Bab 9: Kecelakaan

1088 Words
Bab 9: Malam ini terasa sunyi. Masih sama seperti malam yang lain dan Aileen beserta dengan keluarga makan malam bersama. Mengelilingi meja dengan menu yang sederhana. Ikan tongkol berkuah, dengan tahu, tempe goreng juga buah pemberian dari Almira beberapa waktu lalu. Semuanya memenuhi meja makan malam ini. Ayana selalu yang paling lahap, apapun yang dimasak oleh sang ibu selalu habis tidak tersisa. Masakan ibu, memang tidak ada tandingannya. Di rumah Darren pun masakan sang mama selalu di tunggu. Namun, tidak dengan Agam. Sekalipun Alma ingin memasak untuk anaknya, lelaki itu selalu menolaknya. Dia tidak mau ibunya lelah. Selalu meminta Alma untuk duduk dan beristirahat dengan tenang. Membuatkan para pelayan di rumahnya untuk menyiapkan segala kebutuhannya, kecuali apapun yang ada di kamar Agam, tidak seorang pun boleh masuk kecuali tanpa seizin darinya, atau bahkan perintah dari dirinya. Kembali pada Aileen. Wanita itu hanya menatap adiknya yang sudah makan piring kedua. Aileen merasa perutnya sudah sesak dengan melihat cara adiknya makan. "Kenapa, Ai?" tanya sang ibu. "Hah?! Tidak, aku heran Ayana bisa yak makan segitu banyaknya. Kamu itu udah gendut mau tambah gendut lagi?" Ayana hanya bergeleng, tanda dia tidak mau lagi menambah berat badannya. Ia bersendawa dan Dewi ataupun Aileen bergeleng dibuatnya. "Enggak, aku udah enggak mau gendut lagi. Aku udahan, kok. Nih lihat berhenti kan? Tanda kalau aku makannya hanya sedikit," tuturnya seakan tanpa dosa. "Jelas, kamu berhenti! Kamu makan udah dua piring! Astaga, Yan! Kamu bisa obesitas tahu nggak!" celetuk Aileen. "Enggak, mana ada aku makan dua piring, itu tadi kan karena nggak muat jadi aku bagi jadi dua. Aslinya cuma sepiring itu, mah," sahutnya membela diri. "Alasan! Ngeles aja pinter, lu," Segah Aileen dengan bersungut. Ayana membalasnya tidak kalah sengit. Pertengkaran selalu saja terjadi diantara mereka. Tidak hanya di ruang makan, bahkan di mana pun mereka berdua bersama selalu ada saja yang membuat mereka berselisih paham. "Sudah-sudah, tidak baik berbicara di meja makan. Berulang kali, ibu katakan. Tutup mulut ketika berada di meja makan, kan?" Suara Dewi menghentikan ulah kedua anak gadisnya. Meskipun mereka sudah tumbuh dewasa rasanya tetap sama, saat mereka baru berusia limat tahun. "Ibu kan, tadi yang tanya ke Ai, duluan. Kenapa jadi Ai yang salah sih?" sahutnya Selalu ada saja, topik untuk menjawab dan lari dari kesalahan. Demi dan Kusuma hanya bergeleng dengan tingkah laku dua gadis yang bar-bar dan ceria itu. "Aileen. Bisa lebih sopan dengan orang tua?" Kusuma terlihat dingin, dan kasar. Akan tetapi, dia adalah ayah terbaik, penyayang dan sangat sabar. Ada kalanya mereka bergurau ada waktunya dia serius demi untuk mendidik anak-anaknya agar tahu kapan dan di mana ketika mereka harus bergurau ataupun serius. "Maaf, Yah," lirih keduanya. Ayana juga mengaku salah, dia tahu di mana letak kesalahannya. Hingga makan malam usai, kini giliran Ayana yang membersihkan dapur. Mereka memiliki kesepakan, setiap harinya. Ada jadwal khusus untuk mereka berbagi tugas di rumah. Aileen masuk ke kamarnya terlebih dulu. Memeriksa ponselnya dan kembali membuka pre-order untuk besok. Memasang foto indah kue-kue yang terlihat cantik dan lezat. Membalas pesan dari mereka yang bertanya tentang banyak hal. Juga membalas pesan dari sahabatnya Melani. Dia malah teman masa SMP yang sampai saat ini masih berhubungan dekat dengan wanita itu. Tidak jarang, Melani membantu memasarkan jualan Aileen, sehingga menambah penghasilan untuk keluarga Aileen. Bahkan banyak juga tawaran masuk untuk gadis itu. Endorsement, Aileen mendapat tawaran yang menggiurkan itu dari akun i********: yang menjual beberapa pakaian hangat. Seperti jaket, sweeter dan syal. Lama kelamaan, tawaran kerja sama itu semakin banyak, dan dia berhasil membuat toko kue kecil yang Reki dan indah itu. Setidaknya dia bisa membantu keluarganya meski kecil-kecilan. Pekerja keras, kini akunnya sudah meng-upload banyak sekali foto, bukan hanya kue tetapi barang milik orang lain yang juga menguntungkan baginya. Dia akan mendapatkan bagian dari setiap link yang dibagikan ketika mereka membeli dati rekomendasi yang dibagikan. Membalas chat hingga pukul sembilan malam, Aileen merasa mengantuk, dia tidak pernah begadang, karena wanita butuh banyak tidur untuk berpikir. Itulah yang diterapkan oleh Aileen. Suara ketukan pintu, menggagalkan rencana gadis itu untuk merebahkan diri. Dia bangkit dan menghampiri pintu untuk membuka dan mengecek siapa gerangan yang mengganggunya saat malam hari. "Ai?" sapanya ketika melihat sosok itu di balik pintu. "Ibu, kenapa? Tumben," balasnya. "Adikmu muntah-muntah, terus, kayanya dia masuk angin. Ayah sudah tidur, dia kecapean mungkin. Kamu bisa ambil obat di toko?" Aileen menghela napas. Dia malas keluar, karena dia sudah menggunakan skincare malamnya, tetapi ini ibunya yang memerintah, dan adiknya sedang tidak baik. Tidak ada pilihan lain selain berangkat dan mengambil obat untuk sang adik yang tengah masuk angin. Sudah pasti dia masuk angin karena makan tidak beraturan kemudian dia mencuci piring dan perabotan yang tidak sedikit. "Ok. Ai, ambil jaket," katanya dengan berlaku kembali masuk ke dalam kamar. Mencari jaket hasil endorsnya. Gadis itu keluar dan mencari kunci motornya. Jam sembilan sudah pasti tidak ada toko buka, toh di toko kelontong keluarganya juga menyediakan obat yang dibutuhkan kan? Aileen pergi menggunakan motor matic 150cc, dengan bodi yang besar dan tidak terlalu cocok dengan tubuhnya yang mungil itu. Terkadang dia harus kesusahan ketika memutar posisi ataupun pada kelokan tajam. Risiko menjadi gadis yang pendek. Beruntung rejekinya tidak sependek tubuhnya. Mengemudi motor dengan perlahan, udara dingin semakin menusuk tulang. Meskipun menggunakan jaket tetapi jemarinya terlihat dan terekspos, Aileen kedinginan dan hilang fokus. Ketika sampai ditikungan sebelum mencapai tokonya dia hampir saja menabrak pemotor lain. "Akh! Maaf-maaf, aku— aku gugup." Aileen berhenti dan menurunkan standard, dia menghampiri orang itu dan meminta maaf dengan betul. Menolong dan mengambil beberapa barang yang tercecer. Namun, barang-barang itu terlihat sangat mahal dan ada beberapa yang pecah. "s**t!" umpat orang itu, dia membuang dengan kasar beberapa lensa dan juga hasil jepretan yang barusan dia ambil. Tidak ada gunanya menyimpan barang yang sudah rusak. "Maafkan saya, apakah saya harus mengganti rugi?" Aileen menundukkan kepalanya, jelas dia yang salah, karena dia berbelok memakan tempat orang lain. Sangat batal jika yang ada didepannya adalah mobil. Mungkin Aileen sudah terlindas habis oleh ban mobil bukan? "Menurutmu?! Kamu kira ini murah! Bahkan harga motormu saja, tidak akan melunasi satu lensaku! Satu lagi, hasil karyaku jauh lebih mahal dari harga dirimu!" Bukan satu jawaban yang diinginkan oleh Aileen. Wanita itu mengepalkan tangannya. Dia ingin sekali menonjok wajah orang yang baru saja menghina dirinya. "Aku bertanya baik-baik. Kalau memang begitu, aku akan ganti! Berapa yang harus aku bayar?! Dasar sombong! Aku yakin semua ini juga hasil dari orang tuamu kan, bukan dari jerih payahnya sendiri!" ketus Aileen. Tanpa peduli, orang itu pergi meninggalkan Aileen, membuat gadis itu kian kesal, tetapi dalam hatinya berkecamuk tidak menentu. Orang yang ditemuinya adalah....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD