HESSA MENGENALI PELAKU PENJEBAKAN RIRIE

1150 Words
Saat itu Hessa tak mau bertindak gegabah dia menunggu langkah yang diambil oleh pengawal Anesh karena Anesh itu bukan orang sembarangan, kakeknya bisa menentukan nasib orang dengan hanya satu kata perintah. “Baik Pak,” jawab pengawal Anesh yang lapor pada tuan besarnya tentang pewaris tunggal itu. “Ini tuan besar ingin bicara dengan Anda,” kata pengawal Anesh. “Ya, iya Kek saya kakaknya. Saya kehilangan adik saya.” “Saya mengerti, saya mengerti,” kata Hessa. Pengawal membuat video semua seisi ruangan untuk laporan kepada Tuan besar Novembrian, juga di foto dan dibuat rekaman darah virgin dari Ririe yang terdapat di sprei kamar tersebut sebagai bukti bahwa Ririe bukan perempuan nakal. “Kamu ikuti saja alur yang saya buat, jangan bikin cerita sendiri kalau kamu ingin selamat. Saya akan bertanggung jawab bila terjadi sesuatu hal yang tidak kita inginkan karena,” kata Tuan besar diujung telepon. “Baik Tuan,” jawab Hessa. “Jangan panggil Tuan. Panggil Kakek saja seperti Anesh memanggil saya. Lusa saya akan berangkat ke Australia, kita akan bertemu dan membahas semuanya.” “Iya Kek,” jawab Hessa. Dia benar-benar sedih adiknya harus tertimpa peristiwa seperti ini. Dia yakin Anesh juga dijebak bukan kemauannya karena Anesh juga sama seperti dirinya, kutu buku dan bukan tukang main perempuan. Saat itu akhirnya Anesh dan Ririe dipisah saat masing-masing belum sadarkan diri. Sehingga ketika pagi mereka bangun sudah di kamar yang berbeda. Tapi pengawal sudah memberi laporan lengkap kepada Kakek Bian juga foto-foto dan video tempat terjadinya perkara. “Minta manager gedung bicara padaku, aku harus dapat rekaman CCTV satu gedung itu untuk aku teliti siapa pelaku penjebak Anesh.” Tak akan ada ampun bagi pelaku. Kakek Bian akan membuat orang itu hidup tanpa memiliki darah dalam tubuhnya. “Kamu minta nomor ponsel Kakak gadis itu, aku akan langsung bicara padanya besok,” Kakek Bian meminta nomor telepon Hessa sebagai sesama keluarga korban. “Kalau nanti ada apa-apa tolong kabari Kakek,” pinta Bian pada Hessa saat itu. “Baik Kek,” jawab Hessa saat itu. ≈≈≈≈≈ “Kakaaaaaaaaaaak,” teriak Ririe saat dia bangun pagi ini, Hessa mendekati adiknya dan Ririe menangis memeluk sang Kakak. “Tenang, kamu aman di rumah,” bujuk Hessa. “Sakit Kak, sakit banget,” isak Ririe. “Sabar Rie, ceritakan bagaimana kamu bisa menghilang dari Kakak,” pinta Hessa. Dia sendiri ingin menangis dan menjerit menghadapi tragedy ini. Dia sangat menyesalkan mengajak Ririe ke pesta itu. Dia yang harus menjaga adik tercinta malah menjebloskan adiknya ke lembah penderitaan tanpa mereka kehendaki. “Aku minum dan makan biasa, lalu aku ke kamar mandi, aku ambil tissue di kamar mandi lalu tiba-tiba nggak ingat apa-apa. Bangun-bangun sekarang ini tapi saat tak sadar aku merasa aku melakukan hal yang tak pantas Kak. Aku nggak bisa berhenti tapi juga nggak mau lanjut. Aku takut Kak, aku takut,” Ririe menceritakan kejadia yang sama dia ingat. Ririe tahu bahwa dia sudah tidur dengan seseorang saat malam kejadian, tapi dia lupa siapa. Waktu pagi sehabis Ririe bangun, dia menangis dan bercerita pada Hessa tentang apa yang dialami tadi malam. Ririe juga merasakan sakit pada anggota in-tim miliknya. Jadi Ririe bukan tak tahu, hanya dia tak ingat siapa lelaki yang bersamanya malam itu. “Apa kamu tahu siapa lelaki itu?” pancing Hessa. “Aku nggak tahu Kak, aku nggak tahu, tiba-tiba aku panas dan ingin melakukan hal terlarang. Entah dari mana ada orang masuk kamar itu juga, dan dia juga sama panasnya sama aku. Lalu kami melakukan hal tersebut, tapi aku nggak jelas wajah orang itu, aku lupa Kak, aku lupa,” kata Ririe menangis pagi habis sadar apa yang dia alami di pesta malam itu. “Sudah nggak usah kamu ingat-ingat. Kakak tahu kamu dijebak jadi kamu diam saja semuanya akan aman,” jawab Hessa menenangkan adiknya. “Kalau terjadi hal buruk, misal kamu harus hamil, kita akan hadapi berdua. Jangan cerita ke ibu atau ayah dulu. Kalau kamu mau bertemu mereka lakukan sebelum kehamilannya besar. Kamu masih punya waktu tiga bulan untuk pulang ke Indonesia guna melihat mereka. Habis itu kita sembunyi di sini sampai anaknya lahir.” “Kalau itu terjadi,” kata Hessa lagi. “Tapi aku nggak nakal Kak. Aku nggak ngapa-ngapain, tiba-tiba semua terjadi begitu saja.” keluh Ririe. “Iya Kakak tahu. Yang tadi Kakak katakan itu antisipasi saja. Lebih baik kita pulang duluan. Dua bulan lagi ujian semestermu selesai kan? Kakak juga sudah selesai S1, tinggal lanjut S2. Habis itu kita sembunyi jangan sampai kehamilanmu diketahui,” Hessa sudah antisipasi ketika itu. Jadi saat itu terjadi Ririe tak terlalu ketakutan karena mereka sudah mempersiapkan mental lebih dulu. “Itu kan bila aku hamil,” ucap Ririe saat itu masih dengan wajah kuyu sehabis dijebak seseorang malam sebelumnya. “Iya, maksud Kakak bila kamu hamil. Jadi liburan semester ini kita pulang dan liburan semester berikutnya kita tidak bisa pulang.” “Aku mengerti Kak dan aku berharap aku tidak hamil. Bukan karena aku tidak ingin jadi seorang ibu, tapi aku tidak ingin hamil dengan kondisi seperti ini. Tidak tahu siapa ayahnya dan kami melakukan bukan atas dasar cinta, belum tentu dia bisa menjadi seorang ayah yang baik seperti ayah kita,” Ririe dan Hessa sangat mengidolakan ayah mereka yang super hero buat mereka berdua. ”Aamiiiiiiiiin, semoga saja dia kamu tidak hamil.” Akhirnya Hessa bisa membujuk adiknya supaya menjadi lebih tenang setidaknya Ririe tidak panik bila terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan walau kemungkinannya kecil karena baru satu kali melakukan tapi bisa saja dasar akan hamil kemungkinan itu selalu ada. ≈≈≈≈≈ “Bagaimana adikmu?” tanya seorang Kakek kepada Hessa mereka bertemu empat hari sejak kejadian. “Dia jadi lebih diam Kek. Selama ini memang dia bukan anak yang nakal atau ugal-ugalan tapi dia ceria. Wajarlah ceria gadis seusianya, cuma tidak nakal. Dia hobinya baca, dengerin music. Kami biasa nonton di rumah. Tidak pernah keluar-keluar ke mana-mana. Kami memang anak rumahan. Di Indonesia pun kami nggak suka hura-hura. Kami benar-benar dididik untuk tahu sopan santun dan menjunjung harga diri, martabat dan nama baik orang tua dan diri sendiri.” “Kakek tahu itu. Kakek sudah tahu semuanya tentang kamu dan kedua orang tuamu, dan Kakek minta kamu tidak melakukan hal yang di luar garis Kakek, seperti kemarin Kakek bilang bila tahu siapa pelakunya. Kalau kamu melakukan sesuatu sekehendak hatimu semua akan berantakan dan Kakek tak bisa bantu.” “Baik Kek.” Kakek memperlihatkan film panjang yang sudah disusun sedemikian rupa sejak seseorang menaruh tissue sehingga Ririe setengah sadar lalu Ririe disuntik agar obatnya cepat bereaksi sementara Anesh diberikan di minumannya. Ririe dibawa lebih dulu ke sebuah kamar yaitu kamar tempat dia ditemukan lalu Anesh pun didorong ke sana. Hessa tak percaya melihat siapa pelakunya sungguh dia sangat tidak percaya. Andai dia boleh dan belum mencapai kesepakatan dengan Kakek Bian tentu dia akan membunuh orang tersebut. Sungguh-sungguh dia tak percaya orang tersebut membuat adiknya mengalami nasib seperti ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD