Bab 25: Cemas

1046 Words
Bab 25 Sirine mobil polisi terdengar dari kejauhan. Para preman itu berlari berhamburan kesana kemari, mereka terpisah dari kawanan. Kocar kacir bak seorang buronan yang hampir tertangkap. Beberapa polisi mengejar mereka, tiga diantaranya tertangkap, dan dua pria yang lain kabur. Anak kecil yang tadi di tempat itu pun sudah melarikan diri membawa ransel Darren juga ponsel milik Aileen yang terlempar oleh salah satu dari mereka. Aileen pun segera berlari ke arah Darren. Ia mengangkat kepalanya dan di letakkan di pahanya yang tengah bersimpuh di atas aspal. "Darren bangunlah, apa kau tak apa? Maafkan aku, kumohon buka matamu Darren!" Aileen menangis. Hujan tidak kunjung reda. Keduanya kedinginan dan membeku. Wajah mereka pucat, gemetar antara lapar dan lemas. Takut dan juga panik. Pria itu tidak kunjung membuka mata. Lukanya sangat parah, wajahnya penuh dengan lebam. Aileen berusaha untuk terus membangunkan temannya itu. Beberapa polisi membantu mereka. Sebagian lagi membawa para preman itu masuk kedalam mobil. Kedua tangan mereka telah terborgol. Aileen mengikuti kemana aparat itu membawanya. Beruntung mereka tiba tepat waktu, jika tidak? Sudah pasti nasib Aileen akan berakhir ditangan para b******n itu. Beberapa menit berlalu. Mereka tiba di rumah sakit. Malam semakin larut dan hujan juga masih mengguyur kota. * Keluarga Aileen cemas, dia mencoba menelepon keduanya tetapi, tidak bisa sama sekali. Begitupun dengan Agam. Pria itu juga mencoba menghubungi gadis itu. Mungkin dia mulai butuh teman. Entah ada dorongan apa, hantunya hanya ingin menelepon wanita itu tanpa tahu alasannya. Dewi berjalan kesana kemari, tidak tenang sebelum mendapatkan kabar dari anak pertamanya. Ayana dan juga Sastro berusaha untuk menenangkan sang ibu ratu, tetapi tidak berhasil. Wanita itu jika sudah mengkhawatirkan anaknya sudah pasti seisi rumah akan terciprat rasa panik yang dia alami. Sementara di rumah sakit, perawat keluar dari ruangan. Di mana keduanya di rawat. Namun Aileen keluar lebih dulu. "Apa anda keluarga pasien? tanya suster, sembari mendekati Aileen. "Iya, Sus bagaimana keadaan teman saya?" Wajah Aileen masih sangat panik. Baju yang dia kenakan juga masih basah dan melekat sempurna di tubuhnya. Aileen menggigil. Satu polisi sempat memberikan dia minuman hangat, jahe panas yang mampu membuat tubuh Aileen, sedikit hangat. Meskipun seluruh anggota tubuhnya masih gemetar dan giginya bergemeletuk. "Dia baik-baik, dia juga sudah sadar. Lukanya tidak terlalu serius, hanya butuh istirahat sebentar saj," tuturnya. "Apa saya boleh melihatnya, Sus?" Perawat itu mengangguk dan mempersilahkan Aileen untuk masuk. Secara perlahan gadis itu mendekati Darren. Dia memelas dan merasa bersalah karena tidak menuruti ucapan lelaki itu. Andai kata dia mau pergi tadi, kejadiannya tentu tidak akan seperti ini. Beruntung Darren tidak mendapatkan patah tulang atau luka yang membuat hidupnya terancam. Dia tidak boleh cacat. Darren adalah harta Karun bagi Indra dan juga Almira. "Darren? Apa kau baik-baik saja? Maafkan aku, aku memang bod*h tak mendengarkanmu," sesalnya. Begitu melihat temannya itu tersenyum padanya "Leen? aku baik. Apa kamu terluka? Maaf, aku tidak bisa melindungimu dengan baik," balas Darren. Aileen bergeleng lemah, dia menangis m wajah cerianya seakan lenyap ditelan derasnya air hujan. "Tidak...," Aileen memeluk sahabatnya. Darren terkejut dengan gerakan cepat wanita itu. Sesaat kemudian, Aileen melepaskan pelukannya. Ia, menatap wajah Darren. Lalu menghapus lelehan air matanya. "Aku tidak apa-apa. Lukamu begitu banyak, dan lihatlah mukamu, sudah tidak berbentuk," ucap Aileen. Entah bagaimana dia bisa menjelaskan semua ini nanti pada kedua orang tuanya atau orang tua Darren. "Aku baik, Leen. Aku masih bisa melihatmu. Dan— apa ini?" Pria itu memegang pipi Aileen yang masih terlihat jelas bekas tamparan itu. "Sudahlah, tidak perlu risau, ini tidak seberapa dengan apa yang kau rasakan," tutur Aileen. Dia menggenggam tangan sahabatnya. Darren meminta maaf dan Aileen pun mengangguk, ini bukanlah kesalahan dari lelaki itu. Mereka tersenyum. Melupakan apa yang baru saja terjadi. Aileen membantu pria itu untuk turun. Darren tertatih. Dia masih bisa berjalan atau bahkan mengemudi. Mereka akan melanjutkan perjalanan untuk kembali pulang. Dengan sisa tenaga dan juga menahan rasa lapar yang sudah melilit perutnya. Namun tidak ada yang berani mengeluh. Atau mengatakan apapun kecuali diam. Mereka menembus hujan untuk kesekian kalinya. Namun, kali ini dia sudah sampai di kota, bukan tempat sepi yang rawan dengan kejatahan. Aileen memeluk tubuh Darren dari belakang punggung pria itu. Menyandarkan kepalanya pada bahu pria itu. Menikmati deru motor yang memekik telinganya. Sampai pukul satu dini hati, keduanya baru tiba di rumah Aileen. Darren mengantarkan gadis itu sampai depan pintunya. Bahkan Darren lah yang mengetuk pintu rumah gadis tersebut. "Aileen!" pekik Dewi. Begitu mendengar suara ketukan pintu. Ia bergegas membukanya tanpa menghiraukan suami dan anaknya yang lain. "Nak?! Astaga, ini kenapa? Kalian kenapa?!" Dewi kian panik. Menggiring keduanya untuk masuk. Sementara Ayana dengan cepat menuju dapur membuatkan teh panas. Sastro mengambil handuk untuk mereka. Dewi menyahut dua handuk dari tangan suaminya lalu melilitkan pada tubuh Aileen. Satu lagi ia berikan pada Darren. "Kenapa bisa begini, sih? Kalian itu kenapa?" Dewi terus menyerbu mereka dengan banyak pertanyaan. Ayana datang dengan dua cangkir besar. Ia membaginya pada kedua kakaknya. "Makasih, Ay," lirih Aileen. Kemudian ia pun bercerita tentang semua kejadiannya. Namun tetap tidak sedetail dan sejujurnya. Karena bisa dipastikan bahwa sang ibu pasti akan sangat panik. Aileen mengatakan bahwa hanya ada perampok yang menghadang keduanya. Kemudian Darren berusaha melawan, tetapi gagal. Beruntung mereka percaya dan tidak mempermasalahkan hal lain lagi. Esok, gadis itu akan memiliki tugas penting. Dia harus mengembalikan nomor ponselnya, agar para pelanggannya tetap bisa menghubungi dirinya dinomor yang sama. Darren dilarang untuk pulang. Dia terpaksa menginap. Ia juga sudah menghubungi kedua orang tuanya. Bahkan Dewi pun bercengkrama sedikit lama dengan Almira. Tetangganya dulu. Mereka ingin bertemu jika ada kesempatan. Pukul tiga dini hari, suasana rumah itu sudah sangat sepi. Semua tidur. Ayana terpaksa tidur bersama dengan kakaknya. Sentra Darren menempati kamar bocah itu. * Di sisi lain. Di saat beberapa orang terlelap dalam tidurnya, dia justru terbangun. Semalaman ia tidak bisa tidur hanya memikirkan kenapa nomor.ponsel gadis kue itu tidak bisa dihubungi. Padahal dia ingin menawarkan hal menarik untuknya. Namun, hingga saat ini dia tidak bisa meneleponnya. Agam, tentu saja itu dia. Mungkin pertemuan yang tidak terkesan itu membuat dia penasaran dengan Aileen. Wanita bar-bar, pendek dan sangat berisik itu. Namun, wajahnya sangat lucu. Dia memiliki ciri khas. Tepat di matanya. Entah kenapa hanya itu yang bisa membuat Agam, seperti terhipnotisnya. Sampai pagi, lelaki itu tidak bisa kembali terpejam. Begitu matahari sudah bersinar. Dia pun segera bergegas mengambil kunci mobilnya dan meninggalkan rumah. Kemana?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD