lihat rumah ini. Dan aku memutuskan masuk kemari karena cukup tertarik dengan stiker di pintu kamar ini." Astaga! Aku tidak pernah berpikir orang lain selain keluargaku dan anggota ruang ini melihat apa yang tertera di pintu kamarku. "Itu sebenarnya.. lambang boyband kesukaan saya. Anda tau kpop kan?" Tanyaku. Ini awkward sekali bung. "Jadi, yang tertera di pintu itu hanya sekedar stiker atau kau sudah menikah?" "Hah? I-i-itu.." Jadi malu kalo bilang itu adalah bohong. Dan aku mengaku-ngaku. Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. Ini orang kepo tapi bikin mati kutu. "Om kepo banget sih, itu kan masalah anak muda. Oh iya, tadi om bilang mau ke toilet kan ya? Toilet untuk tamu ada di lantai bawah om." Aku pun menuju ke arah pintu dan membukanya, bukan berniat kurang ajar karena mengusir tamu tapi nyata dia bukan tamuku kan? Dia membalikan badan dengan wajah datar dan alis yang dinaikkan sebelah. Om ini sebenernya ganteng tapi kalo kepo kan gantengannya jadi hilang. "Silahkan om, turun tangga terus belok kanan." "Aku tidak setua itu untuk dipanggil om." Oh jadi gak suka ya kalo dipanggil om? "Yasudah, Tuan bisa langsung ikuti arahan saya." Mimik wajahnya tak berubah. Masih sama persis tanpa ada pergerakan sedikitpun. "Aku bukan majikanmu untuk dipanggil Tuan." Aku mengerutkan kening tak suka. Banyak mau nih orang bener-bener deh. "Ya sudah Anda cepat keluar dari kamar saya." Ku lihat ia mendekat, tapi bukan ke arah pintu melainkan ke arahku. Sontak aku mundur dan sialnya ada tembok dibelakangku. Pintu disebelah kami ia tutup begitu saja dengan mata yang saling bertatapan. Kenapa jadi takut ya? "O-om m-mau ngapain? Ja-jangan macam-macam sama saya." Dia malah mendekat. Plis dong, ini udah dekat banget jangan maju lagi. Jarak wajah kami hanya tinggal beberapa centi dengan ujung alas kaki yang bersentuhan. Dia memiringkan wajah. "Jangan memanggilku Om karena aku bukan adik orangtuamu. Jangan panggil aku Tuan karena aku bukan majikanmu. Jangan sebut aku Anda karena itu terlalu formal. Aku tidak suka." Aku mencoba mendorong dadanya agar menjauh. Jika ingin mengatakan itu bisakan jaraknya biasa saja seperti tadi? Tapi ia tetap tak bergeming atau bergeser sedikitpun. "Ya terus manggilnya apa kalo semua gak boleh? Udah deh, gak usah banyak basa-basi. Yang kamu lakukan ini gak sopan. Mending kamu pergi keluar sekarang." Aku bisa melihat senyum tipis itu. Yang tipis sekali. "Kenapa tidak sopan jika aku melakukan ini dengan kekasihku?" Aku membelalakan mata tak percaya. Ya ampun, sejak kapan kami menjadi sepasang kekasih? Aku menatapnya kesal. "Jangan ngaku-ngaku ya. Sejak kapan kita jadi sepasang kekasih. Tolong tuan yang terhormat, jangan menimbulkan masalah. Lebih baik kamu keluar sekarang." Aku ingin bergeser ke kiri dan ingin segera membuka pintu. Tetapi lengan besarnya menghalangi. "Sejak aku pertama kali melihatmu. Saat itu kita sudah resmi sebagai sepasang kekasih." Aku mendengus tak suka. Kenapa papa mau berkerjasama dengan orang gila ini? Atau jangan-jangan pria ini memang orang gila yang kabur dari ruang sakit dan datang kemari lalu mengaku-ngaku sebagai kolega papa? Aku meneliti penampilan pria ini, tetapi dari pakaian nya tidak mungkin ia orang gila. Karena aku tahu yang dipakainya adalah pakaian mahal. "Anda-" Mataku terbelalak tak percaya. Belum selesai aku bicara pria ini sudah menciumku. Mencium bibirku! Ya tuhan ciuman pertamaku!!! Aku memukuli dadanya yang keras berharap ia kehabisan nafas dan melepaskannya. Tetapi pria ini semakin menggila. "Hmmpphh.." Ia akhirnya melepaskan ciumannya. Segera aku meraup nafas sebanyak-banyaknya. Walaupun aku sebentar lagi akan cukup umur, tetap saja yang barusan terjadi adalah hal tergila yang pernah aku rasakan. "Aku tidak tahan lagi. Aku tidak bisa menahannya." Ia menundukkan kepalanya dan menjilat-jilat leherku. Aku merintih sakit saat merasakan ada benda tajam yang menusukku lalu semuanya gelap. Vote and Comment guys!!! TheHalfsoul❤
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD