Anesh bingung sejak kemarin dia merasakan perutnya mual dan kalau pagi juga pusing. Anehnya mual dan pusing hanya dia rasakan pagi hari. Dia jadi tidak nafsu makan apa pun. Tapi nanti agak siangan dia mulai kelaparan makan dalam jumlah banyak dan apa saja dia suka. Padahal aslinya dia pemilih dalam jenis makanan.
Sekarang yang sangat dia suka makanan khas daerah dari Indonesia. Bukan cuma tempatnya berasal yaitu dari Jawa Barat tapi makanan khas Indonesia semua. Jadi dia mencari resto Indonesia entah makanan Bali, entah makanan Kalimantan, makanan Sulawesi, pokoknya dia mencari makanan khas. Jadi dia makan tinotuan, makan kangkung plecing, makan pepes atau gudeg atau karedok, gado-gado, pokoknya tiap hari yang dia buru hanya makanan itu. Tidak mau makanan internasional seperti biasanya.
“Aku kenapa sih?” Anesh bingung sendiri.
“Kok aku kayak orang ngidam?”
“Memangnya aku hamil? Memangnya aku perempuan?” Anesh kembali berlari ke toilet untuk muntah.
“Eh tapi aku pernah baca tentang sindrom cauvade.”
“Tapi kan itu cuma buat seorang suami yang istrinya hamil. Aku pernah sama siapa?” kata Anesh.
“Ah aku inget satu bulan lalu, tapi tidak mungkin sih. Baru sekali masa dia hamil dan dia juga siapa aku tidak tahu,” ucap Anesh sambal memikirkan siapa perempuan yang telah dia tiduri malam itu.
Anesh ingat satu bulan lalu saat di acara pesta perpisahan dengan rekan-rekan sesama alumni mahasiswa Indonesia dia tiba-tiba pusing padahal waktu itu dia tidak minum alkohol sama sekali dan dia tidak penyuka alkohol waktu itu dia minum lemon squash.
Entah bagaimana ada orang yang memapahnya untuk masuk ke ruang kamar. Anesh juga lagi bingung waktu itu pengawalnya pada ke mana ya kok sampai tidak perhatiin dia.
Di kamar itu Anesh melihat seorang perempuan entah seorang gadis pokoknya dia lihat yang sama-sama bingung, tapi Anesh juga sudah tidak jelas penglihatannya dia benar-benar bingung.
Entah apa yang dia minum, Anesh ingat mereka melakukan hal terlarang bukan satu kali entah berapa kali sehabis itu dia tidak sadarkan diri dan tersadar sudah berada di kamar apartemennya lagi. Dia tidak tahu siapa yang bawa dia keluar dari kamar bersama perempuan tersebut atau tepatnya tadinya gadis, karena Anesh tahu saat mereka pertama melakukan perempuan tersebut masih virgin.
Terlihat dari darah yang ada di laras senapan miliknya. Senapannya terkena noda darah ketika dikeluarkan dari lubang tempat dia menembakan misiu yang pertama kali.
Selanjutnya Anesh lupa mereka melakukan dua atau tiga kali lagi dari pergulatan pertama.
Anesh ingat harum perempuan tersebut walau sudah tanpa busana perempuan tersebut masih harum yang khas baik rambutnya mau pun tubuhnya. Harum yang dia akan selalu ingat.
“Apa perempuan itu hamil ya? Tapi kalau dia hamil kenapa dia tidak cari aku?” kata Anesh bingung.
Anesh benar-benar tersiksa. Dia kembali berlari ke toilet walau sudah lemas.
≈≈≈≈≈
“Ya ampun Tuan … Tuan,” teriak pengawalnya. Di apartemen Anesh tinggal sendiri dan di depannya ada satu kamar apartemen tempat tiga orang pengawal yang menjaganya tinggal.
Pagi-pagi mereka akan mengontrol pakaian dan sarapan Tuan mereka sehingga mereka punya kunci tersendiri.
“Bawa ke rumah sakit!” kata kakek Bian yang dilapori oleh pengawalnya bahwa pagi ini Anesh pingsan.
≈≈≈≈≈
“Saya tidak melihat apa penyakit Tuan ini, semuanya normal kok,” kata dokter yang memeriksa Anesh.
“Bagaimana dia bisa pingsan kalau semua normal?” kata kakek Bian lewat telepon pengawalnya.
“Tuan lebih baik bicara sama dokter saja, daripada kami salah,” kata si pengawal lalu pengawal tersebut memberikan ponsel pada dokter yang memeriksa Anesh.
“Jadi tak perlu dirawat?” tanya sang kakek.
“Tidak perlu Tuan, mungkin dia terlalu lelah saja jadi pingsan.”
≈≈≈≈≈
“Tuan muda selalu cerita kalau pagi dia pusing dan mual Tuan. Itu yang dia bilang dan kami perhatikan sepanjang hari dia makan maunya makanan Indonesia tidak mau makanan lain. Dia suka menu tradisional sejak satu bulan ini Tuan,” kata sang pengawal pada kakek Bian malam harinya.
“Oke saya akan ke sana. Tadi saya sudah bilang sama dokter suruh ditahan saja agar diteliti. Saya takutnya ada kesalahan darah atau apa pun, jadi memang saya minta sama dokter dirawat saja. Kalian jagalah dia gentian.”
“Baik Tuan,” jawab si pengawal.
“Kenapa Aku dirawat?” tanya Anesh tadi siang.
“Tuan pingsan dan Tuan besar bilang lebih baik dirawat untuk mengetahui semuanya. Nanti kalau hasil cek lab dan general check up-nya sudah keluar dan dinyatakan benar-benar tidak ada hambatan apa pun Tuan baru boleh keluar. Itu tadi pesan Tuan besar pada dokter jadi bukan kami yang bicara tapi Tuan besar.”
Baiklah kalau seperti itu jawab Anesh dia sungguh tak percaya nasibnya kembali ditentukan oleh sang kakek.
Sejak berumur empat tahun memang Anesh full diasuh oleh kakek dari pihak papanya karena papa dan mamanya meninggal bersama kakek dan neneknya dari pihak mama. Waktu itu mereka baru saja pulang umroh bersama-sama. Anesh dititipkan pada kakek Bian yang saat itu sedang tidak sehat sehingga tidak bisa pergi umroh bersama dengan besannya juga anak dan menantunya tapi ternyata mereka berenam satu mobil tabrakan di rel kereta sehingga kakek, nenek, Papa, Mama, juga sopir, dan satu sepupu mamanya meninggal di tempat.
Sejak saat itulah Anesh 100% di bawah pengawasan kakek Bian.
Kakek mendidiknya sangat keras walau di bawah pengawasan ketat. Bukan karena taak ada orang tuanya dia dimanja, malah kakek menggembleng Anesh kecil dengan keras.
Sejak kecil Anesh di gojlog dengan ilmu beladiri juga dengan ilmu-ilmu bermanfaat lainnya. Jam belajar Anesh pun sangat padat.
Anesh tetap boleh bermain seperti anak-anak pada umumnya, tapi kadang Anesh sudah terlalu Lelah, jadi dia sendiri yang malas bermain. Terlebih dia pernah satu kali salah ketika bermain teman-temannya menggoda, membuatnya marah dan tanpa sadar Anesh langsung memukulnya dengan kekuatan penuh ilmu bela dirinya, sehingga anak tersebut terluka. Itu sebabnya Anesh langsung tidak suka bermain dengan teman sebaya karena teman-temannya terlalu lemah buat dia.
Dia lebih suka teman-teman yang belajar bukan bermain, jadi dia tetap bergaul tapi bukan buat bermain. Itulah Anesh sejak masa kecil jadi bukan dia tidak suka dengan teman-teman sebaya tapi dia membatasi diri untuk bermain dengan teman-teman sebaya.
Anesh ikut kegiatan camping atau apa pun, dia juga ikut kegiatan lomba olahraga apa pun yang dia kuasai. tapi tidak dengan teman-teman yang bermain. Anesh kecil menarik diri dari anak-anak nakal, dia lebih suka bergaul dengan anak-anak yang berprestasi.