Bab 5: Darren Chasel Kurnia

1202 Words
Bab 5 Hari ini adalah hari kelahiran Indra Jafri Kurnia. Dia memilih untuk pulang di jam istirahatnya, tentu saja bukan tidak ada alasan, istrinya Almira, menyuruhnya pulang. Dia ingin makan siang bersama dengan Indra. Sudah dua puluh tahun mereka menjalin bahtera rumah tangga. Bahagia? Tentu mereka bahagia, di tambah dengan kehadiran seorang putra yang sangat tampan juga berprestasi menakjubkan di kampus. Tahun ini Darren, ya namanya Darren Chasel. Dia akan menjadi sarjana tahun ini, melanjutkan kuliah S2 nya dan membantu sang ayah mengelola perusahaannya di bidang periklanan. Siang ini, cuaca cukup cerah, dan jalanan normal, lancar, tidak ada kemacetan juga huru hara apapun. Seakan hari pun mengucapkan selamat ulang tahun untuk lelaki berusia lima puluh satu tahun. Ralat lima puluh dua tahun bukankah ini hari ulang tahunnya? Supir Indra bernama Bakti itu, telah usai menjemput sang anak di kampus, mereka akan pulang bersama saat ini. "Siang, pa," sapa Darren begit sang ayah masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Darren di bangku belakang itu. "Siang, nak. Bagaimana kuliahmu hari ini?" tukas Indra. "Seperti biasa, pa. Berkat doa mama dan papa, aku selalu melewati hari-hari dengan mudah. Terima kasih pa," ucap Darren. "Itu juga karena usahamu nak," balas Indra, mengacak-acak rambut Darren. Si anak hanya tersenyum dan merapikan kembali rambutnya. Mobil mulai berjalan perlahan dan semakin lama semakin bertambah kecepatannya. Darren menatap ponselnya, bukan untuk bermain, chat-an, atau scroll beranda AIJI tapi, dia tengah memahami, dan mempelajari materinya tadi pagi. Indra hanya melirik sang anak dengan anak matanya. Senyum miring terukir di wajahnya. Indra bangga dengan anaknya. Dan dia yakin bahwa Darren akan memiliki masa depan cerah nantinya. Memikirkan masa depan, sekilas dia juga mengingat masa lalu. Masa yang kelam dan menguras emosi. Bahkan dia sama sekali tidak mau mengingatnya. Setengah jam berada di dalam mobil yang berjalan, mereka pun tiba di halaman rumahnya. Darren menutup ponselnya dan menaruhnya kembali ke dalam saku celananya. Dia menangkap satu sosok wanita yang nampak familiar baginya. Darren menunggu hingga Bakti menghentikan mobilnya secara sempurna. Dareen turun bersama dengan sang ayah, di sisi pintu yang berbeda. "Darren papa masuk dulu ya," pamit Indra, ia telah melangkah menuju pintu utama dan menghilang di balik pintu yang besar itu. Setelah sang ayah sudah tidak terjangkau oleh pandangan, Darren mengalihkan tatapan matanya pada dua gadis yang berdiri mematung di samping pos satpam. Dan benar yang dilihat Darren tadi, bahwa ia seperti merasa kenal dengan wanita itu. Cukup lama Darren menatap wanita itu, hingga satpam itu menegur Aileen dan Ayana, untuk segera pergi. Karena tuan mudanya menatap terus padanya. Padahal yang sebenarnya dia memperhatikan dan mengingat wajah Aileen. "Nona, jika sudah selesai bisakah anda pergi? Tuan muda melotot pada saya," lirih satpam itu. Berbicara pada dua gadis di hadapannya, tanpa melihat mereka. Tatapannya lurus di mana Darren berdiri jauh di sana. Aileen menoleh pada satpam itu. Merasa bahwa ada benarnya sebaiknya segera pergi, karena Aileen tidak mau jika kehadirannya membuat masalah bagi orang lain. "Baik, pak saya permisi dulu. Terima kasih ya sudah jagain motor gemoy saya," ucap Aileen. Satpam itu mengangguk, Ayana mengekor sang kakak yang sudah naik di atas motornya. Ayana duduk di bangku kosong belakang Aileen. "Hei!" teriak Darren, sebelum Aileen berhasil membunyikan mesin motornya. Baik Aileen atau Ayana menoleh bersama, saking kencangnya Ayana menoleh hingga membuat keseimbangan Aileen kacau, dia limbung dan al hasil jatuh dari atas motornya. "Akh!" jerit Ayana. "Aw-- akh! Ayana?! Kamu kenapa sih? " cerca Aileen. "Eh, Non?!" Satpam itu juga terkejut dengan apa yang terjadi dengan dua gadis itu. Si penjaga itu kemudian membantu mereka untuk berdiri. "Kakak yang gimana. Bisa jatuh gini, sakit tahu kak!" umpat Ayana tidak mau kalah. Darren yang melihat kejadian itu, tampak tersenyum dan segera berlari untuk membantu, meski ada satpam yang telah membantu mereka. "Kalian nggak apa-apa?" tanya Darren khawatir. Cie, si Abang khawatirin aku bang? Batin Ayana. Hah? Beneran dia cemas akan aku? Batin Aileen. Mereka berkelut dengan pemikiran masing-masing sembari cengar-cengir. "Kalian tidak apa-apa?" ulang Darren, sembari memegang pundak Aileen. Hah?? Apaan nih? Wah gila nih cowo pundakku sudah tidak perawan, main pegang-pegang, batin Aileen sambil melotot kesenangan. "Kakak!" Ayana mendorong Aileen sampai maju beberapa langkah menabrak Darren. Bisa Aileen cium bau wangi parfum milik Darren. Rasanya Aileen mulai mabuk dan melayang-layang. Namun dia tersadar dengan kegilaannya pada pesona Darren. "Hah, maaf Tuan," sesal Aileen, dia menarik tubuhnya menjauh dari Darren. "Tidak, apa-apa. Apa kalian baik-baik saja?" tanya Darren untuk yang ketiga kalinya. "Kita baik kok kak, terima kasih. Kami pamit ya," ijin Ayana. Dan menarik lengan Aileen dia ajak naik motor kembali. "Eh, tunggu." Hadang Darren. Dia kembali memegang lengan Aileen. Waaahhh, beneran dia megang tanganku nih? Sumpah ya, tujuh hari tujuh malam aku enggak bakal mandi, seru Aileen dalam hatinya. Hingga hanya menampilkan senyum merekah di wajahnya. "Tunggu, kalian jangan pergi dulu. Aku mau tanya sama kamu," ucap Darren menatap Aileen. "Aku?!" ulang Aileen, heran, penasaran dan menunjuk pada mukanya sendiri. "Iya, kamu. Kamu Aileen bukan?" tebak Darren. Dia tahu namaku? Seterkenal itukah aku? pikir Aileen. "Hei!" panggil Darren. Namun gadis itu masih juga membanggakan dirinya dalam hatinya, karena ada yang mengenali dirinya selain si tengil sahabatnya waktu remaja dulu. "Kakak!!" teriak Ayana tepat di telinga Aileen. "Kya," teriak Aileen kaget, telinga bahkan berdengung, karena suara kencang si adik. "Apa sih kamu Ay?! Nggak sopan gitu sama kakak," sergah Aileen. "Kakak itu di tanya sama kakak ini. Jangan ngelamun! Jangan ngayal mulu!" cerca Ayana. "Ish, sirik lu," jawab Aileen. "Dahlah, kesel aku sama kakak tuh." Ayana ngambek dan melipat tangannya di depan d**a. "Iya, adik kamu bener, aku tanya kamu. Kamu Aileen Chalondra bukan?" sambung Darren. "Kok kamu tahu? Aku nggak kenal sama kamu," jawab Aileen. "Yakin enggak kenal? Padahal aku masih mengenalimu lhoh Ai," tukas Darren. "Siapa sih?" Aileen penasaran dengan Darren. Dia benar-benar tidak bisa mengingat Darren yang sejatinya adalah si tengil sahabatnya dulu. "Chasel tengil, kau tak ingat?" titah Darren. "What?! Serius lu Darren? Darren Chasel, tengil ngeselin?! Wkwkwkwk, canda lu enggak lucu," ketus Aileen. Dia hendak pergi dari hadapan Darren. "Eh, tunggu. Kamu enggak percaya banget sama aku. Emang apa yang beda sama aku?" timpal Darren. "Kau cukup keren di bandingkan dengan Chasel Darren, tengil nyebelin itu. Dia itu bau kecut, enggak pernah mandi. Kerjanya belajar mulu. Aku sampe eneg lihat buku-buku di kamarnya," jelas Aileen dengan semangat menjelek-jelekkan sahabatnya dulu. "Bukankah setiap orang bisa berubah? Menurutmu jika aku bukan Darren, apa dia tetap sama seperti dulu kucrut?" Darren memanggil Aileen dengan panggilan saat remajanya, dan itu yang membuat Aileen marah. "Kau?! Jadi kau benar Chasel tengil itu?! Wah parah lu, damage lu kagak main-main." Aileen memukul lengan Darren dengan kepalan tangannya. Darren hanya mengaduh dan mengelus bekas pukulan yang terasa panas itu. "Btw, bagaimana bisa kamu kemari? Apa ini rumah barumu?" tanya Aileen. "Masuklah, kita ngobrol di dalam. Papaku ulang tahun hari ini," kata Darren mengajak Aileen dan Ayana masuk. "Om Indra? Oh-- aku tak percaya bahwa nama Indra yang aku tulis di atas kue itu adalah papa kamu," seru Aileen. "Iya, ayo masuk. Ayana ayo masuk, panas lhoh di sini," ajak Darren pada Ayana, yang langsung di sambut senyuman manis dari Ayana. Akhirnya impian Ayana dan Aileen beberapa waktu lalu yang ingin melihat tangga rumah mewah itu terlaksana. Bersambung -- sampai jumpa di episode selanjutnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD